Oleh : Adriansyah, Mahasiswa Sosiologi, Fisip Universitas Tadulako
Apakah
hubungan agama dan ketertindasan ? dalam agama penindasan terhadap
sesama manusia sangat dilarang, agama adalah jalan menuju surgawi,
sementara penindasan merupakan perlakuan orang yang melanggar hak-hak
diri terhadap sesamanya dan selalu berkaitan dengan perlakuan kekerasan
terhadap sesama manusia, agama diberikan sosok ilahi kepada manusia.
Ketertindasan yang saya maksutkan disini adalah ketertindasan ekonomi yang menyebabkan orang miskin dan sengsara.
Jadi
tidak ada hubungan antara agama dan ketertindasan, bernarkah
demikian..? agama sangat melarang kekerasan terhadap sesama, apalagi
dalam agama kristen yang menjunjung tinggi kasih terhadap sesama
manusia, dan tidak ada agama yang membenarkan penindasan, lalu apa
hubungannya antara agama dan ketertindasan..? dalam kehidupan sosio
ekonomi politik yang religius masyarakat terbagi atas dua kelas ada yang
disebut kelas tertindas dan ada yang disebut kelas penindas yaitu
orang-orang yang melakukan eksploitasi terhadap sesama manusia sehingga
menyebabkan manusia-manusia lain tertindas dan sengsara.
Sementara
kita seringkali diberikan khotba dan cerama-cerama tentang pentingnya
nilai-nilai kemanusian tentu saja menciptakan rasa persaudaraan antar
sesama dan menolak praktek-praktek penindasan dan selalu menanamkan
nilai pengasihan terhadap sesama manusia. “kasih” lalu bagaimana dengan
penindasan yang menyebabkan kemisikanan? Tuhan itu mencitakan manusia
berbada-bedah latar ada yang miskin dan ada yang kaya, sunggu pernyataan
yang sederhana tapi memberikan dokrint kita untuk yakin bahwa
kemiskinan adalah produk dari sang Ilahi, dalam artian pemberian Tuhan
untuk menguji seberapa besar iman kita terhada kepercayaan kita, “luar
bisa” (Sunggu tidaklah adil Tuhan) tanpa mengerti bahwa itu
adalah produk manusia-manusia seraka yang menginkan kekuasaan yang
tinggi, mengabaikan nilai-nilai kemanusian, mereka telah berhasil
mensiasati perlakuan sesamanya, bahkan kita seakan terhipnotis dengan
keadaan kita tidak sadar bahwa ketertindasan kita merupakan produk yang
telah dirancang selicik mungkin untuk tidak mengerti dengan keadaan
kita, mengapa ada kaitannya dengan agama? Karena agama telah
berkontribusi memberikan penghiburan, sama seperti seseorang yang
fisiknya sedang cidera tengah menerima bantuan dari obat-obatan pereda
sakit. Tetapi masalahnya adalah, obat-obatan pereda sakit tidak mampu
menyembuhkan. Demikian pula agama, tidak mampu memperbaiki penyebab rasa
sakit dan penderitaan rakyat. Agama malah membantu mereka untuk
melupakan mengapa mereka menderita, dan mengajak mereka untuk melihat
kehidupan masa depan yang imajiner.
Saya tertarik dengan tulisan Marx yang mengatakan bahwa; "Penderitaan
religius, pada saat yang bersamaan, adalah ekspresi dari penderitaan
riil dan protes terhadap penderitaan riil tersebut. Agama adalah
keluh-kesah makhluk tertindas, jantung-hati dari dunia yang tak
berperasaan, dan jiwa dari situasi yang tak berjiwa.
Karena
memang agama selalu menciptakan fantasi-fantasi bagi kaum tertindas,
sehingga yakin bahwa kehidupan nyata atas ketertindasan akan di balas
dikehidupan berikutnya. Bagi kaum miskin tidak mampu mendapatkan
kebahagiaan ekonomi, memberikan peluang bagi agama untuk mengatakan
bahwa akan menemukan kebahagiaan sejati di kehidupan setelah mati.
Saya
bukan bermaksut ingin menghujat agama, namun saya tidak mengerti dengan
penjesan-penjalasan yang tidak ilmia, masalahnya adalah kenapa kita
harus diyakinkan akan sesuatu yang belum tentu benar..? yang saya maksut
adalah adakah kehidupan setalah mati yang mungkin saja memberikan
kehidupan yang sejaterah bagi orang-orang tertindas, miskin dan
sengsara. Saya yakin semua orang tidak menginginkan kematian, karena
belum ada manusia yang bangkit dari liang kuburnya menyampaikan bahwa
kematian itu adalah indah.
Agama telah membatasi kesadaran
manusia, menahan potensi besar dalam diri manusia untuk memahami
realitas hidup yang sesungguhnya. Dalam kehidupan praksis, manusia
sebagai makluk sempurna dimana kehidupan manusia berbeda dari kehidupan
makluk-makluk lain, manusia berakal dan fungsi otak manusia adalah
berfikir sehingga manusia dalam merespon kehidupannya harus dengan
proses-proses kerja untuk mendapatkan makanannya, hasil dari kerja
kemudian tidaklah langsung dapat dimakan tapi juga melalui tahap-tahap
penciptaan makanan.
Dalam tulisan Marx juga menjeskan
tentang adanya alienasi yang merupakan keterasingan dari hasil
pekerjaan. Apakah yang dimaksut dengan keterasingan dari hasil
pekerjaan? Dalam tulisan-tulisan awal Marx, dijelaskan bahwa kerja telah
menjadi sesuatu yang eksternal dengan pekerja. Pekerja merasa tidak
menyatu dengan pekerjaannya. Pekerja merasa menderita ketimbang
sejahtera. Ia merasa tidak bebas mengembangkan energi fisik dan
mentalnya, tetapi malah lelah secara fisik dan direndahkan secara
mental. Pekerja merasa dirinya bisa berada di rumah hanya saat waktu
senggang, sedangkan di tempat kerja ia merasa tunawisma. Karakter
eksternal dari kerja ini secara vulgar juga ditunjukkan oleh fakta bahwa
pekerja tidak bekerja untuk dirinya sendiri, tetapi bekerja untuk orang
lain, bahwa hasil kerjanya tidak menjadi miliknya, tetapi milik orang
lain.
Mengenai keterasingan diri, agama, menurut Marx,
merupakan penenang saraf sesaat bagi rakyat tertindas; untuk mengalihkan
rasa sakit ketika mendapati dirinya dieksploitasi, direndahkan dan
tidak memiliki apa-apa. Akhirnya, agama menjadi jalan pintas yang tepat
untuk bersembunyi dari kekalahan; sebuah bentuk pelarian sesaat dari
kepenatan.
Pustaka:
http://militanindonesia.org/teori/lain/8243-filsafat-marxis-mengenai-agama.html
PROBLEM FILSAFAT edisi kolektor tahun 2009-2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang menulis komentar yg tidak senono dengan etika merusak moral dan berbau SARA.