"HIDUP TAK AKAN PERNA MENDAPATKAN KEDUDUKANNYA MENJADI SEBUAH KEBENARAN YANG UNTUH SECARA OBYEKTIF, HIDUP AKAN TERUS BERLANJUT DAN TERUS BERKEMBANG BERDASARKAN ZAMANNYA TAK ADA YANG ABADI DAN TAK ADA YANG TETAP".

Respon Hari Anti Korupsi dan Hari HAM

Respon Hari Anti Korupsi dan Hari HAM
Gambar ini diambil pada tanggal 9 Desember 2011, Front Perjuangan Rakyat (FPR-SULTENG).

Jumat, 11 Juni 2010

Sulteng Perlu Moratorium Kuasa Pertambangan

Sumber : Media Alkhairat

Selasa,08 Juni 2010

PALU- Pemerintah Provinsi Sulteng sebaiknya melakukan penundaan (moratorium) izin kuasa pertambangan (KP) agar daerah ini bisa menjadi daerah penyuplai karbon untuk memenuhi program pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD) hutan.

Direktur Pelaksana Yayasan Tanah Merdeka (YTM),Moh. Hamdin, di Palu,Senin kemarin, mengatakan, Sulteng hingga saat ini belum mampu memenuhi 10 ribu hektare kawasan hutan untuk proyek REDD yang ditawarkan UN-REDD Programme, sebuah kolaborasi program PBB dalam pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di Negara berkembang.

“Saya bertemu langsung kawan dari UN-REDD. Mereka menawarkan Sulteng sebagai salah satu daerah penghasil karbon dengan anggaran Rp 2 Triliun per tahun. Tapi Sulteng kelihatannya belum mampu menangkap proyek ini,”kata Hamdin, seperti dilansir Antara.

YTM adalah salah satu organisasi lembaga masyarakat berkantor di Palu dan masuk dalam jaringan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI). Organisasi yang fokus pada konflik pengelolaan sumber daya alam ini memiliki banyak jaringan organisasi lingkungan internasional.

Hamdin mengatakan, salah satu alasan pemerintah Sulteng dalam melaksanakan proyek tersebut karena tidak adanya hutan dalam satu kawasan yang bisa dipertahankan dalam penyelamatan lingkungan dan bisa disertifikasi oleh UN-REDD.

Dia mengatakan, sebagian besar kawasan hutan di Sulteng sudah dijadikan kuasa pertambangan oleh perusahaan, sehingga tidak ada jaminan dari pemerintah daerah bahwa hutan tersebut tidak akan diganggu.

Sementara jaminan dari UN-REDD, hutan tersebut tidak bisa diganggu sehingga akan menjadi penyangga karbon untuk kepentingan internasional khususnya negara golongan Annex 1 ( negara maju penyumbang emisi terbesar).

”Solusinya sekarang, bagaimana pemerintah menghentikan sementara penerbitan kuasa pertambangan dan meninjau kembali KP yang sudah terbit,”kata Hamdin.

Dia mencontohkan,di Kabupaten Morowali, terdapat sekitar 126 KP yang sudah dikantongi pengusaha dengan luas antara 6.000-7.000 hektare.

”Kami dapat kabar untuk mendapatkan satu KP itu menghabiskan dana Rp 500 Juta. Tapi ini sulit dibuktikan karena tidak teradministrasi,” katanya.

Menurut Hamdin, di Sulawesi terdapat tiga daerah yang menjadi sasaran IU-REDD dana Program Pengurangan Emisi dari deforestasi dan degradasi, yakni Sulawesi Barat, Gorontalo dan Sulteng.

”Sulteng nanti belakangan ini baru masuk setelah kawan-kawan dari Aliansi Masyarakat Adat mengusulkan ke UN-REDD,”kata mantan aktivis mahasiswa STAIN Datokarama Palu itu.

Hamdin mengatakan, selain karena masalah ketersediaan hutan, Program REDD juga masih terhambat akibat belum jelasnya skema bisnis emisi karbon, implementasi, dan regulasi.

Itulah sebabnya kata Hamdin, kalangan LSM masih melihat tahun ini sebagai demonstrasi penyelamatan lingkungan.

Kementrian Negara Lingkungan hidup, Gusti Muhammad Hatta beberapa waktu lalu mengemukakan, pengurangan emisi bisa dilakukan masyarakat dan pemerintah dengan menjaga kelestarian hutan dan menanam pohon sebanyak-banyaknya.

Namun, sejauh ini mekanisme perdagangan karbon masih dalam proses pembahasan internasional. Menteri juga berharap adanya mekanisme perdagangan karbon yang tepat dan menguntungkan masyarakat.(ANT)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang menulis komentar yg tidak senono dengan etika merusak moral dan berbau SARA.