"HIDUP TAK AKAN PERNA MENDAPATKAN KEDUDUKANNYA MENJADI SEBUAH KEBENARAN YANG UNTUH SECARA OBYEKTIF, HIDUP AKAN TERUS BERLANJUT DAN TERUS BERKEMBANG BERDASARKAN ZAMANNYA TAK ADA YANG ABADI DAN TAK ADA YANG TETAP".

Respon Hari Anti Korupsi dan Hari HAM

Respon Hari Anti Korupsi dan Hari HAM
Gambar ini diambil pada tanggal 9 Desember 2011, Front Perjuangan Rakyat (FPR-SULTENG).

Jumat, 10 September 2010

PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL

1. Pendahuluan

Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentu-bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola-pola kehidupan yang terlah ada. Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh timbale-balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh-mempengaruhi antara sosial dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hukum, dst.

Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa interkasi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama.

1. Interaksi Sosial sebagai Faktor Utama dalam Kehidupan Sosial

Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial(yang juga dapat dinamakan sebagai proses sosial) karena interasi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi anatara kelompo tersebut sebagai suatu kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-anggotanya.

Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia terjadi pula di dalam masyarakat. Interaksi tersebut lebih mencolok ketika terjadi benturan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok. Interaksi sosial hanya berlangsung antara pihak-pihak apabila terjadi reaksi terhadap dua belah pihak. Interaksi sosial tak akan mungkin teradi apabila manusia mengadakan hubungan yang langsung dengan sesuatu yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap sistem syarafnya, sebagai akibat hubungan termaksud.

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor :

1. Imitasi

Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku

1. Sugesti

Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau suatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain.

1. Identifikasi

Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini.

1. Proses simpati

Sebenarnya merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya.

1. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok.

Dua Syarat terjadinya interaksi sosial :

1. Adanya kontak sosial (social contact), yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk.Yaitu antarindividu, antarindividu dengan kelompok, antarelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung maupun tidak langsung.
2. Adanya Komunikasi, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-perassaan apa yang ingin disampaikan orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.

Kata kontak berasal dari bahasa Latin con atau cum (artinya bersama-sama) dan tango (yang artinya menyentuh). Arti secara hanafiah adalah bersama-sama menyentuh. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadinya hubungan badaniah. Sebagai gejala seosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena dewasa ini dengan adanya perkembangan teknologi, orang dapat menyentuh berbagai pihak tanpa menyentuhnya. Dapat dikatakan bahwa hubungan badaniah bukanlah syarat untuk terjadinya suatu kontak.

Kontak sosial dapat terjadi dalam 3 bentuk :

1. Adanya orang perorangan

Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebuasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi melalui sosialisasi, yaitu suatu proses dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat dimana dia menjadi anggota.

1. ada orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya

kontak sosial ini misalnya adalah seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat atau apabila suatu partai politik memkasa anggota-anggotanya menyesuaikan diri dengan ideologi dan programnya.

1. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya.

Umpamanya adalah dua partai politik mengadakan kerja sama untuk mengalahkan parpol yang ketiga di pemilihan umumu.

Terjadinya suatu kontak tidaklah semata-mata tergantung dari tindakan, tetapi juga tanggapan terhadap tindakan tersebut. Kontak sosial yang bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sengangkan yang bersifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama seali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial.

Suatu kontak dapat bersifat primer atau sekunder. Kontak perimer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka. Kontak sekunder memerlukan suatu perantara. Sekunder dapat dilakukan secara langsung. Hubungan-hubungan yang sekunder tersebut dapat dilakukan melalui alat-alat telepon, telegraf, radio, dst.

Arti terpenting komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gera-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.

Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan suatu kelompok manusia atau perseorangan dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang dilakukannya.

1. Kehidupan yang Terasing

Pentingnya kontak dan komunikasi bagi terwujudnya interaksi sosial dapat diuji terhadap suatu kehidupan yang terasing (isolation). Kehiduapan terasing yang sempurna ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengadakan interaksi sosial dengan pihak-pihak lain. Kehidupan terasing dapat disebaban karena secara badaniah seseorang sama sekali diasingkan dari hubungan dengan orang-orang lainnua. Padahal perkembangan jiwa seseorag banyak ditentuan oleh pergaulannya dengan orang lain.

Terasingnya seseorang dapat pula disebabkan oleh karena cacat pada salat satu indrany. Dari beberapa hasil penelitian, ternyata bahwa kepribadian orang-orang mengalami banyak penderitaan akibat kehidupan yang terasing karena cacat indra itu. Orang-orang cacat tersebut akan mengalami perasaan rendah diri, karena kemungkinan-kemungkinan untuk mengembangkan kepribadiannya seolah-olah terhalang dan bahkan sering kali tertutup sama sekali.

Pada masyarakat berkasta, dimana gerak sosial vertikal hampir tak terjadi, terasingnya seseorang dari kasta tertentu (biasanya warga kasta rendahan), apabila berada di kalangan kasta lainnya (kasta yang tertinggi), dapat pula terjadi.

1. Bentuk-bentu Interaksi Sosial

Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Pertikaian mungkin akan mendapatkan suatu penyelesaian, namun penyelesaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu, yang dinamakan akomodasi. Ini berarti kedua belah pihak belum tentu puas sepenunya. Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial. Keempat bentuk poko dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan suatu kontinuitas, di dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian untuk akhirnya sampai pada akomodasi.

Gillin dan Gillin mengadakan penggolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka, ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial :
1. Proses-proses yang Asosiatif

1.1. Kerja Sama (Cooperation)

Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik.

Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainya (yang merupakan out-group-nya). Kerja sama akan bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung anggota/perorangan lainnya.

Fungsi Kerjasama digambarkan oleh Charles H.Cooley ”kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerjasama yang berguna”

Dalam teori-teori sosiologi dapat dijumpai beberapa bentuk kerjasama yang biasa diberi nama kerja sama (cooperation). Kerjasama tersebut lebih lanjut dibedakan lagi dengan :

1. Kerjasama Spontan (Spontaneous Cooperation) : Kerjasama yang sertamerta
2. Kerjasama Langsung (Directed Cooperation) : Kerjasama yang merupakan hasil perintah atasan atau penguasa
3. Kerjasama Kontrak (Contractual Cooperation) : Kerjasama atas dasar tertentu
4. Kerjasama Tradisional (Traditional Cooperation) : Kerjasama sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial.

Ada 5 bentuk kerjasama :

1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong menolong
2. Bargaining, Yaitu pelaksana perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara 2 organisasi atau lebih
3. Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan
4. Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktut yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, karenamaksud utama adalah untuk mencapat satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnnya adalah kooperatif.
5. Joint venture, yaitu erjasama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak, pertambangan batubara, perfilman, perhotelan, dst.

1.1. Akomodasi (Accomodation)

Pengertian

Istilah Akomodasi dipergunakan dalam dua arti : menujukk pada suatu keadaan dan yntuk menujuk pada suatu proses. Akomodasi menunjuk pada keadaan, adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sebagai suatu proses akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan.

Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu perngertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi dalam biologi. Maksudnya, sebagai suatu proses dimana orang atau kelompok manusia yang mulanya saling bertentangan, mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.

Tujuan Akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu :

1. Untuk mengurangi pertentangan antara orang atau kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham
2. Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau secara temporer
3. Memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok sosial yang hidupnya terpisah akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta.
4. mengusahakan peleburan antara kelompok sosial yang terpisah.

Bentuk-bentuk Akomodasi

1. Corecion, suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan
2. Compromise, bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
3. Arbitration, Suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri
4. Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
5. Toleration, merupakan bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya.
6. Stalemate, suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada satu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.
7. Adjudication, Penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan

Hasil-hasil Akomodasi

1. Akomodasi dan Intergrasi Masyarakat

Akomodasi dan intergrasi masyarakat telah berbuat banyak untuk menghindarkan masyarakat dari benih-benih pertentangan laten yang akan melahirkan pertentangan baru.

1. Menekankan Oposisi

Sering kali suatu persaingan dilaksanakan demi keuntungan suatu kelompok tertentu dan kerugian bagi pihak lain

1. Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda
2. Perubahan lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah
3. Perubahan-perubahan dalam kedudukan
4. Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi

Dengan adanya proses asimilasi, para pihak lebih saling mengenal dan dengan timbulnya benih-benih toleransi mereka lebih mudah untuk saling mendekati.

Asimilasi (Assimilation)

Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses-proses mental dengan memerhatikan kepentingan dan tujuan bersama.

Proses Asimilasi timbul bila ada :

1. Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya
2. orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga
3. kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri

Beberapa bentuk interaksi sosial yang memberi arah ke suatu proses asimilasi (interaksi yang asimilatif) bila memilii syarat-syarat berikut ini

1. Interaksi sosial tersebut bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, dimana pihak yang lain tadi juga berlaku sama
2. interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau pembatasan-pembatasan
3. Interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer
4. Frekuaensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara pola-pola tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapan-tanggapan dari pihak-pihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu keseimbangan tertentu harus dicapai dan dikembangankan.

Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi adalah :

1. Toleransi
2. kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi
3. sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya
4. sikap tebuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat
5. persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan
6. perkawinan campuran (amaigamation)
7. adanya musuh bersama dari luar

Faktor umum penghalangan terjadinya asimilasi

1. Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat
2. kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan dengan itu seringkali menimbulkan faktor ketiga
3. perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi
4. perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
5. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya asimilasi
6. In-Group-Feeling yang kuat menjadi penghalang berlangsungnya asimilasi. In Group Feeling berarti adanya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang bersangkutan.
7. Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap minoritas lain apabila golongan minoritas lain mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa
8. faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan pertentangan-pertentangan pribadi.

Asimilasi menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial dan dalam pola adat istiadat serta interaksi sosial. Proses yang disebut terakhir biasa dinamakan akulturasi. Perubahan-perubahan dalam pola adat istiadat dan interaksi sosial kadangkala tidak terlalu penting dan menonjol.

1. Proses Disosiatif

Proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional proccesses, yang persis halnya dengan kerjasama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan. Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle for existence). Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahan, oposisi proses-proses yang disosiatif dibedkan dalam tiga bentuk, yaitu :

Persaingan (Competition)

Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial dimana individu atau kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan. Persaingan mempunya dua tipe umum :

1. Bersifat Pribadi : Individu, perorangan, bersaing dalam memperoleh kedudukan. Tipe ini dinamakan rivalry.
2. Bersifat Tidak Pribadi : Misalnya terjadi antara dua perusahaan besar yang bersaing untuk mendapatkan monopoli di suatu wilayah tertentu.

