"HIDUP TAK AKAN PERNA MENDAPATKAN KEDUDUKANNYA MENJADI SEBUAH KEBENARAN YANG UNTUH SECARA OBYEKTIF, HIDUP AKAN TERUS BERLANJUT DAN TERUS BERKEMBANG BERDASARKAN ZAMANNYA TAK ADA YANG ABADI DAN TAK ADA YANG TETAP".

Respon Hari Anti Korupsi dan Hari HAM

Respon Hari Anti Korupsi dan Hari HAM
Gambar ini diambil pada tanggal 9 Desember 2011, Front Perjuangan Rakyat (FPR-SULTENG).

Minggu, 25 Desember 2011

Berpikir dengan Pendekatan Materialisme Dialektis dan Historis


Oleh : Martin Suryajaya

“Materialisme adalah konsepsi filsafat Marxis, sedang dialektika adalah metode-nya” sedangkan “materialisme historis adalah penerapan atau pengenaan materialisme dialektik ke alam sejarah manusia”—demikian tutur Njoto dalam kuliahnya di tahun 1961.1 Kedua pernyataan tersebut dapat kita uraikan dalam tiga pokok pengertian: materialisme, dialektika dan historisitas. Melalui uraian atas pokok-pokok ini kita akan mengerti apa yang dimaksud sebagai “berpikir dengan pendekatan materialisme dialektis dan historis”.

1. Materialisme

Seperti kita ketahui secara umum, materialisme pada mulanya merupakan gugus pengertian bahwa materi (ikhwal indrawi) adalah hakikat dari realitas. Marx merubah pandangan umum ini. Baginya, materialisme macam itu hanya benar untuk materialisme klasik hingga abad ke-18. Dalam Tesis pertamanya tentang Feuerbach, Marx menunjukkan pengertian baru dari materialisme:

Pengantar Marxisme Althusser


Oleh: Martin Suryajaya

Harry Cleaver, dalam Reading Capital Politically, menyatakan bahwa proyek pemikiran Althusser adalah “rekonstruksi atas dogmatisme usang” dan karenanya Althusser ditempatkan dalam kategori “Ortodoksi Baru”.1 Bagi kita yang membaca sejarah secara terbalik—yakni membaca dari teori-teori trendi masa kini untuk lalu membaca ke belakang, ke sumber teori-teori tersebut—intuisi yang pertama kali muncul adalah kebingungan. Bagaimana bisa Althusser, sang Bapak Marxisme Prancis kontemporer yang pengaruhnya beranak-pinak hingga pemikir yang sering dikutip seperti Žîžek, Badiou, Ranciere, Laclau-Mouffe, bagaimana bisa orang seperti itu diklasifikasikan sebagai Ortodoksi Baru? Bukankah, misalnya, post-Marxism nya Laclau dan Mouffe amatlah jauh dari kesan yang ditimbulkan dari ungkapan “ortodoksi”? Lantas apa yang ortodoks dari seorang pemikir yang memungkinkan lahirnya sejumlah keragaman tradisi teoritik? Tak ada jawaban untuk pertanyaan ini selama kita tidak mempelajari sejarah ide Marxisme di Prancis yang melatar-belakangi kemunculan Althusser dan Althusserianisme. Tulisan singkat ini adalah pengantar umum tentang Marxisme khas Althusser.

Minggu, 11 Desember 2011

Malaysia dan Hari-Hari Julinya


Kedamaian dan Ketentraman - Mahkota dari setiap kelas penguasa di setiap epos. Pada 9 Juli, demonstrasi 50 ribu orang di tengah kota Kuala Lumpur merampok kelas penguasa Malaysia dari kedamaian dan ketentraman ini. Diorganisir oleh sebuah koalisi NGO-NGO dan kelompok-kelompok sipil, yang disebut koalisi Bersih 2.0, demonstrasi ini mengguncang Malaysia sampai ke dasarnya.
Belajar dari kelas penguasa di negara-negara Arab, bahwa mereka tidak boleh menunjukkan tanda-tanda kelemahan, pemerintahan UMNO dengan segera menyerang demonstrasi ini bahkan beberapa minggu sebelum ini dimulai. Bagian pertama dari gerakan ini yang mereka serang adalah kaum sosialis dari Partai Sosialis Malaysia (PSM), karena mereka paham betul bahwa PSM adalah elemen paling berbahaya di dalam gerakan ini: sebuah partai politik dengan sebuah program. Kelas penguasa mengerti bahwa NGO, kelompok-kelompok sipil, dan segala macam elemen-elemen liberal demokratik semacam itu, karena watak dasar mereka -- goyah di momen-momen penentuan, ragu ketika bergerak maju -- tidak akan pernah bisa memberikan sebuah kepemimpinan politik untuk menentangnya dengan serius. Sebuah partai politik dibutuhkan, sebuah partai dengan program sosialis yang dapat memberikan sebuah ekspresi politik yang terorganisir untuk gerakan ini. PSM memiliki potensial untuk menjadi partai politik ini. Dalam beberapa tahun belakangan ini, PSM telah tumbuh kuat dan suaranya mendapat gaung di antara kaum tertindas. Ia memenangkan anggota parlemennya yang pertama dua tahun yang lalu. Ini sungguh mengkhawatirkan kelas penguasa.

