"HIDUP TAK AKAN PERNA MENDAPATKAN KEDUDUKANNYA MENJADI SEBUAH KEBENARAN YANG UNTUH SECARA OBYEKTIF, HIDUP AKAN TERUS BERLANJUT DAN TERUS BERKEMBANG BERDASARKAN ZAMANNYA TAK ADA YANG ABADI DAN TAK ADA YANG TETAP".

Respon Hari Anti Korupsi dan Hari HAM

Respon Hari Anti Korupsi dan Hari HAM
Gambar ini diambil pada tanggal 9 Desember 2011, Front Perjuangan Rakyat (FPR-SULTENG).

Jumat, 03 Juni 2011

SEJARAH SINGKAT DESA MANTIKOLE

Oleh : Adriansyah

Desa Mantikole merupakan salah satu Desa yang berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Dolo Barat, Kabupaten Sigi. Yang wilayahnya meliputi daratan dan pegunungan. Dengan batas-batasnya sebelah utara Desa Balamoa, sebelah timur Desa Pesaku,Bobo, sebelah selatan Desa Jono dan sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Pinembani.

Adapun terjadinya Desa Mantikole menurut sejarah atau cerita para petua adat, toko masyarakat dan nara sumber lainnya desa mantikole kurang lebih satu abad yang lalu ada beberapa tentara kerajaan yang menebang dan membakar hutan belantara hingga hangus menjadi arang atau dalam bahasa warga suku kaili inde yang berdomosili dikawasan pegunungan Onguntofato yang merupakan salah satu puncak tertinggi dari seluruh puncak yang ada disekitar kawasan pegunungan sejumlah desa yang berada diwilyah administrasi kecamatan Dolo Barat tepatnya dipegunungan Desa Balamoa dimana kejadian tersebut berlansung masyarakat menyebutnya Mantikole, setelah dipahami secara seksama daptlah kita simpulkan arti dari mantikole itu adalah Arang yang merupakan hasil pembakaran hutan untuk dijadikan satu kawasan pemukiman punduduk setempat pada saat itu “ namun seiring dengan pergantian zaman perkembangan roda pemerintahan dan dunia pendidikan sebagian menjadikan satu singkatan yang menanti kasih dan oleh-oleh.

Kemudian sebelum nama Desa Mantikole ini dikenal oleh banyak orang awalnya masih bernama Desa Bobo, yang pusat pemerintahannya terletak dijalanPermandian Air Panas Dusun 1 Desa Mantikole pada saat ini setelah memisahkan diri dari Desa Pesaku pada tahun 1890 masehi dengan kepala Desa pertama bernama RAPABIBO yang merupakan salah satu putra Asli Etnis kaili inde pada saat itu.

Tidak terasa waktu terus berjalan, tahun terus berganti kepadatan penduduk pun semakin meningkat pesat diakibatkan banyaknya suku pendatang yang berdatangan dari berbagai pelosok untuk mencari mata pencaharian didesa tersebut demi kelansungan hidupnya, akhirnya pada tahun 1940. Seorang putra bernama MALASIKI yang menjadi kepala Desa ke tiga pada saat itu menyarankan agar desa tersebut dibentuk menjadi dua bagian, maka terjadilah perpecahan menjadi dua Desa yaitu, Desa Bobo dan Desa Gunung yang warga penduduknya adalah mayoritas etnis kaili inde. Sekarang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Sulawesi Tengah setelah dua puluh lima tahun berjalan, hingga sampai pada kepala Desa yang delapan bernama DM. YOLULEMBAH, pada tahun 1965 Bobo Gunung meninggalkan nama menjadi desa MANTIKOLE sampai pada saat ini kepala Desa yang ketiga belas bernama MUCHTAR. K. untuk periode 2007/ sd 2012

Hal ini disebabkan karena penduduknya yang bermukim diperkampungan tersebut memilih untuk turun dan tinggal dilembah sekaligus. Bermusyawarah denga para tokoh masyarakat dan unsure-unsur lainnya agar nama Mantikole dijadikan Nama Desa. Dengan demikian maka nama desa Bobo Gunung tinggal kenangan dan berubah menjadi desa Mantikole.

Pengaruh lingkungan Terhadap Perilaku Individu Dalam Masyarakat

Pada dasarnya masyarakat mantikole rata-rata masih memelihara rasa solidaristas terlihat dari berbagi sumber yang temui bawa dusun empat dan dusun lainnya masih memelihara ikatan kekeluargaan dalam beberapa hal misalnya dalam pembangunan infrastruktur dan kegiatan social lainnya ini kemudian telah dipelihara dari semenjak dahuluh untuk menciptakan kebersamaan dan rasa solidaritas masyarakat Mantikole.

Masyarakat Mantikole terbangun sebagai suatu struktur atau sistem sosial. Rentang sejarah dari generasi ke generasi ini kemudian telah membawa masyarakat kepada kenyataan sosial yang diantaranya diendapkan sebagai aturan-aturan penuh nilai dan norma-norma penyeimbang. Akar bangunan struktur itu menjadi pedoman hidup sekaligus ciri ideal bagi perilaku seorang individu terhadap masyarakat. Dalam bangunan struktur masyarakat mantikole khususnya dusun empat (IV) tidak dikenal pola kekerabatan besar yang terdiri dari rumpun-rumpun kekerabatan kecil berdasarkan pertalian darah. Pola kekerabatan yang ada, dikenal dengan istilah golongan, yang menunjukkan sekelompok orang yang masih mempunyai pertalian darah antara satu keluarga dengan keluarga lain sehingga secara keseluruhan mereka merupakan satu rumpun kekerabatan. Terbentuknya sistem kekerabatan (penggolongan keluarga-keluarga serumpun ini) sebagaian masyarakat Mantikole merupakan akibat dari pola kehidupan bersama yang dibangun secara terpisah dari golongan-golongan yang lebih besar. Permukiman masyarakat dusun empat desa mantikole merupakan faktor utama penggolongan rumpun suku ini sebagai masyarakat yang terorganisir. Dalam perspektif masyarakat suku kaili inde pola kekerabatan ini disebut dengan ngata sintuvu; sebutan masyarakat dusun empat desa mantikole (kehidupan bersama dalam satu kampung).

Ngata sintuvu adalah istilah yang dikenal dan dipergunakan oleh masyarakat untuk menjelaskan tentang hubungan kekerabatan mereka. Menurut kepercayaan masyarakat dusun empat desa mantikole, bahwa eksistensi mereka dalam satu permukiman merupakan amanat leluhur yang harus dipertahankan. Meskipun salah satu atau beberapa keluarga memutuskan pindah ke lokasi baru, namun tempat tinggal semula tetap dianggap sebagai tempat asal atau rumah mereka yang sesungguhnya. Keterikatan masyarakat dusun empat desa mantikole dalam ngata sintuvu membawa masyarakat pada suatu kesadaran bersama yang tinggi sehingga memungkinkan lahirnya etnosentrisme. Kelompok masyarakat ini sangat membanggakan nilai tradisi yang telah mengendap sebagai kebudayaan immaterial. Hal ini mempengaruhi pola hubungan sosial dan pola produksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang menulis komentar yg tidak senono dengan etika merusak moral dan berbau SARA.