Bentuk-bentuk persaingan :

1. Persaingan ekonomi : timbul karena terbatasnya persediaan dibandingkan dengan jumlah konsumen
2. Persaingan kebudayaan : dapat menyangkut persaingan bidang keagamaan, pendidikan, dst.
3. Persaingan kedudukan dan peranan : di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan terpandang.
4. Persaingan ras : merupakan persaingan di bidang kebudayaan. Hal ini disebabkan krn ciri-ciri badaniyah terlihat dibanding unsur-unsur kebudayaan lainnya.

Persaingan dalam batas-batas tertentu dapat mempunyai beberapa fungsi :

1. Menyalrkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif
2. Sebagai jalan dimana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa medapat pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing.
3. Sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial. Persaingan berfungsi untuk mendudukan individu pada kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya.
4. Sebagai alat menyaring para warga golongan karya (”fungsional”)

Hasil suatu persaingan terkait erat dengan pelbagai faktor berikut ini ”

1. Kerpibadian seseorang
2. Kemajuan : Persaingan akan mendorong seseorang untuk bekerja keras dan memberikan sahamnya untuk pembangunan masyarakat.
3. Solidaritas kelompok : Persaingan yang jujur akan menyebabkan para individu akan saling menyesuaikan diri dalam hubungan-hubungan sosialnya hingga tercapai keserasian.
4. Disorganisasi : Perubahan yang terjadi terlalu cepat dalam masyarakat akan mengakibatkan disorganisasi pada struktur sosial.

Kontraversi (Contravetion)

Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Bentuk kontraversi menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 5 :

1. yang umum meliputi perbuatan seperti penolakan, keenganan, perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes, gangguang-gangguan, kekerasan, pengacauan rencana
2. yang sederhana seperti menyangkal pernyataan orang lain di muka umum, memaki-maki melalui surat selebaran, mencerca, memfitnah, melemparkan beban pembuktian pada pihak lain, dst.
3. yang intensif, penghasutan, menyebarkan desas desus yang mengecewakan pihak lain
4. yang rahasia, mengumumkan rahasian orang, berkhianat.
5. yang taktis, mengejutkan lawan, mengganggu dan membingungkan pihak lain.

Contoh lain adalah memaksa pihak lain menyesuaikan diri dengan kekerasan, provokasi, intimidasi, dst.

Menurut Leo von Wiese dan Howard Becker ada 3 tipe umum kontravensi :

1. Kontraversi generasi masyarakat : lazim terjadi terutama pada zaman yang sudah mengalami perubahan yang sangat cepat
2. Kontraversi seks : menyangkut hubungan suami dengan istri dalam keluarga.
3. Kontraversi Parlementer : hubungan antara golongan mayoritas dengan golongan minoritas dalam masyarakat.baik yang menyangkut hubungan mereka di dalam lembaga legislatif, keagamaan, pendidikan, dst.

Tipe Kontravensi :

* Kontravensi antarmasyarakat setempat, mempunyai dua bentuk :

1. Kontavensi antarmasyarakat setempat yang berlainan (intracommunity struggle)
2. Kontravensi antar golongan-golongan dalam satu masyarakat setempat(intercommunity struggle)

1. Antagonisme keagamaan
2. Kontravensi Intelektual : sikap meninggikan diri dari mereka yang mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi atau sebaliknya
3. Oposisi moral : erat hubungannya dengan kebudayaan.

Pertentangan (Pertikaian atau conflict)

Pribadi maupun kelompok menydari adanya perbedaan-perbedaan misalnya dalam ciri-ciri badaniyah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, pola-pola perilaku, dan seterusnya dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaian.

Sebab musabab pertentangan adalah :

1. Perbedaan antara individu
2. Perbedaan kebudayaan
3. perbedaan kepentingan
4. perubahan sosial.

Pertentangan dapat pula menjadi sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat. Timbulnya pertentangan merupakan pertanda bahwa akomodasi yang sebelumnya telah tercapai.

Pertentangan mempunyai beberapa bentuk khusus:

1. Pertentangan pribadi
2. Pertentangan Rasial : dalam hal ini para pihak akan menyadari betapa adanya perbedaan antara mereka yang menimbulkan pertentangan
3. Pertentangan antara kelas-kelas sosial : disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan
4. Pertentangan politik : menyangkut baik antara golongan-golongan dalam satu masyarakat, maupun antara negara-negara yang berdaulat
5. Pertentangan yang bersifat internasional : disebabkan perbedaan-perbedaan kepentingan yang kemudian merembes ke kedaulatan negara

Akibat-akibat bentuk pertentangan

1. Tambahnya solidaritas in-group
2. Apabila pertentangan antara golongan-golongan terjadi dalam satu kelompok tertentu, akibatnya adalah sebaliknya, yaitu goyah dan retaknya persatuan kelompok tersebut.
3. Perubahan kepribadian para individu
4. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia
5. Akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak

Baik persaingan maupun pertentangan merupakan bentuk-bentuk proses sosial disosiatif yang terdapat pada setiap masyarakat.

Pengertian Antropologi

Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.

Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.

Pengertian

Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.

Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbandingan/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode antropologi sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal.

Definisi Antropologi menurut para ahli

* William A. Havilland: Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
* David Hunter:Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.
* Koentjaraningrat: Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.

Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi, yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.

Sejarah

Seperti halnya sosiologi, antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangannya.

Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut:

Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)
Manusia dan kebudayaannya, sebagai bahan kajian Antropologi.

Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnografi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.

Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.

Fase Kedua (tahun 1800-an)

Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya

Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.

Fase Ketiga (awal abad ke-20)

Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.

Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)

Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa.

Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.

Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.

Proses-proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.

Gender Dalam Dunia Pendidikan

Mengenai permasalahan gender tidak lepas dari sebuah teori yang mendasar yang dapat dibagi kepada dua kelompok teori yakni teori sosial makro, dan mikro.

Berbicara mengenai wacana gender dalam pendidikan tidak lepas dari faktor lainnya seperti organisasi keluarga dan pekerjaan, surplus ekonomi, kecanggihan tekhnologi, kepadatan penduduk dan lainnya. Karna kesemuanya adalah variabel yang saling mempengaruhi banyak hal tentang gender begitupun didalam fenomena pendidikan.

Persoalan mendasar mengenai gender bermula dari pertanyaan “ dan bagaimana dengan pearempuan ? “ hal tersebut akan dibahas dalam tiga teori yang ada dalam teori sosial makro yakni fungsionalime, teori konflik analitik dan teori sistem dunia.

Harus diakui bahwasanya teori fungsional memang gagal melihat kerugian yang dialami wanita dalam masyarakat. Alasannya dalam teori fungsional terutama dalam teori Parson cenderung meminggirkan masalah ketimpangan sosial, dominasi, dan penindasan tentu saja karna fungsionalisme selalu menekankan ketertiban sosial.1

Adanya pendidikan tidak saja melihat kepda pendidikan formal, namun harus dimulai dengan bagaimana pendidaikan itu dimulai. Tentu saja kita bisa melihat feanomena proses pendidikan dalam keluarga dimana wanita sangat berperan sebagai produsen utama fungsi-fungsi pokok keluarga.

Dalam keluarga perempuan secara tidak langsung dididik menjadi seorang yang mengutamakan perasaan. Hal itu lantas menjadi pola turun temurun sebagai hal yang dipandang alamiah maka timbulah fenomena dalam pendidikan umumnya perempuan memilih studinya yang mengutamakan perasaan dan kecerdsasan emosional. Contoh banyak perempuan lebih memilih studi tentang keperawatan, pramugari, entertainer, psikolog, guru, dan lain lain.

Dibandingkan dengan fenomena yang ada dimasa lalu gender sudah banyak memperoleh kesempatan yang sama dengan laki-laki. Dulu banyak fenomena dimana orang tua lebih mengutamakan pendidikan untuk anak laki-lakinya dengan berbagai alasan, tapi tidak dipungkiri mungkin saat ini masih bisa terjadi.

bahwasannya pada teori konflik analitik lebih menggunakan pendekatan cultural, dalam teori ini melihat adanya ketimpangan gender yang selalu disebut sebagai stratifikasi jenis kelamin.

Agar lebih jelas kelompok-kelompok feminis dapat kita golongkan menjadi tiga golongan yakni feminis liberal, radikal, dan sosialis.

Feminis Liberal adalah feminis yang mengusulkan bahwasannya perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki, ciri dari gerakan ini tidak mengusulkan perubahan struktur secara fundamental, melainkan memasukan wanita kedalam struktur yang ada berdasarka prinsip kesetaraan dengan laki-laki.

Jelas mungkin bila selama ini pendidikan lebih mendahulukan kaum laki-laki maka feminis ini leabih memperjuangkan tentang adanya kesetaraan mengenai hak-hak yang seharusnya diperoleh para perempuan yang sama dengan kaum adam. Contoh dalam pendidikan adanya kesamaan memperoleh hak yang sama dalam menimba ilmu apapun yang dipandang sebagai pendidikan untuk para pria caontoh sekolah SMK/STM, AKABRI,AKPOL,Politik, dan lain sebagainya.

Inti ajaran feminis liberal2

* Memfokuskan kepada perlakuan yang sama terhadap wanita diluar dari pada didalam
keluarga.
* Memperluas kesempetan pendidikan merupakan langkah efektif untuk melakukan perubahan
sosial.
* Pekerjaan rumah tangga seperti merawat anak, melayani bapak, menyusui,memandikan,
memasak,meancuci dipandang sebuah pekerjaan tidak terampil yang merupakan pengandalan
tubuh, bukan pikiran rasional.
* Perjuangan harus meanyentuh kesetaraan politik antra wanita dan laki-laki,melalui
perwakilan wanita diruang-ruang publik
* Feminis saat ini cenderung lebih sejalandengan liberalisme kesejahteraan atau
egalitarian yang mendukung kesejahteraan Negara (welfare state).

Feminis Radikal

Feminis radaikal lebih menekankan kebalikan dari feminis liberal, jika sebelumnya kaum feminis mengusulkan kesetaraan kaum hawa dengan kaum adam maka radidkal tidak demikian, hal ini dapat dilihat dari usulan bahwasangnya hak antara laki-laki dan hak perempuan harus dibedakan. Misallnya wanita dan laki-laki mengkonseptualkan kekuasaan secara berbeda, bila laki-laki lebih pada mendominasi dan mengontrol orang lain maka perempuan lebih tertuju dalam berbagi dan merawat keakuasaannya..

Feminis ini menyatakan bahwasanya adanya keteransingan yang dialami kaum perempuan karena diciptakan oleh unsur politik maka transformasi personal lebih kepada aksi-aksi radikal.

Inti ajaran feminis radikal

* Memprotres ekploitasi terhadap wanita (termasuk peran ibu, pasanagan sex, dan istri)
feminis radikal menganggap perkawinan sebagai bentik formalitas yang
mendeskriminasikan perempuan.
* Masyarakat harus diubah secara menyeluruh,termasuk lembaga-lembaga sosial fundamental
harus dirubah secara fundamenbtal pula the personal political.