Pakistan yang Lain


Keganasan yang dengannya “komunitas internasional” dan media dunia mempersetan, menghina, dan mengutuk negara Pakistan telah mencengangkan elit penguasa setempat di negeri itu. Serangan-serangan yang menyengat, yang dilancarkan oleh para pemikir-strategis (think-tank) dan cendekiawan imperialis, terhadap ISI [agen rahasia Pakistan] dan pemerintahan negeri itu tidak pernah terjadi sebelumnya.

Sebuah “negara yang gagal”, “tempat yang paling berbahaya di dunia”, “sangat penuh kebohongan”, “pengkhianat”, adalah beberapa ungkapan yang digunakan untuk menggambarkan negara Pakistan. The Economist menulis dalam edisi terakhirnya, “Bila ditempatkan di manapun, Pakistan – yang juga memiliki catatan terburuk di dunia dalam hal pelucutan senjata nuklir – dapat dianggap sebagai sebuah negara berandalan (rogue state)”.
Semuanya ini secara parsial bahkan mungkin secara total benar bila kita berbicara tentang elit Pakistan, klas-klas penguasanya, dan para aparatur negaranya yang kebingungan. Namun kenyataannya, pemerintahan apapun yang kita jumpai di Pakistan, itu merupakan bikinan kaum imperialis sendiri. Tidak ada keraguan bahwa klas-klas penguasa yang terlambat tampil di panggung sejarah dan lemah secara ekonomi terpaksa bersandar pada imperialisme dan bergabung dengan sisa-sisa feodalisme sejak negeri itu dilahirkan.

Pokok-Pokok Sejarah Pemikiran Trotsky (Bagian Tiga)


Bagian Tiga: Trostky dalam Revolusi 1905
Revolusi pertama pecah di Rusia. Tahun 1905. Dua puluh ribu buruh berjalan menuju istana Tsar. Mereka penyampaikan petisi: menuntut perbaikan kondisi kehidupan rakyat. Massa meneriakkan yel-yel dan menunjukkan keberaniannya di depan rejim. Tsar gerah dan bingung. Penguasa sebuah imperium di Eropa timur ini kemudian memerintahkan tentaranya menumpas para “pemberontak”. Terlihat letupan api pada moncong senapan para tentara. Terdengar bunyi tembakan bersahutan. Korban berjatuhan. Ratusan massa tewas tertembus peluru. Ribuan massa terluka.
Inilah yang disebut Bloody Sunday (Minggu Berdarah) dalam sejarah Rusia. Sebuah kobaran besar yang apinya mampu menggoyang  tiang-tiang penyangga absolutisme otokrasi Tsar. Percikan apinya juga menyebar ke mana-mana, sampai  ke Munich. Hingga membuat Trotsky meninggalkan Munich untuk membantu pemberontakan.
Trotsky adalah salah satu dari para pemimpin emigran yang pertama kembali ke Rusia dari pengasingan. Ia mulai bekerjasama dengan kalangan bawah dari kaum Bolshevik dan Menshevik serta memproduksi selebaran-selebaran, seruan-seruan, surat pernyataan, esai dan pamflet-pamflet mengenai strategi-taktik politik. Peristiwa heroik ini membuatnya lebih yakin tentang perlunya proletariat dalam mengambil alih kekuasan.

Dari semua jajaran pemimpin Sosial Demokrat[1], adalah Trotsky yang memainkan peran palin penting di tahun 1905. Lunacharsky, salah seorang kawan dekat Lenin, menceritakan perihal Trotsky sebagai berikut:
“ ...Saya musti mengatakan bahwa dari seluruh pemimpin Sosial Demokrat  tahun 1905-1906, tanpa diragukan lagi, Trotskylah yang sangat menonjol....   Trotsky mengerti dengan baik dibanding yang lain apa artinya perjuangan politik pada skala luas, pada skala nasional. Dia lahir dari revolusi yang tengah mencapai puncak popularitas....  Trotsky kemudian berdiri  di peringkat paling depan.”

