"HIDUP TAK AKAN PERNA MENDAPATKAN KEDUDUKANNYA MENJADI SEBUAH KEBENARAN YANG UNTUH SECARA OBYEKTIF, HIDUP AKAN TERUS BERLANJUT DAN TERUS BERKEMBANG BERDASARKAN ZAMANNYA TAK ADA YANG ABADI DAN TAK ADA YANG TETAP".

Respon Hari Anti Korupsi dan Hari HAM

Respon Hari Anti Korupsi dan Hari HAM
Gambar ini diambil pada tanggal 9 Desember 2011, Front Perjuangan Rakyat (FPR-SULTENG).

Rabu, 23 November 2011

PROBLEM FILSAFAT Part 1

MENJELANG KEMAJUAN

Menyambut penerbitan edisi kolektor JURNAL PROBLEM FILSAFAT

Pada mulanya adalah laporan kerja. Bukan komunikasi. Dari kerja membaca buku dan perkembangan pemikiran di Sekolah tinggi Filsafat Driyarkara (STFD); dari kerja diskusi-diskusin informal diwarung pojok GM “tidak mungkin Goenawan Muhammad berinvestasi di sebuah kios rokok, karenanya GM adalah okronim dari pemilik warung mas Gun dan mbak Mei”; dari kerja diskusi-diskusi bernuansa minuman fermentasi dari kota Semarang dan sekitarnya. Yang pertama memperanakkan semangat membaca; yang kedua memperanakan humor-humor kias filsafat, dan yang ketiga memperanakkan kritik dan penulisan ilmiah. Semangat membaca memperanakkan upaya mengumpulkan berbagai macam buku filsafat dari ujung paling kanan hingga titian baca Marxisme. Dari landas gerak sejarah siklis a Ia Yunani antik, ekskatologi Abad pertengahan, progresif-idealis Hegelian, sampai progresif-dialektis Marxian.

Humor-humor kias filsafat memperanakan suasana hangat, terbuka, melabrak semua sekat Suku Agama Ras dan Antar Golongan. Tak lagi ada perbedaan bahwa yang berada diwilayah barat Indonesia jauh lebih berpendidikan dari pada mereka yang berasal dari wilayah timur Indonesia. Mereka yang berlibat dalam ordo Yesuit, kerap dileluconkan sebagai Ordo Jawa/Jogja. Sedang mereka yang berasal dari wilayah Timur kerap digurau “Tahun pertama ordo Fransiskan tinggal di depan STFD. Tahun kedua ordo Herkules tinggal di tanah sengketa”. Sedang yang tidak berordo, atau awam, digolongkan sebagai AZ yang kemudian diplesetkan menjadi “Awam Zalim”. Semuanya tidak perna melahirkan kekerasan, selain tertawa terbahak-bahak sembari merokok hingga pahit rasa dibibir.

Kritik dan penulisan ilmiah memperanakkan diskusi yang memusat pada tema dan titik pijak tertentu. Inilah yang berusaha diperjuangkan dari satu diskusi ke diskusi yang lain. Ketat membaca sebuah teks, mencari latar belakang teks, memperbandingkan satu teks dengan teks yang lain, dari seorang penulis maupun dari beberapa orang penulis, hingga kemudian melahirkan gagasan mandiri. Teks disini bisa berarti sebua kata, sebua kalimat, dan sebua paragraf yang kerap berbeda-beda pemaknaannya dari satu karya ke karya yang lain, bergantung pada tahun pembuatan sebuah teks. Tahun pembuatan menunjukkan latar belakang peristiwa yang mendasari pembuatan teks. Sehingga teks disini tidak diperlakukan secara locus teologiko-hermeneutik, tetapi sebagai sebuah wacana historis untuk lahirnya sebagai pengetahuan.

Demikianlah suasana yang menjadi dasar pembuatan Jurnal PROBLEM FILSAFAT. Suasana yang menghendaki upaya pembacaan teradap buku terkenal karya Karl Marx, Das Kapital, melalui metode kritik dan penulisan ilmiah. Sebua upaya utama dalam sejarah Indonesia modern untuk membaca karya Karl Marx secara ilmiah dan terprogram. Tidak sebagai bagian dari kursus politik kader partai yang lebih menekankan pada strategi-taktik penghancuran kapitalisme, melainkan sebagai upaya membahas metodologi berfikir Marx di dalam berhadapan dengan logika produksi komoditas Kapitalisme. Sehingga sungguh keliru dan tolol jika ada yang berpendapat bahwa upaya-upaya seperti ini adalah upaya membangun embrio partai komunis yang baru. Mengapa, karena partai selalu berada dalam ruang lingkup strategi-taktik pengambil-alihan kekuasaan. Sementara Jurnal PROBLEM FILSAFAT berusaha mempertanyakan segala sesuatu yang tampak etis dan bermoral tetapi sesunggunya berlandaskan kepentingan politik tertentu. Tepatnya ia menjadi wadah untuk bergumul-gulatnya pikiran kaum mudah pemberang dengan pikiran-pikiran usang konservatif untuk melahirkan posisi kritik. Berani berkata “YA” atau “TIDAK” dengan landasan metodologi berpikir tertentu, sembari melatih diri menulis dan bermartabat. Sehingga kami tidak hanya ingin adil sejak dalam pikiran, tetapi juga cakap menangkap terang di dalam setiap beranda kehidupan. Itulah dasar dari semua pembuatan edisi pertama hingga edisi kesepuluh yang hadir sekarang ini.