Feminis Sosialis

Aliran ini bertumpu pada teori Marx dan Engel yang beraliran sintesa histories-matrealis. Menurut Engel laki-laki dan perempuan berperan dalam pemeliharaan keluarga inti, namun kareaana tugas tradisional wanita mencakup pemeliharaan rumah tangga dan penyiapan makanan seadanagakan tugas laki-laki mencari makan,memiliki dan memerintah budak serta memiliki alat-alat prodauksi yang mendukung tugas tersebaut. Dalam hal ini laki-laki meampunyai akumulasi kekayaan yang lebih tinggi dari perempuan. Hal ini yang amenyebabkan posisi laki-laki dianggap lebih penting dan sangat mudah daalam mengekploitasi perempuan.

Inti ajaran feminis sosialis.3

* Wanita tidak dimasukan kedalam analisis kelas. Dengan alasan karna wanita tidak
mempunayai hubunagan khusus dengan alat-alat produksi.
* Mengajukan solusi bahwasannya wanita harus dibayar untuk upah kerjanya dalam rumah
tangga
* Kapitalisme memperkuat sexism, karena memisahkan antara pekerjaan rumah tangga dan
bergaji.dan maendesak agar wanita melakukan pekerjaan diwilayah domestic.

Dapat kita jelaskan bgaimana ketiga aliran feminis ini menanggapi permasalahan gender dari berbagai argumennya, hal ini juga dapat kita katkan daengan isu-isu bagaimana isu gender dalam pendidikan?

Jika kita memahami ketiga teori diatas dan ketiga teori yang ada pada teaori sosial makro sebelumnya maka gender bergerak bagaimana seharusnya perempuan. Jelas seperti dinyatakan dalam fungsionalis yang sama dengan pernyataan golongan liberal bahwa perempuan haruslah diposisikan keruang-ruang public dan memperoleah hak yang sama dengan laki-laki. Di I ndoneasia mungkin kita teringat akan perjuangan Kartini sang pahlawan yang memeperjuangkan kesamaan perempuyan dalam mengaksek dunia pendidikan dan dapat berkiprah didunia public.

Yang kedua golongan radikal jelas kebalikan dari liberal kaitannya dengan pendidikan bisa ditebak keinginannya untuk merubah struktur masyarakat yang selama ini dianggap merugikan perempuan, yakni adanya isu ekploitasi kaum perempuan oleh para laki-laki. Mungkin jika kita melihat dalam pendidikan, bisa jadi protes atas gaji guru honorer perempuan yang lebih rendah dari guru laki-laki, bisa jadi protes atas kedudukan laki-laki yang mendominasi dunia pendidikan, misal.

Kamis, 09 September 2010

Membaca Sosiologi dan Sosiologi Pedesaan sebagai Ilmu Pengetahuan

Sofyan Sjaf

Umumnya, sebagian besar pendapat mengatakan bahwa sumber pengetahuan berasal dari dua aras pemikiran yang berbeda, yakni rasionalisme dan empirisme. Mereka yang berpegang pada paham pertama (disebut kaum rasionalis) begitu mengagung-agungkan rasio dengan metode deduksinya sebagai sumber pengetahuan. Berbeda dengan paham pertama ini, kaum empiris (istilah bagi mereka yang berpaham empirisme) menganggap bahwa sumber pengetahuan berasal dari pengalaman empiris dari seseorang yang kemudian ditarik dengan metode induksi sebagai sumber pengetahuan.

Meski demikian, tak dapat disangkal bahwa perbedaan kedua pemikiran di atas dapat memberikan ilmu sekaligus pengetahuan bagi manusia untuk memahami fenomena kehidupan dengan kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Dalam bingkai ini, bagaimana menempatkan sosiologi dan sosiologi pedesaan sebagai ilmu pengetahuan atau sumber pengetahuan?

Setidaknya makalah ini ditulis, tidak lain dimaksudkan untuk memaparkan sosiologi dan sosiologi pedesaan sebagai ilmu pengetahuan. Untuk menunjukkan keshahihannya, pendekatan yang digunakan untuk mengalisis adalah menggunakan hakekat/filosifis ilmu pengetahuan yang di dalamnya terdapat aspek ontologi dan epistimologi.

Sosiologi dan Sosiologi Pedesaan Sebagai Ilmu Pengetahuan

Sosiologi maupun Sosiologi Pedesaan sebagai ilmu pengetahuan, tidak lain adalah seperangkat fakta sosial yang terkristal dalam bentuk teori/konsep/cara pandang yang digunakan sebagai tools atau pisau analisis untuk mencari dan menelusuri kebenaran-kebenaran yang nampak (realitas) maupun tidak nampak (peramalan) dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, Sosiologi dan Sosiologi Pedesaan sebagai ilmu pengetahuan, dapat ditelusi secara hakekat/filosofis dari aspek epistimologi, ontologi, maupun aksiologi sebagai suatu pemikiran yang konprehensif untuk menelusuri, mencari, dan memperediksi gejala sosial yang terjadi di masyarakat.

JF. Ferrier merupakan seorang filsuf yang pertama kali melakukan pembedaan antara ontologi dan epistimologi pada tahun 1854 (Hunnex, 2004). Ontologi menurutnya adalah bagaimana mempertanyakan apa realitas yang ada, sedangkan epistimologi merupakan teori pengetahuan yang menanyakan dengan apa manusia bisa mengetahui. Adapun aksiologi lebih berbicara tentang sumber nilai, yang di dalamnya terkandung epistimologi dan ontologi secara bersamaan[1].

Dalam bingkai di atas, Kattsoff (2004) dalam bukunya yang berjudul ”Pengantar Filsafat” menguraikan empat paham/teori untuk mengungkapkan cara manusia bisa mengetahui suatu realitas (epistimologi). Adapun keempat teori yang dimaksud, sebagai berikut:

(1). Teori Koherensi (Coherence Theory), yakni suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi-proposisi lainnya yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita. Atau dengan kata lain, paham ini mengatakan bahwa derajat keadaan saling berhubungan merupakan ukuran bagi derajat kebenaran, sedangkan keadaan saling berhubungan dengan semua kenyataan memberikan kebenaran mutlak.

(2). Teori Korespondensi (Correspondence Theory), yakni suatu pernyataan itu benar jika makna yang dikandungnya sungguh-sungguh merupakan halnya. Kebenaran atau keadaan benar berupa kesesuaian antara makna yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sungguh merupakan halnya, atau apa yang merupakan fakta-faktanya.

(3). Teori Empiris (Empirist Theory), yakni memandang proposisi bersifat meramalkan (predictive) atau hipotetis, dan memandang kebenaran proposisi sebagai terpenuhinya ramalan-ramalan.

(4). Teori Pragmatis (Pragmatism Theory), yakni proposisi-proposisi yang membantu kita mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang memuaskan terhadap pengalaman-pengalaman kita.

Berbeda dengan epistimologi, makna penting dari ontologi adalah pembedaannya antara pihak yang mengetahui dan hal yang diketahui (Hunnex, 2004). Tentang hal ini, Kattsoff (2004) menegaskan bahwa ontologi merupakan jawaban pertanyaan mengenai hakekat kenyataan. Untuk itu, Kattsoff merumuskan sejumlah pernyataan mengenai kenyataan, yang terdiri dari:

(1). Kenyataan bersifat kealaman (naturalisme), yakni kejadian-kejadian dalam ruang dan waktu merupakan satuan-satuan penyusunan kenyataan yang ada, dan senantiasa dapat dialami oleh manusia biasa. Dalam hal ini, kaum naturalisme berpendapat bahwa faktor-faktor penyusun segenap kejadian ialah proses, kualitas, dan relasi.

(2). Kenyataan benda mati (materialisme), yakni kejadian-kejadian yang nampak dalam kehidupan manusia tersusun dari seperangkat materi. Dalam hal ini, kaum materialisme lebih mendalam memaknai segala kejadian dibandingkan dengan kamu naturalisme. Meski demikian, seorang materialisme terkadang sependirian dengan seorang naturalisme.

(3). Kenyataan bersifat kerohanian (idealisme), yakni kejadian-kejadian yang nampak dalam kehidupan manusia pada prinsipnya tidak terlepas dari jiwa atau roh sebagai dasar dari kehidupan manusia. Dalam hal ini, kaum idealisme terpecah menjadi dua golongan, pertama, kaum spritualisme yang berpendirian bahwa segenap tatanan alam dapat dikembalikan kepada atau berasal dari sekumpulan roh yang beraneka ragam dan berbeda-beda derajatnya. Kedua, kaum dualisme yang berpandangan bahwa yang terdalam ialah jiwa semesta yang berprinsip bahwa materi tidak berasal dari jiwa, meskipun materi berkesinambungan dengan jiwa.

(4). Hylomorfisme, yakni kejadian-kejadian sebagai bentuk kenyataan yang ada disekeliling manusia terdiri dari bahan dan bentuk. Dengan kata lain, terdapat esensi dan eksistensi dalam diri setiap manusia dalam membentuk kenyataan yang ada disekelilingnya.

(5). Positivisme logis, yakni pandangan yang mendasarkan diri pada penalaran akal dan semuanya memakai perangkat fakta yang sama sebagai landasan penopang untuk menunjukkan kebenarannya. Dengan demikian, ontologi positivisme logis meniadakan atau menolak segala bentuk yang berbau metafisika.

Selanjutnya, dari pembedaan epistimologi dan ontologi di atas, kemudian dapat digunakan sebagai alat (tools) atau kerangka analisis untuk memetakan pemikiran Sosiologi dan Sosiologi Pedesaan sebagai seperangkat ilmu pengetahuan untuk mengalisis gejala sosial yang hadir di masyarakat. Jika ”aliran” dalam epistimologi dan ontologi saling disilangkan (dibuatkan matriks), maka akan terurai 20 sel sebagai perwujudan dari peta pemikiran Sosiologi dan Sosiologi Pedesaan sebagai ilmu pengetahuan berdasarkan aspek ontologi dan epistimologinya, yakni: naturalisme – koherensi, naturalisme – korespondensi, naturalisme – empiris, naturalisme – pragmatis, materialisme – koherensi, materialisme – korespondensi, materialisme – empiris, materialisme – pragmatisme, idealisme – koherensi, idealisme – korespondensi, idealisme – empiris, idealisme – pragmatisme, hylomorfisme – koherensi, hylomorfisme – empiris, hylomorfisme – korespondensi, hylomorfisme – pragmatisme, positivisme logis – koherensi, positivisme logis – korespondensi, positivisme logis – empiris, dan positivisme logis – pragmatisme.

Meski demikian, perlu kembali ditekankan, bahwa pembuatan matriks di atas sekedar mempermudah pemetaan pemikiran Sosiologi dan Sosiologi Pedesaan sebagai seperangkat ilmu pengetahuan yang mana tidak mustahil banyaknya sel yang ada di dalam matriks menunjukkan jumlah pemetaan pemikiran Sosiologi dan Sosiologi Pedesaan yang ada hingga saat ini dan sebaliknya.