Pasifisme Sebagai Pelayan Imperialisme


Sumber: Communist International, Edisi Bahasa Inggris, No. 5. Tidak ada tanggal kapan artikel ini diterbitkan, namun artikel ini jelas ditulis pada periode Pemerintahan Provisional pertengahan tahun 1917, ketika Menshevik masih memiliki mayoritas di Kongres Soviet
Penerjemah: Ted Sprague (1 Oktober 2011) dari Pacifism as the Servant of Imperialisme , Leon Trotsky Internet Archive
-------------------------------------------------------------------------------
Tidak pernah ada begitu banyak kaum pasifis di dunia seperti sekarang ini, ketika di semua negeri manusia saling membunuh. Setiap epos sejarah tidak hanya memiliki tekniknya sendiri dan bentuk politiknya sendiri, tetapi juga kemunafikannya sendiri yang unik. Dulu kala, manusia saling menghancurkan atas nama ajaran Kristen mengenai cinta kasih kemanusiaan. Sekarang, hanya pemerintah-pemerintah terbelakang saja yang berperang atas nama Yesus Kristus. Negara-negara progresif saling memotong leher masing-masing atas nama pasifisme. Wilson[1] menyeret Amerika ke peperangan atas nama Liga Bangsa-Bangsa dan perdamaian abadi. Kerensky[2] dan Tsereteli[3] memerintahkan serangan ofensif demi perdamaian secepatnya.

Epos kita tidak memiliki satire-satire macam Juvenal[4]. Biarpun begitu, bahkan senjata satire yang paling kuat pun beresiko menjadi tak berdaya di hadapan kekejian dan kebodohan, dua elemen yang dibebaskan oleh perang ini.

Pokok-Pokok Sejarah Pemikiran Trotsky


Bagian Satu: Bertemu Lenin
Fajar belum sepenuhnya memudar di langit kota London, pintu rumah Lenin tiba-tiba diketuk keras oleh seseorang yang nampaknya sedang tergesa-gesa. Istri Lenin, Nadezhda Krupskaya, segera membukakan pintu dan membawanya menuju kamar kerja Lenin.
“Ohh, Kamerad...,” ucap Lenin kaget.
“Bronstein, dari Yanovka,” sahut seseorang itu.
Lenin sungguh terkejut, ternyata yang datang adalah seorang pemuda revolusioner dari Yanovka yang sudah ia kenal namanya. Ya, pemuda itu adalah Lev Bronstein, yang di kemudian hari dikenal dengan nama: Leon Trotsky[1].

Usai Krupskaya kembali dengan kopi, Lenin langsung mengajak Trotsky terlibat dalam diskusi dengan para pemberontak muda. Masa itu sangat berkesan bagi Trotsky . Tahun 1902.
Trotsky, yang lahir dengan nama lengkap Lev Davidovich Bronstein, sudah terkenal di kalangan kaum radikal sebagai organiser buruh, pemikir, dan penulis berbakat. Setelah menghabiskan waktu di penjara Siberia karena aktivitasnya di serikat buruh, ia melarikan diri ke Inggris atas permintaan Lenin. Tetapi ketika mendengar kabar bahwa gerakan rakyat Rusia mulai tumbuh, dan atas desakan kawan-kawannya serta istri pertamanya, Alexandra Sokolovskaya[2], Trotsky kemudian kembali lagi ke Rusia untuk melanjutkan perjuangan.

Manusia Tidak Hidup dari Politik Saja


Gagasan sederhana ini – manusia tidak hidup dari politik saja – harus sepenuhnya dipahami dan dipikirkan oleh semua yang berpidato 