Kendati demikian, semua yang kami inginkan hidup dilingkungan akademik STFD ternyata tidak mendapat respon yang massif dan positif. Dari pihak kami memang ada banyak kesulitan untuk merumuskan metode diskusi yang tepat, yang menarik hati para pembaca filsafat, ditengah atmosfer pemahaman bahwa Karl Marx bukanlah seorang filsuf. Lebih-lebih terhadap pendapat bahwa buku Kapital bukanlah buku filsafat karena banyak tabel-tabel perhitungan ekonomi. Sampai kami kemudian menemukan rumus bahwa tidak mungkin membaca Kapital tanpa membaca disertasi Marx, German Ideology, Holy Family, Critique of Hegel’s Philosophy of Right, Poverty of Philosophy, Contribution to the Critique of Political Economy, Grundrisse, artinya; Ideologi, Kritik Keluarga, Kudus Filsafat Hegel Hak, Kemiskinan Filsafat, Kontribusi bagi Kritik Ekonomi Politik, Grundrisse berikut karya-karya ekonomi –politik yang lahir mendahului Karl Marx. Jikalau bacaan-bacaan tersebut tidak dilalui maka Kapital dibaca sekedar sebagai juklak, juknis, maupun protap menghitung nialai-lebih yang dicuri oleh kapitalisme. Justru disini kesalahan pembacaan terhadap Kapital yang terdahulu: selalu berangkat dengan pengandaian bahwa jika buruh sudah mengerti nilai-nilai lebih yang dicuri maka dia kan bangkit melawan. Ya benar dia akan bangkit melawan pada saat nilai-lebihnya di curi, tetapi ia tidak akan pernah mengetahui dengan tepat mengapa kapitalisme perlu menciptakan nilai lebih, dan pengandaian tersebut akan berakhir dengan kesimpulan moralistik: kapitalisme itu rakus. Padahal ini bukan soal rakus atau tidak rakus, dan karenanya semua yang kapitalis akan masuk neraka. Tetapi Tuhan Allah baik kok, masih ada juga kapitalis yang baik hati sebagai jalan tengah yang ditawarkan oleh Anthony Giddens. Kapitalisme ya Kapitalisme. Sepanjang sejarahnya ia selalu mengandaikan penghancuran kesadaran politik rakyat dan pemiskinan rakyat demi keberlangsungan sistemiknya. Kapitalisme bermasalah bukan karena melanggar HAM, tetapi kapitalisme ada saja sudah salah. Namun sekali lagi pandangan-pandangan yang kami ajukan dianggap aneh dan tidak relevan dengan kemajuan jaman, atau mungkin bahkan ketinggalan jaman. Memang ketinggalan jaman kami ini, karena kami tidak perna berpikir untuk berbicara tentang nilai-nilai hidup bahagia manusia ditengah situasi yang merepresi, situasi-situasi batas yang akan melahirkan otentisitas manusia. Kami lebih berfikir tentang mengapa terjadi situasi-situasi batas tersebut, dan bagaimana situasi tersebut merepresi sebagian besar masyarakat tetapi sungguh nyaman bagi sebagian kecil dari masyarakat. Demikianlah ada sejumlah perbedaan pandangan yang muncul dan berkembang, yang seharusnya bisa dikelola dengan baik tetapi pada akirnya justru melahirkan kecurigaan akan tendensi politis yang harus dilekatkan pada kelompok kami. Pendek kata, kami hidup dalam atmosfer dipaksa menjadi ‘kominis’ karena membaca Das Kapital.

Itulah sebabnya kami berfikir untuk mulai beraktivitas di luar STFD, mengingat respon massif justru muncul diluar STFD. Berbagai diskusi tentang dasar-dasar berfikir politik telah dilaksanakan secara reguler sebagai hasil kerja sama Komunitas Marx dengan Serikat Rakyat Miskin. Berbagai tulisan telah dipublikasikan dan mendapat respon positif di komunitas virtual media sosial seperti Facebook. Semuannya membanggakan hati kami akan kebenaran dari nubuat Antonio Gramsci, bahwa semua orang adalah filsuf, oleh karena bahasa dan kebudayaannya selalu mempresentasikan gagasan-gagasan filosofis tertentu. 

Bagaimana kami harus berterima kasih kepada semua pihak di STFD yang telah mendukung dan membantu penyelenggaraan berbagai diskusi dan penerbitan PROBLEM FISAFAT. Dalam hal ini Ib u Karlina Supelli, Romo Herry Priyono, Romo Setyo Wibowo, Romo Sardjumunarsa, Romo Simon Lili Tjahjadi, Romo Franz Magnis Suseno, Romo Alex Lanur, dan lain-lain adalah mereka yang selalu memberikan semangat untuk keberlangsungan diskusi Komunitas Marx.

Namun kami sadar, kami tidak cukup untuk terpaksa menjadi komunis, dan karenanya kami ubah nama Komunitas Marx menjadi Kajian Epistimologi Politik dan Produksi Pengetahuan yang disingkat menjadi AGITPROP. Ini sebagai cara untuk meyakinkan banyak orang di negeri ini bahwa di alam demokrasi liberal yang penuh pertentangan berbagai macam bentuk fundamentalisme, maka pertarungan ideologi merupakan hal yang signifikan. Akhir kata, kami mengutip peryataan Ernst Bloch, “Marxisme bagaimanapun harus filosofis, jika tidak ia akan menjadi fregmentatif, malnutrisi, dan kekanak-kanakan”.

Terima Kasih
Problem Filsafat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dilarang menulis komentar yg tidak senono dengan etika merusak moral dan berbau SARA.