Sosiologi dan Sosiologi Pedesaan: Ilmu Pengetahuan yang Berdasar

Slattery (2003) dalam bukunya yang berjudul ”Key Ideas in Sociology” kembali menegaskan bahwa sosiologi sebagai displin ilmu pengetahuan, dapat dicermati dari beragam isu, meliputi: ketertiban sosial dan perubahan, kekuasaan dan penguasaan sosial, ketidakmerataan dan stratifikasi sosial.

Dari semua itu, Slattery (2003), kemudian merangkumnya berdasarkan pandangan dari tokoh sosiologi, yakni: (1) Aguste Comte, sebagai “bapak” sosiologi peletak positivisme berpendapat bahwa sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang didasarkan pada logika penalaran; (2) F. Tonnies dengan konsep “gemmeinschaft – gesselschaff” untuk mengkaji “The Lass of Communty in Industrial Society”, yakni studi tentang komunitas dan sosiologi masyarakat kota; (3) Robert Michels mengkaji tentang sosiologi kekuasaan, khususnya elit penguasa sebagai fokus utama sosiologi modern; (4) George Herbert Mead, peletak dasar teori interaksi simbiolisme; dan (5) E. W. Teller mengembangkan konsep kunci tentang perdebatan sosiologi industri.

Berbeda dengan Slattery, Collins (1994) yang mencoba mendefinisikan teori-teori sosiologi ke dalam empat tradisi besar, yakni: (1) tradisi konflik, yang didasarkan argumen bahwa konflik yang terjadi dimasyarakat bukanlah hal yang sederhana , tetapi sangat luas dan berkembang dalam kehidupan masyarakat; (2) tradisi rasional atau utilitarian, yang berpandangan liberal (tapi lunak) dan rasional dari masing-masing induvidu; (3) tradisi durkheim, yang berpandangan makro dan mikro. Pandangan makro lebih menekankan pada suatu fakta yang dibayangkan sebagai kekuatan dan struktur yang bersifat eksternal dan memaksa individu. Sementara itu, pandangan mikronya lebih menekankan pada mekanisme ritual-ritual sosial kelompok yang menghasilkan solidaritas; dan (4) tradisi mikro interaksi, yang berpandangan bahwa manusia memiliki kapasitas untuk berfikir dan membedakan interaksionisme simbolik dan akar behaviorisme.

Merujuk dari dua pendapat di atas (baik Slattery maupun Collins), jika dianalisis dengan menggunakan kerangka ontologi dan epistimologi, maka sosiologi sebagai ilmu pengetahuan tidak diragukan lagi dalam mennguraikan dan menjelaskan gejala sosial yang terjadi di masyarakat. Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua tradisi atau teori sosiologi yang ada mengisi ruang sel-sel yang ada.

Berdasarkan bacaan penulis dari tulisan Slaterry (2003) dan Collins (1994), pemetaan pemikiran sosiologi sebagai ilmu pengetahuan dapat dibagi ke dalam delapan kategori, yakni: (1) Naturalisme – Koherensi, meliputi: teori Gemmeinschaft dan Gesselschaff oleh F. Tonnie; (2) Naturalisme – Korespondensi, meliputi: tradisi Durkheim tentang pandangan makronya, yakni kondisi eksternal (alam) mempengaruhi individu; (3) Naturalisme – Empiris, meliputi: teori-teori ekologi; (4) Materialisme – Koherensi, meliputi: tradisi konflik atau teori kelas sosial, teori ketergantungan, dan teori sistem dunia; (5) Materialisme – Empiris, meliputi: teori-teori sosial hijau (Green Social Theory); (6) Idealisme – Korespondensi, meliputi: tradisi mikro interaksi dan teori interaksi simbiolik; (7) Positivisme logis – Koherensi, meliputi: Weber, fenomenologi, strukturalisme, dan neo-fungsionalisme; dan (8) Positivisme logis – Korespondensi, meliputi: Auguste Comte, tradisi Durkheim tentang pandangan mikronya, tradisi rasional (teori pertukaran, teori pengambilan keputusan rasional), behaviorisme, modernisasi.

Jika uraian di atas, telah memberikan gambaran kepada kita perihal sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdasar, lalu bagaimanakah dengan sosiologi pedesaan itu sendiri dapat dikatakan ilmu pengetahuan?

Seperti halnya dengan analisis sebelumnya, sosiologi pedesaan dikatakan sebagai ilmu pengetahuan apabila secara aspek ontologi dan epistimologi mampu menguraikan kenyataan sebagai kebenaran untuk memahami gejala sosial di masyarakat. Untuk menelusuri ini, penulis merujuk buku ”Sosiologi Pedesaan: Kumpulan Bacaan (Jilid 1)” dimana Prof. Dr. Sajogyo dan Prof. Pujiwati Sajogyo (alm.) sebagai penyunting. Adapun dasar rujukan ini diambil, sebagaimana ungkapan Prof. Dr. Sajogyo dalam bukunya yang berjudul ”Ekososiologi: Deideologisasi Teori, Restrukturisasi Aksi (Petani dan Perdesaan Sebagai Kasus Uji)”:

”…studi sarjana Sarjana 4 tahun di IPB (1971-1974) yang disertai ukuran bobot SKS dan dua “semester” dalam setahun, terjadilah perkembangan baru dimana saya memilih menyusun suatu “kumpulan bacaan” berisi topik-topik sosiologi yang pernah ditulis sejumlah peneliti sosiologi/antropologi/penyuluh pertanian dan pernah diterbitkan di buku atau majalah…”

Dalam buku kumpulan bacaan tersebut, berisi tujuh bab yang membicarakan tentang pola-pola kebudayaan, proses-proses sosial, lembaga kemasyarakatan, grup sosial, organisasi sosial, sistem status dan pelapisan masyarakat, dan pola hubungan antarsuku bangsa. Meski tidak membaca dan menganalisis secara keseluruhan kumpulan bacaan sosiologi pedesaan yang disunting oleh Prof. Dr. Sajogyo dan Prof. Pujiwati Sajogyo, akan tetapi tulisan-tulisan yang disajikan pada buku tersebut, memberikan gambaran kepada kita perihal sosiologi pedesaan sebagai ilmu pengetahuan yang syarat dengan ontologi dan epistimologinya.

Berangkat dari analisis terhadap beberapa bacaan yang penulis lakukan berdasarkan aspek ontologi dan epistimologi, maka pemetaan pemikiran dalam sosiologi pedesaan dapat dibedakan ke dalam 7 kategori, yakni: pertama, naturalisme – empiris, sebagaimana diuraikan dalam tulisan berjudul ”Timbulnya “Desa Jawa” dari masyarakat transmigrasi spontan”; kedua, materialisme – koherensi, dapat dilihat pada tulisan yang berjudul ”Ciri-ciri penghidupan masyarakat pedesaan di Indonesia (bagian konflik & persaingan)”, ”Mengembalikan keberadaan gerakan masyarakat”, dan ”Kerjasama dan struktur masyarakat di Desa Cibodas”; ketiga, materialisme – korespondensi, tergambar dalam tulisan yang berjudul ”Mahasiswa dan Keluarganya”.

Keempat, idealisme – koherensi, dapat dilihat pada tulisan yang berjudul ”Rintangan-rintangan mental dalam pembangunan ekonomi di Indonesia”; kelima, idealisme – korespondensi, tergambar dalam tulisan yang berjudul ”Sistem budaya Bugis – Makassar” dan “Ciri-ciri penghidupan masyarakat pedesaan di Indonesia”; keenam, positivisme logis – koherensi, tergambar dalam tulisan yang berjudul ” Pola perdagangan dan keuangan dalam masyarakat tani di Jawa”; dan ketujuh, positivisme logis – korespondensi, dapat dilihat pada tulisan berjudul ” Proses pembaharuan antar pola kebudayaan” (lihat Tabel 3).

Membandingkan Tradisi Sosiologi Barat dan Tradisi Sosiologi Asia

Dari uraian panjang di atas, penulis sangat sadari bahwa tulisan yang mencoba menguraikan peta pemikiran sosiologi dan sosiologi pedesaan sebagai ilmu pengetahuan (merujuk tiga referensi) masihlah sangat minim. Oleh karena itu, diperlukan analisis lebih lanjut untuk membandingkan dua tradisi sosiologi (Barat versus Asia) yang berkembangan saat ini.

Upaya ini dirasa sangat penting karena belum terdapat satu kajian yang mendalam perihal tradisi sosiologi yang berkembang di Asia, khususnya di Indonesia. Dengan kata lain, kajian yang mendalam tersebut dimaksudkan untuk membangun tradisi baru tentang ”Sosiologi Indonesia” yang tentunya berangkat dari fenomena masyarakat Indonesia itu sendiri. Hal ini disadari harena tradisi sosiologi yang berkembang di Indonesia masih didominasi oleh tradisi sosiologi barat dengan beragam perspektifnya.

Referensi

Collins, R., Four sociological traditions, New York and Oxford: Oxford University Press,1994.

Hunnex, MD., Peta Filsafat: Pendekatan Kronologis dan Tematis, Bandung: Teraju, 2004.

Kattsoff, LO., Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003.

Ritzer, G. dan Goodman, DJ., Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana, 2003.

Sajogyo dan Pujiwati Sajogyo [penyunting], Sosiologi Pedesaan: Kumpulan Bacaan (Jilid 1), Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1999.

Sajogyo, Ekososiologi: Deideologisasi Teori, Restrukturisasi Aksi (Petani dan Perdesaan Sebagai Kasus Uji), Yogyakarta-Bogor: SAINS, CINDERALAS, Sekretariat Bina Desa Sadajiwa, 2006.

Slattery, M., Key ideas in sociology, Cheltenham: Nelson Thornes Ltd., 2003.
[1] Berkaitan dengan aksiologi, Kattsoff (2004) mengatakan bahwa aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki kakekat nilai atau biasa disebut filsafat nilai.