atau menulis untuk tujuan propaganda. Waktu yang berubah membawa nada yang berubah. Sejarah partai kita sebelum revolusi adalah sejarah politik revolusioner. Literatur partai, organisasi partai – semuanya dikuasai oleh politik dalam pengertian yang paling langsung dan sempit dari kata tersebut. Krisis revolusioner telah membuat kepentingan-kepentingan dan masalah-masalah politik bahkan lebih intensif. Partai harus merekrut elemen-elemen kelas buruh yang paling aktif secara politik. Saat ini kelas buruh sangatlah sadar akan pencapaian-pencapaianfundamental dari revolusi ini. Kita tidak perlu mengulang-ulang lagi dan lagi cerita mengenai hasil-hasil tersebut. Ini sudah tidak lagi menggugah pikiran kaum buruh, dan justru lebih mungkin menghapus dari pikiran kaum buruh pelajaran-pelajaran dari masa lalu. Dengan penaklukan kekuasaan dan konsolidasinya sebagai hasil dari perang saudara, masalah-masalah utama kita telah bergeser ke kebutuhan-kebutuhan kebudayaan dan rekonstruksi ekonomi. Mereka telah menjadi lebih rumit, lebih detil, dan lebih langsung. Namun, untuk membenarkan semua perjuangan sebelumnya dan semua pengorbanan kita, kita harus belajar memahami masalah-masalah kebudayaan yang beragam ini, dan menyelesaikan mereka satu-per-satu.

Sekarang, apa yang sebenarnya telah dicapai dan diamankan oleh kelas buruh dari revolusi ini?

Pelajaran-pelajaran Komune Paris


Setiap kali kita mempelajari sejarah Komune Paris, kita melihatnya dari aspek yang baru. Dan ini adalah karena pengalaman yang telah kita peroleh dari perjuangan-perjuangan revolusioner sesudahnya dan terutama oleh revolusi-revolusi baru-baru ini, bukan hanya Revolusi Rusia, tetapi juga Revolusi Jerman dan Hungaria. Peperangan Franco-Jerman[1] adalah sebuah ledakan yang berdarah-darah, sang pembawa pembantaian besar. Komune Paris adalah pembawa revolusi proletar dunia.
Komune Paris menunjukkan kepada kita kepahlawanan rakyat pekerja, kemampuan mereka untuk bersatu, keberanian mereka untuk berkorban demi masa depan, tetapi pada saat yang sama Komune Paris menunjukkan kepada kita ketidakmampuan massa untuk memilih jalan mereka, keragu-raguan kepemimpinan gerakannya, kecondongan fatal mereka untuk berhenti setelah keberhasilan-keberhasilan awal, yang oleh karenanya memungkinkan musuhnya untuk mengambil napas dan membangun kembali posisinya.
Komune Paris tiba terlambat. Ia memiliki semua peluang untuk merebut kekuasaan pada 4 September dan ini akan memungkinkan kaum proletariat Paris untuk segera menempatkan diri mereka sebagai pemimpin kaum pekerja seluruh Prancis dalam perjuangan mereka melawan semua kekuatan-kekuatan dari masa lalu, melawan Bismarck[2] dan juga Thiers[3]. Tetapi kekuasaan jatuh ke tangan kaum demokrat yang hanya gemar berpidato. Kaum proletar Paris tidak punya sebuah partai, atau para pemimpin yang telah terikat kuat oleh perjuangan-perjuangan sebelumnya. Para patriot borjuis kecil, yang mengira diri mereka sosialis dan mencari dukungan para buruh, sesungguhnya tidak punya kepercayaan diri. Mereka mengoyahkan kepercayaan diri kaum proletar. Mereka terus mencari para pengacara terkemuka, jurnalis-jurnalis, wakil-wakil parlemen, yang tas-tasnya hanya berisi beberapa frase-frase revolusioner yang tidak jelas, untuk mempercayakan kepemimpinan gerakan pada mereka.

Jumat, 09 Desember 2011

BTNLL Berkilah Tolak


Pembangunan Jalan dan Perumahan di Katu

Sumber : SUARA SULTENG
Kamis, 13 Maret 2008

Palu-Balai Taman Nasional Lore Lindu (BTNLL) berkilah atas penolakannya terhadap rencana pembangunan proyek jalan dan pemukiman di desa Katu, Kabupaten Poso.

Humas BTNLL, Agus Yulianto, ketika dikonfirmasi Suara Sulteng di kantornya, Rabu (12/3) kemarin, menampik tuduhan penolakan yang dialamatkan ke lembaganya karena katanya itu bakan wewenang Balai untuk menolak atau menyetujui adanya rencana pengalih-fungsian sebagian kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) menjadi jalan tetapi penentuan kebijakannya ada dimateri kehutanan. “Itu bukan wewenang kami, tetapi materi Kehutanan,” Kata Agus.

