"HIDUP TAK AKAN PERNA MENDAPATKAN KEDUDUKANNYA MENJADI SEBUAH KEBENARAN YANG UNTUH SECARA OBYEKTIF, HIDUP AKAN TERUS BERLANJUT DAN TERUS BERKEMBANG BERDASARKAN ZAMANNYA TAK ADA YANG ABADI DAN TAK ADA YANG TETAP".

Respon Hari Anti Korupsi dan Hari HAM

Respon Hari Anti Korupsi dan Hari HAM
Gambar ini diambil pada tanggal 9 Desember 2011, Front Perjuangan Rakyat (FPR-SULTENG).

Jumat, 02 Juli 2010

Kehidupan Sosial Budaya Politik

Tugas Mata Kulia Sosial Budaya Politik

Dari perspektif tatanan kehidupan dilingkungan tempat saya berada atau dikalangan rumah saya pada dasarnya selalu berlandaskan pada faktor-faktor ekonomi yang dimana untuk meperjuangkan kehidupan untuk tetap langgeng atau terus berlanjut , tentunya harus bekerja dan menemukan cara-cara kongkrit demi mendapatkan kehidupan yang layak dan menghasilkan (surplus) nilai lebih.
Tentunya dalam perjuangan hidup proses untuk menemukan kedudukan atau kekuasaan selalu mendapatkan keberagaman cara yang dapat menemukan tujuan dari pada politik tertentu. Inilah yang menjadi persoalan menurut saya karena dalam demokrasi poltik yaitu dalam pembagian-pembagian kerja itu harus dimanajemenkan dalam artian pembagian kerja itu tidak dikuasai oleh orang-orang tertentu saja tetapi diberlakukan secara kolektifitas dan menurutku pembagian kerja ini tidak besifat intimidatif dan diskriminatif begitu juga yang terjadi dilingkungan keberadaan saya atau di kalangan rumah tangga saya pembagian kerja itu tak merata contohnya dalam hal kepemilikan alat produksi itu masih sangat bersifat feodal karena tidak adanya struktur pembagian kerja yang merata dan masih membedakannya dari pekerjaan ini yang menurutku budaya politik yang masih melekat dalam tatanan kehidupan tempat saya berada. Adanya pembagian kerja yang tak merata misalnya dalam keluarga kaum perempuan hanya dijadikan pekerja dapur dan mengurus ruma tangga saja sedangkan kaum laki-laki merupakan alat produksi yang berfungsi menghidupi keluarga rumah tangga tersebut, berdasarkan history peradaban manusia pada masa komunal primitif dimana peran perempuan sangat mempengaruhi dalam lingkup komunalnya perempuan adalah kepalah rumah tangga yang dapat menghasilkan produksi kehidupan walaupun belum mempunyai kelebihan produksi, dimana masa itu masih memenuhi kebutuhannya pada hari itu saja sedangkan kaum laki-laki juga menunjukan kesamaan yang dimana dia berperan sebagai pemburu untuk memburuh binatang-binatang untuk menjadi kebutuhan hidupnya pada hari itu saja. Disini menunjukan bahwa kaum perempuan juga tak bigitu berbeda dengan kaum laki-laki penempatan kaum perempuan ini sangat diskriminatif menurutku budaya politik yang ada dalam lingkungan sikitar rumah saya menunjukan betapa diskriminatifnya pembagian kerja, budaya ini juga menunjukan bahwa bukan hanya di kalangan masyarakat saja tetapi juga dalam system pemerintahan juga terjadi lembaga-lembaga birokrat lainnya juga sisa-sisa feodal masih dijadikan budaya yang harus dikembangkan, dilihat dari kebiasaan masih adanya perbedaan antara pola kehidupan kalangan atas (kaya) dan kalangan bawah (miskin) dimana kalangan atas lah yang mendominasi sedangkan kalangan bawah hanya sebagai reproduktif yang dapat dijadikan alat produksi sesuai dengan pembagian waktu yang telah ditentukan oleh yang memperkerjakan kebijakan upah /gaji dan waktu ditentukan si Tuan pemberi kerja. Kontradiksi ini menunjukan betapa diskriminatif dan intimidasinya si tuan pemberi kerja ini dalam memperkerjakan kaum miskin. Dimana terjadi intimidatif moral, ekonomi dan juga politik. Kekejaman pololitik yang masih tersimpan atau melekat bagi masyarakat dan pemerintah Indonesia menunjukan belum profesionalnya politik yang dilekatkan dalam individu maupun kolektif banyak orang.
Tulisan di atas menunjukan bahwa budaya politik yang ada disekitar rumah saya atau lingkungan tempat saya berada masih ada ketimpangan politik yang tak merata bagi sebagian orang dikaitkan dengan system politik Indonesia bahwa masih diterapkanya feodalime yang cenderung pada masa orde baru dan kolonialisme di Indonesia, jika saja pemerintah merubah polah politik yang mengarah pada demokrasi sosialis dimana tidak adanya perbedaan dan meratanya pembagian kerja dan kepemilikan alat produksi, pertayaanya apakah segelongan orang yang menganut kapitalisme mau membangun demokrasi sosialis?? Maukah mereka membagi alat-alat produksi yang telah dimiliki secara individu?? Petanyaan inilah yang merupakan fundalisme politik yang tak mampu dijawab oleh orang-orang faham kapitalisme. Kekuasaan politik selalu saja mengara pada diri seseorang untuk melanjudkan dan melanggengkan kekuasaannya secara bertahap, wujud inilah yang tak mampu membangun sosialisme demokrasi dalam berbangsa dan bertanah air. Budaya politik yang ada dilingkungan saya menunjukan bahwa respon seseorang hanya pada kebutuhan individunya dia saja sedangkan untuk mengkolektifkan sangat menentang atau menjadi antagonistik tersendiri bagi diri masing-masing. Kebiasaan ini terpolah dari segi politik yang telah turun-temurun menjadi prodak untuk kepentingan diri saja bukan untuk semua orang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang menulis komentar yg tidak senono dengan etika merusak moral dan berbau SARA.