Sosiologi Pedesaan

Setiap melaksanakan kegiatan lapangan di sengaja atau tidak kita selalu berhubungan dengan masyarakat baik daerah itu pedesaan atau perkotaan secara langsung dan tak langsung mau tak mau kita mesti harus berhubungan dengan masyarakat desa/kota.untuk itu kita harus membenahi diri dengan pengetahuan tentang desa dan masyarakat secara praktis. jika telah mempelajarinya tentang desa dan masyarakat nya tentu kita akan mudah untuyk beradaptasi melaksanakan penyesuaian dalam kehidupan sosial mereka . masyarakat desa atau unsur penyesuain terdiri dari unsur unsur yang berbeda sehinga perlu di pelajari untuk mencapai suatu pola kehidupan yang serasi yang menjadikan kita dapat di terima di masyarakat , tetapi semuanya tidak lepas dari kepandaian atau kecerdasaan kemampuan sikap kejujuran kita sendiri sehingga tujuan kita dapat tercapai dan tidak mendapatkan suatu hal yang merugikan (membahayakan diri).

pengertian sosiologi pedesaan adalah suatu ilmu poengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan yakni hubungan antara manusia dengan manusia ,manusia dengan kelompok dan kelompok dengan masyarakat ,baik formal maupun material , baik statis maupun dinamis. pedesaan berasal dari suku kata desa yang berasal dari bahasa sansekerta yaitu desi yang berarti tempat tinggal pengertian desa disini adalah suatu kesatuan masyarakat dalam wilayah jelas baik menurut suasana yang formal maupun informal. dimana satuan terkecilnya terdiri dari keluarga yang mempunyai wilayah dan otonomi sendiri dalam penyelengaraan kehidupan dan keterikatan antara keluarga keluarga dalam kelompok masyarakat terjadi sebagai akibat adanya unsurpenguat yang bersifat religius, tradisi dan adat istiadat.

kesimpulannya bahwa definisi sosiologi pedesaan adalah suatu ilmu yang mempelajari masalah sosial baik pendidikan, kebudayaan dan kehidupan masyarakat yang terjadi karena hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan kelompoknya , kelompok dengan kelompok lainnya dan seterusnya.

masyarakat desa adalah suatu kesatuan manusia yang bertempat tinggal di desa dan berinteraksi menurut kepastian ada istiadat tertentuyang bersifat continue .

4 ciri masyarakat desa :

* interaksi antar masyarakat
* adat istiadat norma hukum dan aturan khas yang mengatur tingkah laku warga
* suatu kontinyuitas dalam waktu tertentu
* suatu identitas yang kuat mengikat semua warga

ciri ciri fisik desa

* jumlah penduduk tidak lebih dari 1000 orang
* sebagian besar tanahnya tanah pertanian,kecuali desa nelayan
* tidak terlalu di sibukan dengan kendaraan roda empat di desa relative dari jalan batu dan tanah

ciri ciri masyarakat desa

* hubungan warganya sangat erat
* system kehidupan kelompok berdasarkan system kekeluargaan
* pada umumnya hidup dari hasil pertanian
* cara bertani belum mengenal mekanisme pertanian
* golongan orang tua memegang peranan penting karena itu sukar mengadakan perubahan perubahan yang nyata pada umumnya golongan tua di golongkan pada tradisi yang kuat mereka ini di sebut pimpinan formal
* system pengendali sosial sangat kuat sehingga perkembangan jiwa individu sangat sukar di kembangkan
* rasa persaudaraan yang sangat kuat sekali anatara warganya saling mengenal dan saling menolong

tapi di era globalisasi sekarang ini ciri ciri tersebut sudah banyak yang mengalami perubahan dan dalam sosiologi tidak pernah mengenal kata mutlak. dalam pelaksanaannya kita harus memperhatikan peraturan di desa tersebut lakukan semata mata menghormati adat istiadat yang telah ada dan kita dapat di terima sebagai warganya. sosiologi akan terasa apabila kita sudah terjun langsung kedesa dan berada di lingkungan pedesaan. bagaimana sebenernya menjadi orang desa akan kita rasakan dan bias kita resapi denganbaik jika kita telah mengalami sendiri kesederhanaan yang mereka memiliki patut menjadi teladan bagi kita.

Sosiologi Pendidikan

1. Pengertian sosiologi pendidikan

Sosiologi pendidikan terdiri dari dua kata, sosiologi dan pendidikan. Kedua istilah ini dari segi etimologi tentu saja berbeda maksudnya, namun dalam sejarah hidup dan kehidupan serta budaya manusia, kedua ini menjadi satu kesatuan yang terpisahkan. Terutama dalam system memberdayakan manusia, dimana sampai saat ini memanfaatkan pendidikan sebagai instrument pemberdayaan tersebut11.

Beberapa pemikiran pakar mengenai sosiologi pendidikan yang dikemukakan oleh Ahmadi (1991). Menurut George Payne, yang kerap disebut sebagai bapak sosiologi pendidikan, mengemukakan secara konsepsional yang dimaksud dengan sosiolgi pendidikan adalah by educational sosiologi we the science whith desribes andexlains the institution, social group, and social processes, that is the spcial relationships in which or through which the individual gains and organizes experiences”. Payne menegaskan bahwa, di dalam lembaga-lembaga, kelompok-kelompok social, proses social, terdapatlah apa yang yang dinamakan social itu individu memproleh dan mengorganisir pengalamannya-pengalamannya. Inilah yang merupaka asepek-aspek atau prinsip-prinsip sosiologisnya.

Charles A. Ellwood mengemukakan bahwa Education Sosiologi is the sciense aims to reveld the connetion at all points between the cdukative process and the social, sosiologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari menuju untuk melahirkan maksud hubungan-hubungan antara semua pokok-pokok masalah antara proses pendidikan dan proses social.

Menurut E.B Reuter, sosiologi pendidikan mempunyai kewajiban untuk menganalisa evolusi dari lembaga-lembaga pendidikan dalam hubungannya dengan perkembangan manusia, dan dibatasi oleh pengaruh-pengaruh dari lembaga pendidikan yang menentukan kepribadian social dari tiap-tiap individu. Jadi perinsipnya antara individu dengan lembaga-lembaga social itu selalu saling pengaruh mempengaruhi (process social interaction).

F.G Robbins dan Brown mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan social yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi pengalamannya. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakukan social serta perinsip-perinsip untuk mengontrolnya.

E.G Payne secara spesifik memandang sosiolgi pendidikan sebagai studi yang konfrenhensif tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu yang diterapkan. Bagi Payne sosiologi pendidikan tidak hanya meliputi segala sesuatu dalam bidang sosiologi yang dapat dikenakan analisis sosiologis. Tujuan utamanya ialah memberikan guru-guru, para peneliti dan orang lain yang menaruh perhatian akan pendidikan latihan yang serasi dan efektif dalam sosiologi yang dapat memberikan sumbangannya kepada pemahaman yang lebih mendalam tentang pendidikan (Nasution 1999:4)

Menurut Dictionary of Socialogy, sosiologi pendidikan ialah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental.

Menurut Prof. DR.S.Nasution. Sosiologi pendidikan ialah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.

Menurut F.G. Robbins, Sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang bertugas menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidika.

Menurut penulis, Sosiologi pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.

Dengan berbagai definisi tersebut diatas menunjukkan bahwa sosiologi pendidikan merupakan bagian dari matakuliah-matakuliah dasar-dasar kependidikan di lembaga pendidikan tenaga kependidikan dan sifatnya wajib diberikan kepada seluruh peserta didik.

1. Tujuan sosiologi pendidikan

Francis Broun mengemukakan bahwa sosiologi pendidikan memperhatikan pengaruh keseluruhan lingkungan budaya sebagai tempat dan cara individu memproleh dan mengorganisasi pengalamannya. Sedang S. Nasution mengatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah Ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk memproleh perkembangan kepribadian individu yang lebih baik. Dari kedua pengertian dan beberapa pengertian yang telah dikemukakan dapat disebutkan beberapa konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan, yaitu sebagai berikut:

* Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dalam hal ini harus diperhatiakan pengaruh lingkungan dan kebudayaan masyarakat terhadap perkembangan pribadi anak. Misalnya, anak yang terdidik dengan baik dalam keluarga yang religius, setelah dewasa/tua akan cendrung menjadi manusia yang religius pula. Anak yang terdidik dalam keluarga intelektual akan cendrung memilih/mengutamakan jalur intlektual pula, dan sebagainya.

2. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis perkembangan dan kemajuan social. Banyak orang/pakar yang beranggapan bahwa pendidikan memberikan kemungkinan yang besar bagi kemajuan masyarakat, karena dengan memiliki ijazah yang semakin tinggi akan lebih mampu menduduki jabatan yang lebih tinggi pula (serta penghasilan yang lebih banyak pula, guna menambah kesejahteraan social). Disamping itu dengan pengetahuan dan keterampilan yang banyak dapat mengembangkan aktivitas serta kreativitas social.

3. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis status pendidikan dalam masyarakat. Berdirinya suatu lembaga pendidikan dalammasyarakat sering disesuaikan dengan tingkatan daerah di mana lembaga pendidikan itu berada. Misalnya, perguruan tinggi bisa didirikan di tingkat propinsi atau minimal kabupaten yang cukup animo mahasiswanya serta tersedianya dosen yang bonafid.

4. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis partisipasi orang-orang terdidik/berpendidikan dalam kegiatan social. Peranan/aktivitas warga yang berpendidikan / intelektual sering menjadi ukuan tentang maju dan berkembang kehidupan masyarakat. Sebaiknya warga yang berpendidikan tidak segan- segan berpartisipasi aktif dalam kegiatan social, terutama dalam memajukan kepentingan / kebutuhan masyarakat. Ia harus menjadi motor penggerak dari peningkatan taraf hidup social.

5. Sosiologi pendidikan bertujuan membantu menentukan tujuan pendidikan. Sejumlah pakar berpendapat bahwa tujuan pendidikan nasional harus bertolak dan dapat dipulangkan kepada filsafat hidup bangsa tersebut. Seperti di Indonesia, Pancasila sebagai filsafat hidup dan kepribadian bangsa Indonesia harus menjadi dasar untuk menentukan tujuan pendidikan Nasional serta tujuan pendidikan lainnya. Dinamika tujuan pendidikan nasional terletak pada keterkaitanya dengan GBHN, yang tiap 5 (lima) tahun sekali ditetapkan dalam Sidang Umum MPR, dan disesuaikan dengan era pembangunan yang ditempuh, serta kebutuhan masyarakat dan kebutuhan manusia.

6. Menurut E. G Payne, sosiologi pendidikan bertujuan utama memberi kepada guru- guru (termasuk para peneliti dan siapa pun yang terkait dalam bidang pendidikan) latihan – latihan yang efektif dalam bidang sosiologi sehingga dapat memberikan sumbangannya secara cepat dan tepat kepada masalah pendidikan. Menurut pendapatnya, sosiologi pendidikan tidak hanya berkenaan dengan proses belajar dan sosialisasi yang terkait dengan sosiologi saja, tetapi juga segala sesuatu dalam bidang pendidikan yang dapat dianalis sosiologi. Seperti sosiologi yang digunakan untuk meningkatkan teknik mengajar yaitu metode sosiodrama, bermain peranan (role playing) dan sebagainya.dengan demikian sosiologi pendidikan bermanfaat besar bagi para pendidik, selain berharga untuk mengalisis pendidikan, juga bermanfaat untuk memahami hubungan antara manusia di sekolah serta struktur masyarakat. Sosiologi pendidikan tidak hanya mempelajari masalah – masalah sosial dalam pendidikan saja, melainkan juga hal – hal pokok lain, seperti tujuan pendidikan, bahan kurikulum, strategi belajar, sarana belajar, dan sebagainya. Sosiologi pendidikan ialah analisis ilmiah atas proses sosial dan pola- pola sosial yang terdapat dalam sistem pendidikan.