Menurutnya, apa yang yang dilakukan Balai, hanya menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan kewenangan yang diberikan, berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam (SDA), hayati dan Ekosistem serta UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999.
Agus menjelaskan, ada tiga fungsi Taman Nasiona yaitu pertama perlindungan sistem, kedua pengawetan keanekaragaman hayati, tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari SDA, keanekaragaman hayati, tumbuhan dan satwa di dalam kawasan Taman Nasional (TN).

Agama dan Kemiskinan

Oleh : Adriansyah, Mahasiswa Sosiologi, Fisip Universitas Tadulako

Apakah hubungan agama dan ketertindasan ? dalam agama penindasan terhadap sesama manusia sangat dilarang, agama adalah jalan menuju surgawi, sementara penindasan merupakan perlakuan orang yang melanggar hak-hak diri terhadap sesamanya dan selalu berkaitan dengan perlakuan kekerasan terhadap sesama manusia, agama diberikan sosok ilahi kepada manusia.

Ketertindasan yang saya maksutkan disini adalah ketertindasan  ekonomi yang menyebabkan orang miskin dan sengsara.

Jadi tidak ada hubungan antara agama dan ketertindasan, bernarkah demikian..? agama sangat melarang kekerasan terhadap sesama, apalagi dalam agama kristen yang menjunjung tinggi kasih terhadap sesama manusia, dan tidak ada agama yang membenarkan penindasan, lalu apa hubungannya antara agama dan ketertindasan..? dalam kehidupan sosio ekonomi politik yang religius masyarakat terbagi atas dua kelas ada yang disebut kelas tertindas dan ada yang disebut kelas penindas yaitu orang-orang yang melakukan eksploitasi terhadap sesama manusia sehingga menyebabkan manusia-manusia lain tertindas dan sengsara.

Kamis, 08 Desember 2011

Bencana dan Kemiskinan


Oleh : Adriansyah, Mahasiswa Sosiologi, Fisip Universitas Tadulako Palu

“Berserah kepada Tuhan, mungkin ini adalah keinginannya karena manusia semakin  seraka,” begitulah ungkapan yang kerapkali dinyatakan oleh orang-orang ketika mendapat bencana. Lebih tragis lagi, semua orangketika bencana datang harus berseru mempertanyakan hal yang sama, “inilah fakta yang harus kita terima suka atau tidak” Berbagai bencana terus melanda negeri ini. “Bagi kami kaum awam, hanya bisa pasrah dan menerima serta taat terhadap ajaran-anjar kebaikan yang kami peroleh dari keyakinan kami masing-masing.” Gelisah seorang kawan.  Sudah sekian tahun indonesia selalu mengalami bencana mungkin belum hilang dalam benak kita kejadian  pada tanggal 26 desember 2004 sunami yang melanda kota Aceh, semua orang berdoa dan berbondong-bondong memberikan bantuan mulai dari luar negeri hingga ke tingkat daerah di indonesia.

Kamis, 01 Desember 2011

Tugas-Tugas Demokratik Kaum Buruh (Pengantar Diskusi)

08/05/2011

 
Oleh Ganjar Krisdiyan*

Ketika menerima undangan dari TURC ini, melihat tema diskusinya: Transformasi Gerakan Buruh Menuju Gerakan Sosial dan Politik, mengingatkan saya kembali ketika memulai terlibat dalam gerakan, saya memulai semuanya sejak akhir tahun 1995 sebagai aktivis kampus, dan pada awal-awal tahun 1996 saya mulai melibatkan diri dalam rencana pemogokan umum/gabungan buruh di Tandes Surabaya bersama Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI), pada waktu itu selain menuntut masalah-masalah normatif seperti cuti haid dan cuti hamil, pembayaran uang lembur, jamsostek dll PPBI juga menuntut Upah Minimum Nasional (UMN) sebesar Rp. 7000,-/hari (pada saat itu upah buruhnya hanya Rp. 3500,-/hari, Pencabutan Dwi Fungsi ABRI dan Pencabutan 5 Paket UU Politik. Seketika, pada satu hari setelah dimulainya pemogokan, kehebohan terjadi, hampir semua koran memberitakan, dengan tema yang hampir mirip, yaitu BURUH MENUNTUT DEMOKRASI, APA HUBUNGANNYA? Pemberitaan-pemberitaan pun dibuat sangat berat sebelah, dan yang paling banyak dimuat adalah pernyataan-pernyataan dari penguasa militer, baik daerah (Pangdam) maupun nasional (terutama dari Kasospol ABRI), yang inti pendapatnya kira-kira “BURUH KOK MENUNTUT DEMOKRASI, PASTI ADA YANG MENUNGGANGI”.