Jika dilihat zaman peradaban yunani pada masa Plato (427-327 BC), pendidikannya lebih mengutamakan penciptaan manusia sebagai pemikir, kemudian sebagai ksatria dan penguasa. Pada zaman Romawi, seperti masa kehidupan Cicero (106-43 BC),2 pendidikan mengutamakan penciptaan manusia yang hmanistis. Pada abad pertengahan, pendidikan mengutamakan menjadikan manusia sebagai pengabdi Khalik (baik versi Islam maupun versi Kristiani). Pada abad pertengahan (1600-an-1800-an), melahirkan teori Nativisme (Rousseau, 1712-1778), Empirisme oleh Locke (1632-1704) dan konvergensi oleh Stern (1871-1939). Semuanya cendrung kepada nilai individu anak sebagai manusia yang memiliki karakteristik yang unik.

Menurut Nasution (1999:2-4) ada beberapa konsep tentang tujuan Sosiologi Pendidikan, antara lain sebagai berikut:

1. Analisis proses sosiologi (2) analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat, (3) analisis intraksi social di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat, (4) alat kemajuan dan perkembangan social, (5) dasar untuk menentukan tujuan pendidikan, (6) sosiologi terapan, dan (7) latihan bagi petugas pendidikan.

Konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan di atas menunjukkan bahwa aktivitas masyarakat dalam pendidikan merupakan sebuah proses sehingga pendidikan dapat dijadikan instrument oleh individu untuk dapat berintraksi secara tepat di komunitas dan masyarakatnya. Pada sisi yang lain, sosiologi pendidikan akan memberikan penjelasan yang relevan dengan kondisi kekinian masyarakat, sehingga setiap individu sebagai anggota masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan berbagai fenomena yang muncul dalam masyarakatnya.

Namun demikian, pertumbuhan dan perkembangan masyarakat merupakan bentuk lain dari pola budaya yang dibentuk oleh suatu masyarakat. Pendidikan tugasnya tentu saja memberi penjelasan mengapa suatu fenomena terjadi, apakah fenomena tersebut merupakan sesuatu yang harus terjadi, dan bagaimana mengatasi segala implikasi yang bersifat buruk dari berkembangnya fenomena tersebut, sekaligus memelihara implikasi dari berbagai fenomena yang ada.

Tujuan sosiologi pendidikan pada dasarnya untuk mempercepat dan meningkatkan pencapaian tujuan pendidikan secara keseluruhan. Karena itu, sosiologi pendidikan tidak akan keluar darim uapaya-upaya agar pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan tercapai menurut pendidikan itu sendiri. Secara universalm tujuan dan fungsi pendidikan itu adalah memanusiakan manusia oleh manusia yang telah memanusia. Itulah sebabnya system pendidikan nasional menurut UUSPN No. 2 Tahun 1989 pasal 3 adalah “ untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujaun nasional”. Menurut fungsi tersebut jelas sekali bahwa pendidikan diselenggarakan adalan: (1) untuk mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, (2) meningkatkan mutu kehidupan manusia Indonesiam (3) meningkatkan martabat manusia Indonesia, (4) mewujudkan tujuan nasional melalui manusia-masusia Indonesia. Oleh karena itu pendidikan diselenggarakan untuk manusia Indonesia sehingga manusia Indonesia tersebut memiliki kemampuan mengembangkan diri,mmeningkatkan mutu kehidupan, meninggikan martabat dalam ragka mencapai tujuan nasional.

Upaya pencapaian tujuan nasional tersebut adalah untuk menciptakan masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat yang berpradaban yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang sadar akan hak dan kewajibannya, demokratis, bertanggungjawab, berdisiplin, menguasai sumber informasi dalam bidang iptek dan seni, budaya dan agama (Tilaar, 1999). Dengan demikian proses pendidikan yang berlangsung haruslah menciptakan arah yang segaris dengan upaya-upaya pencapaian masyarakat madani tersebut.

Menurut pandangan Nurcholis Majid mengemukakan bahwa masyarakat madani itu adalah masyarakat yang berindikasi seperti termaktub dalam piagam madinah pada zaman Rasulullah Muhammad SAW (Tilaar, 2000).

Saat ini kita mengalami perubahan yang begitu cepat dan drastic, sehingga terjadi perubahan nilai dan menciptakan perbedaan dalam melihat berbagai nilai yang berkembang dalam masyarakat. Menurut Langgulung (1993:389) “kelompokpertama melihat nilai-nilai lama mulai runtuh sedangkan nilai-nilai baru belum muncul yntuk menggantikan yang lama, sedang kelompok kedua melihat keruntuhan nilali-nilai lama itu, tetapi dalam waktu yang bersamaan dapat melihat bagaimana nilai-nilai lama itu, menyelinap masuk kedalam nilai-nilai baru dan membantu menegakkannya”.

Perubahan nilai-nilai dalam masyarakat bukan berarti tidak terperhatikan oleh masyarakat. Namun dalam memperhatikan nilali-nilai yang berkembang tersebut, arah yang menjadi anutan antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya tidaklah sama. Tidak semua masyarakat secara terarah memahami arah dan tujuan hidup secara benar. Arah dan tujuan yang benar menurut Mulkham (1993:195) adalah “secara garis besar arah dan tujuan hidup manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap. Tahap pertama, mengenai kebenaran, tahap kedua, memihak kepada kebenaran dan tahap terakhir adalah berbuat ikhsan secara dan secara individual maupun social yangb terealisasi dalam laku ibadah”.

Sampai saat ini pendidikan dianggap dapat dijadikan sebagai sarana yang efektif dalam menyadarkan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota komunitas dan masyarakat. Pendidikan akan mengembangkan kecerdasan dan penguasaan ilmu pengetahuan, pada sisi yang lain agama akan semakin popular dan terinternalisasi dalam diri setiap pemeluknya, jika diberikan melalui pendidikan.

1. Masyarakat sebagai ruang lingkup pembahasan sosiologi pendidikan

Sosiologi disebut juga sebagai ilmu Masyarakat atau ilmu yang membicarakan masyarakat., maka perlu diberikan pengertian tentang masyarakat. Berikut ini adalah pengertian yang diberikan oleh beberapa pakar sosiologi:

1.1. Masyarakat merupakan jalinan hubungan social, dan selalu berubah. (Mac Iver dan Page).

2. Masyarakat adalah kesatuan hidup makhluk-makhluk manusia yang terikat oleh suatu system adat istiadat tertentu. (Koentjaraningkat).

3. Masyarakat adalah tempat orang-orang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaa. (Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi).

Menurut Soerjono Soekanto, ada 4 (empat) unsure yang terdapat dalam masyarakat, yaitu:

1. Adanya manusia yang hidup bersama, (dua atau lebih)
2. Mereka bercampur untuk waktu yang cukup lama, yang menimbulkan system komunikasi dan tata cara pergaulan lainnya.
3. Memiliki kesadaran sebagai satu kesatuan
4. Merupakan system kehidupan bersama yang menimbulkan kebudayaan.

Komunitas (communiti) adalah suatu daerah/wilayah kehidupan social yang ditandai oleh adanya suatu derajat hubungan social tertentu. Dasar dari suatu komunitas adalah adanya lokasi (unsure tempat) dan perasaan sekomunitas. (Mac Iver dan Page).

Contohnya: 1). Komunitas yang sangat besar adalah Negara, persekutuan Negara-negara. 2). Komunitas yang besar, adalah kota, dan 3). Komunitas kecil adalah desa pertanian, rukun tetangga, dan sebagainya.

Sosiologi Hukum

Sosiologi hokum sebagai Mata kuliah wajib di fakultas hokum

Mazhab: hokum bertujuan untuk mencapai ketertiban dan keadilan (hokum bersifat anti perubahan

Ditolak oleh mazhab unpad

Hokum dapat merubah sikap dan cara berpikir anggota masyarakat (hokum selalu mengikuti perubahan)

Pandangan yang menggabungkan pandangan normative dan sosiologis dalam pembinaan hokum

Pidato Presiden soeharto:

* Hokum tidak boleh dipergunakan untuk mempertahankan status-quo (anti perubahan) -1975
* Hokum yang dibentuk harus memperhatikan anasir-anasir sosiologis -1979

Sosiologi Hukum Kelahirannya dipengaruhi oleh disiplin ilmu:

* Filsafat hokum
* Ilmu Hukum
* Sosiologi

1. Filsafat Hukum

* Aliran Positivisme (hans kelsen)-stufenbau des Recht: hokum bersifat hirakris (hokum tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih atas derajatnya)
* Mazhab sejarah (carl von savigny) : Hukum itu tidak dibuat, akan tetapi tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat (volksgeist)
* Aliran utility (Jeremy bentham) : Hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat, guna mencapai hidup bahagia.
* Aliran sociological Yurisprudence (eugen ehrlich) : hokum yang dibuat, harus sesuai dengan hokum yang hidup di dalam masyarakat (living law).
* Aliran pragmatic legal realism (roscoe Pound) : “law as a tool of social engineering”.

1.Ilmu hokum

Ilmu hokum yang menganggap hokum sebagai gejala social banyak mendorong pertumbuhan sosiologi hokum. Berbeda dengan hans kelsen yang menganggap hokum sebgai gejala normative dan hokum harus dibersihkan dari anasir-anasir sosiologis (non-yuridis)

2. Sosiologi

* Emile Durkheim, dalam setiap masyarakat selalu ada: pertama, solidaritas mekanis: (terdapat dalam masyarakat sederhana ; hokum bersifat represif ; pidana). Kedua, solidaritas organis (terdapat dalam masyarakat modern ; hokum bersifat restitutif ; perdata)
* Max weber, dalam hokum terdapat 4 tipe ideal: pertama, irasional formal. Kedua, irasional materil. Ketiga, rasional formal (dalam masyarakat modern dengan mendasarkan konsep-konsep ilmu hokum). Keempat, rasional materil.

Sosiologi hukum Pengertian

* Soerjono soekanto, sosiologi hokum merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang antara lain meneliti, mengapa manusia patuh pada hokum, dan mengapa dia gagal untuk mentaati hokum tersebut serta factor-faktor social lain yang mempengaruhinya (Pokok-Pokok sosiologi hokum)
* Satjipto rahardjo, sosiologi hokum adalah ilmu yang mempelajari fenomen hokum dengan mencoba keluar dari batas-batas peraturan hokum dan mengamati hokum sebagaimana dijalankan oleh orang-orang dalam masyarakat.
* Soetandyo wignjosoebroto, sosiologi hukum adalah cabang kajian sosiologi yang memusatkan perhatiannya kepada ihwal hukum sebagaiman terwujud sebagai bagian dari pengalaman dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. (hukum; paradigm metode dan dinamika masalahnya)
* David n. Schiff, sosiologi hukum adalah, studi sosiologi terhadap fenomena-fenomena hukum yang spesifik yaitu yang berkaitan dengan masalah legal relation, juga proses interaksional dan organizational socialization, typikasi, abolisasi dan konstruksi social; (pendekatan sosiologis terhadap hukum)

Pandangan sosiologi terhadap hukum

* Hukum merupakan lembaga kemasyarakatan (social institution) yang merupakan himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola-pola perilaku yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia

* Hukum adalah suatu gejala social budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan tertentu terhadap individu-individu dalam masyarakat

Yang diselidiki dalam sosiologi hukum

* Pola-pola perilaku (hukum) masyarakat
* Hubungan timbale balik antara perubahan-perubahan dalam hukum dengan perubahan- perubahan social budaya

Kaidah hukum : hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis

* Mengatur segala segi kehidupan masyarakat
* Aspek hukum merupakan factor yang terpenting untuk dapat memahami seluk beluk kehidupan masyarakat
* Jadi, sifat hakekat dan system hukum merupakan objek kajian yang tidak boleh diabaikan oleh para sosiolog yang khusus memusatkan perhatiannya pada struktur social, perubahan social dan budaya dalam masyarakat tertentu

Sosiologi Hukum : ilmu yang mempelajari hubungan timbale balik antara hukum dan gejala-gejala social lainnya secara empiris analitis.

Antropologi hukum : ilmu yang mempelajari pola-pola sengketa dan bagaiman penyelesaiannya pada masyarakat sederhana dan pada masyarakat modern.

Psikologi hukum : ilmu yang mempelajari bahwa hukum itu merupakan perwujudan dari jiwa manusia

Sejarah hukum : ilmu yang mempelajari hukum positif pada masa lampau /hindia belanda hingga sekarang.

Perbandingan hukum : ilmu yang membandingkan system-sistem hukum yang ada di dalam suatu Negara atau antar Negara.

Paradigma sosiologi hukum

Ilmu yang mempelajari hubungan timbale balik antara hukum dan gejala-gejala social lainnya secara empiris analitis.cth interaksi hukum dengan:

1. Kelompok-kelompok social (Tarka, Pramuka, dharma wanita, korpri –anggaran dasar dan ART)
2. Lembaga-lembaga social (desa, perkawinan, waris, perguruan tinggi- UU Pemda. UU
Perkawinan, hukum adat, UU PT)
3. Stratifikasi (kelas-kelas dalam masyarakat- Psl 27 UUD 1945)
4. Kekuasaan dan wewenang (presiden – UUD 1945)
5. Interaksi social (perdata :P asal 1338 BW)
6. Perubahan-perubahan social (alam investasi-lahir UUPMA)
7. Masalah social (kejahatan,pelacuran,kenakalan remaja- KUHPid dan acara Pidana)

Ruang Lingkup

1. Dasar-dasar social dari hukum

Cth: HN Indonesia, dasar sosialnya adalah pancasila dengan cirri-cirinya : gotong royong, musyawarah, kekeluargaan.

2 Efek-efek hukum terhadap gejala-gejala sosial lainnya
Cth:

* UU PMA terhadap gejala ekonomi
* UU pemilu dan kepartaian terhadap gejala politik
* UU Hak cipta terhadap gejala budaya
* UU Perguruan Tinggi terhadap pendidikan tinggi

Kegunaan Sosiologi Hukum

Memberikan kemampuan

1. Memahami hukum dalam konteks sosialnya, Cth. HK.Waris;
2. Menganalisa dan konstruksi terhadap efektifitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial maupun sebagai sarana untuk merubah masyarakat , Cth. Pungutan resmi menjadi pungli
3. Mengadakan evaluasi terhadap efektifitas hukum di dalam masyrakat, berkaitan dengan wibawa hukum

Objek yang disoroti Sosiologi Hukum

* Hukum dan system sosial masyrakat
* Persamaan dan perbedaan system-sitem hukum
* Sifat system hukum yang dualitis
* Hukum dan kekuasaan
* Hukum dan nilai-nilai sosial budaya
* Kepastian hukum dan kesebandingan
* Peranan hukum sebgai alat untuk merubah masyarakat

Berdasarkan objek yang disoroti tersebut maka dapat dikatakan bahwa:

SOSIOLOGI HUKUM ADALAH ILMU PENGETAHUAN YANG SECARA TERORITIS ANALITIS DAN EMPIRIS MENYOROTI PENGARUH GEJALA SOSIAL LAIN TERHADAP HUKUM DAN SEBALIKNYA

Ada dua model kajian sosiologi hukum

1. Kajian konvensional

Lebih menitikberatkan pada control sosial yang dikaitkan dengan konsep sosialisasi, yang merupakan konsep dan proses untuk menjadikan para individu sebagai anggota masyarakat untuk menjadi sadar tentang eksistensi aturan hukum yang berlaku dalam tingkah laku dan pergaulan sosialnya.

2. Kajian kontemporer

pengkajian terhadap masalah-masalah yuridis empiris atas hukum yang hidup dalam masyarakat yang heterogen dan multikultur

OBJEK YANG DITELITI

Sosiologi hukum dapat dibagi ke dalam tiga kelompok berikut:

1. Sosiologi hukum yang berobjekan hukum;

sosiologi hukum yang mengamati tentang hukum postif. (pembahasan mengenai nilai-nilai), legal oriented
2. Sosiologi yang berobjekan para pelaku hukum; Khusus mengamati para pelaku hukum atau aparat penegak hukum cth : sikap prejudice dari hakim pidana terhadap para tersangka berlainan ras.
3. Sosiologi yang berobjekan pendapat orang mengenai hukum. Objeknya bukan hukum, melainkan pendapat tentang hukum Vth: bagaimana pengaruh dari perbedaan umur,pendidikan, golongan atau status, dan kelas sosial dari masyarakat terhadap tingkat pengetahuan hukum, pendapat hukum, dan kesadaran hukum dari masyarakat tersebut. Bagaiman pendangan masyarakat terhadap para penegak hukum, seperti hakim, jaksa dan advokat, dan lain-lain

Teori-teori dalam Sosiologi hukum

1. Teori klasik

* Pelopor: eugen ehrlich (Austria): konsep “living law” yakni hukum yang hidup dalam masyarakat.
* Tempat hukum dan berkembangnya hukum bukanlah dalam undang-undang atau doltrin (juristic science), melainkan dalam masyarakat.
* Dalam hal ini, studi tentang hukum dilakukan dengan menganalisis hubungan hukum dengan kelompok sosial dan masyarakat.

1. Teori makro

* Pelopor : Max Weber dan Durkheim
* Inti dari teori makro adalah perlu di dalami keterkaitan antara hukum dan bidang-bidang lain di luar hukum, seperti ekonomi, politik kekuasaan, dan budaya.

1. Teori empiris

* Pelopor: Donald black
* Hukum dapat diamati secara eksternal hukum, dengan mengumpulkan berbagai data dari luar hukum, yang disebut dengan perilaku hukum (behavior of law), sehingga dapat memunculkan dalil-dalil tertentu tentang hukum

Pengertian Sosiologi

Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.

Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya.[rujukan?] Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.

Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara, dan berbagai organisasi politik, ekonomi, sosial.

Sejarah Sosiologi

* 1842: Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, bernama August Comte tahun 1842 dan kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi.[rujukan?] Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang masyarakat lahir di Eropa karena ilmuwan Eropa pada abad ke-19 mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial.[rujukan?] Para ilmuwan itu kemudian berupaya membangun suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap tahap peradaban manusia.[rujukan?] Comte membedakan antara sosiologi statis, dimana perhatian dipusatkan pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat dan sosiologi dinamis dimana perhatian dipusatkan tentang perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan. Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi.[rujukan?] Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya berasal dari Eropa).[rujukan?] Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi.

* Émile Durkheim — ilmuwan sosial Perancis — berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis.[rujukan?] Emile memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.
* 1876: Di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan Sosiology dan memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
* Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat.
* Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.
* Di Amerika Lester F. Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology.

Pokok bahasan sosiologi

Pokok bahasan sosiolgi ada empat: 1. Fakta sosial sebagai cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang berada di luar individu dan mempunya kekuatan memaksa dan mengendalikan individu tersebut.

Contoh, di sekolah seorang murid diwajidkan untuk datang tepat waktu, menggunakan seragam, dan bersikap hormat kepada guru. Kewajiban-kewajiban tersebut dituangkan ke dalam sebuah aturan dan memiliki sanksi tertentu jika dilanggar. Dari contoh tersebut bisa dilihat adanya cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang ada di luar individu (sekolah), yang bersifat memaksa dan mengendalikan individu (murid).

2. Tindakan sosial sebagai tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain.

Contoh, menanam bunga untuk kesenangan pribadi bukan merupakan tindakan sosial, tetapi menanam bunga untuk diikutsertakan dalam sebuah lomba sehingga mendapat perhatian orang lain, merupakan tindakan sosial.

3. Khayalan sosiologis sebagai cara untuk memahami apa yang terjadi di masyarakat maupun yang ada dalam diri manusia.[rujukan?] Menurut Wright Mills, dengan khayalan sosiologi, kita mampu memahami sejarah masyarakat, riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya. Alat untuk melakukan khayalan sosiologis adalah persmasalahan (troubles) dan isu (issues). Permasalahan pribadi individu merupakan ancaman terhadap nilai-nilai pribadi. Isu merupakan hal yang ada di luar jangkauan kehidupan pribadi individu.

Contoh, jika suatu daerah hanya memiliki satu orang yang menganggur, maka pengangguran itu adalah masalah. Masalah individual ini pemecahannya bisa lewat peningkatan keterampilan pribadi. Sementara jika di kota tersebut ada 12 juta penduduk yang menganggur dari 18 juta jiwa yang ada, maka pengangguran tersebut merupakan isu, yang pemecahannya menuntut kajian lebih luas lagi.

4. Realitas sosial adalah penungkapan tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga oleh sosiolog dengan mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif.

Ciri-ciri dan Hakekat Sosiologi

Sosiologi merupakan salah satu bidang ilmu sosial yang mempelajari masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu telah memenuhi semua unsur ilmu pengetahuan. Menurut Harry M. Johnson, yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, sosiologi sebagai ilmu mempunyai ciri-ciri, sebagai berikut.

* Empiris, yaitu didasarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat spekulasi (menduga-duga).
* Teoritis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil observasi yang konkret di lapangan, dan abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis dan bertujuan menjalankan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
* Komulatif, yaitu disusun atas dasar teori-teori yang sudah ada, kemudian diperbaiki, diperluas sehingga memperkuat teori-teori yang lama.
* Nonetis, yaitu pembahasan suatu masalah tidak mempersoalkan baik atau buruk masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut secara mendalam.

Hakikat sosiologi sebagai ilmu pengetahuan sebagai berikut.

* Sosiologi adalah ilmu sosial karena yang dipelajari adalah gejala-gejala kemasyarakatan.
* Sosiologi termasuk disiplin ilmu normatif, bukan merupakan disiplin ilmu kategori yang membatasi diri pada kejadian saat ini dan bukan apa yang terjadi atau seharusnya terjadi.
* Sosiologi termasuk ilmu pengetahuan murni (pure science) dan ilmu pengetahuan terapan.
* Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan abstrak dan bukan ilmu pengetahuan konkret. Artinya yang menjadi perhatian adalah bentuk dan pola peristiwa dalam masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya peristiwa itu sendiri.
* Sosiologi bertujuan menghasilkan pengertian dan pola-pola umum, serta mencari prinsip-prinsip dan hukum-hukum umum dari interaksi manusia, sifat, hakikat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat manusia.
* Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Hal ini menyangkut metode yang digunakan.
* Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan umum, artinya sosiologi mempunyai gejala-gejala umum yang ada pada interaksi antara manusia.

Objek Sosiologi

Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan mempunyai beberapa objek.[3]

* Objek Material

Objek material sosiologi adalah kehidupan sosial, gejala-gejala dan proses hubungan antara manusia yang memengaruhi kesatuan manusia itu sendiri.

* Objek Formal

Objek formal sosiologi lebih ditekankan pada manusia sebagai makhluk sosial atau masyarakat. Dengan demikian objek formal sosiologi adalah hubungan manusia antara manusia serta proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam masyarakat.

Ruang Lingkup Kajian Sosiologi

Sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi mengkaji lebih mendalam pada bidangnya dengan cara bervariasi. Misalnya seorang sosiologi mengkaji dan mengamati kenakalan remaja di Indonesia saat ini, mereka akan mengkaji mengapa remaja tersebut nakal, mulai kapan remaja tersebut berperilaku nakal, sampai memberikan alternatif pemecahan masalah tersebut. Hampir semua gejala sosial yang terjadi di desa maupun di kota baik individu ataupun kelompok, merupakan ruang kajian yang cocok bagi sosiologi, asalkan menggunakan prosedur ilmiah. Ruang lingkup kajian sosiologi lebih luas dari ilmu sosial lainnya. Hal ini dikarenakan ruang lingkup sosiologi mencakup semua interaksi sosial yang berlangsung antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok di lingkugan masyarakat. Ruang lingkup kajian sosiologi tersebut jika dirincikan menjadi beberapa hal, misalnya antara lain:

* Ekonomi beserta kegiatan usahanya secara prinsipil yang berhubungan dengan produksi, distribusi,dan penggunaan sumber-sumber kekayaan alam;
* Masalah manajemen yaitu pihak-pihak yang membuat kajian, berkaitan dengan apa yang dialami warganya;
* Persoalan sejarah yaitu berhubungan dengan catatan kronologis, misalnya usaha kegiatan manusia beserta prestasinya yang tercatat, dan sebagainya.

Sosiologi menggabungkan data dari berbagai ilmu pengetahuan sebagai dasar penelitiannya. Dengan demikian sosiologi dapat dihubungkan dengan kejadian sejarah, sepanjang kejadian itu memberikan keterangan beserta uraian proses berlangsungnya hidup kelompok-kelompok, atau beberapa peristiwa dalam perjalanan sejarah dari kelompok manusia. Sebagai contoh, riwayat suatu negara dapat dipelajari dengan mengungkapkan latar belakang terbentuknya suatu negara, faktor-faktor, prinsip-prinsip suatu negara sampai perjalanan negara di masa yang akan datang. Sosiologi mempertumbuhkan semua lingkungan dan kebiasaan manusia, sepanjang kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia dan dapat memengaruhi pengalaman yang dirasakan manusia, serta proses dalam kelompoknya. Selama kelompok itu ada, maka selama itu pula akan terlihat bentuk-bentuk, cara-cara, standar, mekanisme, masalah, dan perkembangan sifat kelompok tersebut. Semua faktor tersebut dapat memengaruhi hubungan antara manusia dan berpengaruh terhadap analisis sosiologi.

Perkembangan pada massa pencerahan

Banyak ilmuwan-ilmuwan besar pada zaman dahulu, seperti Sokrates, Plato dan Aristoteles beranggapan bahwa manusia terbentuk begitu saja. Tanpa ada yang bisa mencegah, masyarakat mengalami perkembangan dan kemunduran.

Pendapat itu kemudian ditegaskan lagi oleh para pemikir di abad pertengahan, seperti Agustinus, Ibnu Sina, dan Thomas Aquinas. Mereka berpendapat bahwa sebagai makhluk hidup yang fana, manusia tidak bisa mengetahui, apalagi menentukan apa yang akan terjadi dengan masyarakatnya. Pertanyaan dan pertanggungjawaban ilmiah tentang perubahan masyarakat belum terpikirkan pada masa ini.

Berkembangnya ilmu pengetahuan di abad pencerahan (sekitar abad ke-17 M), turut berpengaruh terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat, ciri-ciri ilmiah mulai tampak di abad ini. Para ahli di zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal manusia.

Pengaruh perubahan yang terjadi di abad pencerahan

Perubahan-perubahan besar di abad pencerahan, terus berkembang secara revolusioner sapanjang abad ke-18 M. Dengan cepat struktur masyarakat lama berganti dengan struktur yang lebih baru. Hal ini terlihat dengan jelas terutama dalam revolusi Amerika, revolusi industri, dan revolusi Perancis. Gejolak-gejolak yang diakibatkan oleh ketiga revolusi ini terasa pengaruhnya di seluruh dunia. Para ilmuwan tergugah, mereka mulai menyadari pentingnya menganalisis perubahan dalam masyarakat.

Gejolak abad revolusi

Perubahan yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangasawan dan kaum Rohaniwan yang semula bergemilang harta dan kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang semula berkuasa penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang di tetapkan. Banyak kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang jatuh dan terpecah.
Revolusi Perancis berhasil mengubah struktur masyarakat feodal ke masyarakat yang bebas

Gejolak abad revolusi itu mulai menggugah para ilmuwan pada pemikiran bahwa perubahan masyarakat harus dapat dianalisis. Mereka telah menyakikan betapa perubahan masyarakat yang besar telah membawa banyak korban berupa perang, kemiskinan, pemberontakan dan kerusuhan. Bencana itu dapat dicegah sekiranya perubahan masyarakat sudah diantisipasi secara dini.

Perubahan drastis yang terjadi semasa abad revolusi menguatkan pandangan betapa perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan besar dalam masyarakat. Artinya :

* Perubahan masyarakat bukan merupakan nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan dapat diketahui penyebab dan akibatnya.
* Harus dicari metode ilmiah yang jelas agar dapat menjadi alat bantu untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat dengan bukti-bukti yang kuat serta masuk akal.
* Dengan metode ilmiah yang tepat (penelitian berulang kali, penjelasan yang teliti, dan perumusan teori berdasarkan pembuktian), perubahan masyarakat sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga krisis sosial yang parah dapat dicegah.

Kelahiran sosiologi modern

Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada. Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi muncul pertama kalinya).

Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.

Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern.

Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan masyarakat dapat dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul. Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh. Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research) dalam sosiologi.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sosiologi

Pengertian Hukum

Untuk kegunaan hukum dalam bilang ilmiah (ilmu), lihat hukum (ilmiah)

Patung Dewi Keadilan (Lady Justice) atau Justitia, personifikasi kekuatan moral yang mendasari sistem hukum, terutama di Dunia Barat

Hukum [4] adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. [5] dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela."

Bidang Hukum

Hukum dapat dibagi dalam berbagai bidang, antara lain hukum perdata, hukum publik, hukum pidana, hukum acara, hukum tata negara, hukum internasional, hukum adat, hukum islam, hukum agraria

Hukum perdata

Salah satu bidang hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara individu-individu dalam masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga hukum privat atau hukum sipil. Salah satu contoh hukum perdata dalam masyarakat adalah jual beli rumah atau kendaraan .

Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:

1. Hukum keluarga
2. Hukum harta kekayaan
3. Hukum benda
4. Hukum Perikatan
5. Hukum Waris

Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum dengan orang lain.atau Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan masyarakat. Hukum publik adalah hukum yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan tentang masyarakat

dan menjadi hukum perlindungan publik.

Hukum pidana

Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan sebagainya Dalam hukum pidana dikenal, 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran, kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang, seperti tidak pakai helem, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya.

Hokum pidana dalam islam di namakan qisas yaitu nyawa di balas dengan nyawa, tangan dengan tangan, tetapi di dalam islam ketika ada orang yang membunuh tidak langsung di bunuh harus ada proses pemeriksaan apakah yang membunuh itu sengaja atau tidak di sengaja, jika sengaja jelas hukumannya adalah dibunuh jika tidak di sengaja wajib membayar didalam islam wajib memerdekakan budak yang selamat, jika tidak ada membayar dengan 100 onta, jika mendapat pengampunan dari si keluarga korban maka biosa tidak terkena hukuman.

Hukum acara

Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum acara atau sering juga disebut hukum formil. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara agar hukum (materiil) itu terwujud atau dapat diterapkan/dilaksanakan kepada subyek yang memenuhi perbuatannya . Tanpa hukum acara maka tidak ada manfaat hukum materiil. Untuk menegakkan ketentuan hukum pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk hukum perdata maka ada hukum acara perdata. Hukum acara ini harus dikuasai para praktisi hukum, polisi, jaksa, pengacara, hakim.

tegaknya supremasi hukum itu harus dimulai dari penegak hukum itu sendiri. yang paling utama itu adalah bermula dari pejabat yang paling tingi yaitu mahkamah agung ( [MA] )harus benar-benar melaksanakan hukum materil itu dengan tegas. baru akan terlaksana hukum yang sebenarnya dikalangan bawahannya. (w2n_11)


Hukum internasional

Hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antar negara satu dengan negara lain secara internasional Universa, yang mengandung dua pengertian dalam arti sempit dan luas.

1. Dalam arti sempit meliputi : Hukum publik internasional
2. Dalam arti luas meliputi : Hukum publik internasional dan hukum perdata internasional

Sistem Hukum

Ada berbagai jenis sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh negara-negara di dunia pada saat ini, antara lain sistem hukum Eropa Kontinental, common law system, sistem hukum Anglo-Saxon, sistem hukum adat, sistem hukum agama.

Sistem hukum Eropa Kontinental

Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini.

Common law system adalah SUATU sistem hukum yang di gunakan di Inggris yang mana di dalamnya menganut aliran frele recht lehre yaitu dimana hukum tidak dibatasi oleh undang-undang tetapi hakim diberikan kebebasan untuk melaksanakan undang-undang atau mengabaikannya.

Sistem hukum Anglo-Saxon

Sistem Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.

Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara.

Sistem hukum adat/kebiasaan

Hukum Adat adalah adalah seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah. misalnya di perkampungan pedesaan terpencil yang masih mengikuti hukum adat.

Sistem hukum agama

Sistem hukum agama adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu. Sistem hukum agama biasanya terdapat dalam Kitab Suci.