DUA: RUSIA
Komune orang Rusia, sebagaimana ada di dalam Moscovia kuno, sesungguhnya cara yang mudah memperoleh kepemilikan tanah atas nama massa.
Leroy-Beaulieu, 1876
Perkembangan perbudakan Rusia melahirkan kemiripan dengan perkembangan peonage di Meksiko. Ada banyak budak di Rusia, tetapi pada abad ke enam belas, jumlahnya sungguh tak berarti. Selama abad keenam belas, bagaimanapun muncul di Rusia Moskow semacam peon yang diikat dengan hutang, seorang pekerja yang dimasukkan ke dalam tanah garapan dalam bentuk kabala khalop, yang bekerja di tanah untuk membayar hutang (kabala) atau beberapa bentuk bantuan lainnya. Ketika tanah garapan di tangan tuan-tuan meluas, para tuan mulai menggunakan lebih banyak tekanan untuk memperoleh jaminan tenaga kerja, membujuk para petani menerima hutang yang semakin bebas atau setengah bebas. Ini biasanya dilakukan dengan meminjamkan tanah yang tak terpakai, bersama-sama dengan pinjaman uang dan benih untuk periode sekitar tiga atau lima tahun, sepuluh sampai dua puluh tahun, dibayarkan untuk kerja wajib di tanah para tuan (barchina), dan untuk membayar dengan uang (obrok). Bagaimanapun sistem eksploitasi para petani yang terus membesar ini tak dapat bekerja sepanjang masih ada batas terbuka dan sepanjang para petani tetap bebas bergerak dari tempatnya. Sistem perpindahan ini juga tak dapat digantikan oleh sistem tiga lahan yang lebih produktif, sepanjang para petani tetap menguasai mobilitasnya. Perpindahan yang luas dari perkebunan ke perkebunan atau ke perbatasan tetap biasa sampai akhir abad keenam belas; para petani dapat membayar obligasi mereka dan menghapus hutangnya. Seringkali mereka terpikat oleh janji yang dibuat pemilik perkebunan lain, atau bahkan melarikan diri. Peperangan yang terus-menerus dan kelaparan yang berulang-ulang juga semakin memperkuat tendensi perpindahan para petani Rusia ini. Sir John Maynard menulis tentang petani Rusia (mujik) bahwa ia selalu merupakan:
Seorang petani dengan satu perbedaan; seorang petani yang hidup nomad sampai kemarin, sebagaimana etani Asia dan Eropa lebih banyak di rumah ... Ada semacam pengembara tanah padanya, dengan suatu jarak dari Minsk ke Vladivostok, dan dengan suatu fleksibilitas pikiran sebagaimana yang diperoleh pelaut. Tanah membawanya, sebagaimana laut membawa pelaut, dari tanjung ke tanjung (1962, 31).
Dan ia menginterpretasikan perkembangan perbudakan sebagai;
Cerita pembatasan “pindah-pindah” ini, dan merupakan organisasi penduduk untuk melayani, militer dan agrikultural. Di bawah kontrol yang terjaga (1962, 32) ...
Ada dua aspek kehidupan pedesaan Rusia dari sisi ke sisi; petani yang memiliki kegelisahan nomad di darahnya, dan polisi negara yang menjalankan obligasi-obligasi statik status budak atas mereka: dorongan datang dan bergerak atas satu tangan, dan passport serta otoritas meneruskan perjalanan di sisi lain; dan kau memiliki kunci untuk kontradiksi-kontradiksi sejarah Rusia (1962, 33).
Setelah melewati undang-undang yang lebih membatasi hak-hak para petani untuk bergerak bebas, para petani akhirnya terikat dalam perbudakan penuh pada sebuah kode legal tahun 1649 yang diberikan pada perkebunan; dan perpindahan dibuat menjadi suatu tindakan kriminal tahun 1658. Ada beberapa pemberontakan melawan perbudakan ini, seringkali bersama dengan pemberontakan Cossack melawan pusat politik.Para ahli sejarah Sovyet cenderung menyamakan perlawanan petani dengan pemberontakan Cosack Bolotnikov (1606-1607), Razin (1667-1671), Bulavin (1707-1708), dan Pugachev (1773-1775): tetapi pengaruh utama gerakan ini adalah reaksi orang-orang Cossack melawan pertumbuhan sentralisasi negara daripada gerakan petani yang tertindas. Tak ada gerakan Cossack diarahkan pada institusi perbudakan itu sendiri; para petani di wilayah-wilayah yang didominasi Cossack lebih memilih menjadi orang Cossack, dengan demikian keluar dari kepetanian daripada menyelesaikan masalah penindasan petani (lihat Yaresh, 1957). Pada saat yang sama pemberontakan Cossack memperoleh keuntungan dari kerusuhan-kerusuhan petani, dan kerusuhan-kerusuhan petani juga menerima balasan suatu dorongan dari pemberontakan Cossack. Di antara akhir pemberontakan Pugachev dan akhir abad kedelapan belas, ada 300 kerusuhan di 32 provinsi (Lyashchenko, 1949, 280), dan tak pernah ada suatu waktu ketika kaum petani secara lengkap tak bergerak. Di antara tahun 1826 dan 1861, ada 1.186 pemberontakan petani, memperlihatkan suatu pertambahan yang kokoh di setiap periode lima tahun (1949, 370). Para petani Rusia juga tidak melupakan kondisi kebebasannya yang lalu. Sebelum perbudakan, Hari St. George pada tanggal 26 November merupakan hari tradisional untuk pergantian para pemilik.
Bahkan sekarang, setelah tiga abad perbudakan, kaum mujik tak melupakan hari perayaan yang merupakan suatu waktu untuk memulihkan kebebasan mereka: perayaan St. George termasuk dalam banyak ekspresi terkenal kekecewaan (Leroy-Beaulieu, 1962, 11).
Pada pertengahan abad kedelapan belas, para budak menyusun suatu mayoritas penduduk: pada tahun 1762-1766, para budak meliputi 52,4 persen penduduk desa secara keseluruhan yang berjumlah 14,5 juta di Rusia Besar dan Siberia. Pada akhir abad kedelapan belas, jumlah populasi budak laki-laki keseluruhan mencapai angka 10,0 juta, satu angka yang hampir tak berubah sampai emansipasi perbudakan tahun 1861. Pada waktu Emansipasi, kaum budak terdiri lebih dari 55 persen penduduk pedesaan di Wilayah Agrikultur Pusat, di Rusia Putih Timur, Ukraina Barat, dan di Wilayah Volga Tengah; di antara 36 dan 55 persen di Rusia Putih Barat, dan di Wilayah Volga Rendah. Di tempat yang tersisa persentasenya rendah (Lyashchenko, 1949, 311). Di dalam populasi ada dua kategori utama: pada akhir abad kedelapan belas, kira-kira setengah populasi budak masuk ke dalam kepemilikan pribadi, sementara setengah sisanya merupakan milik negara. Kaum budak negara biasanya agak lebih baik daripada budak-budak pribadi; pembayaran mereka diberikan dalam bentuk obrok, yang ditetapkan pada tingkat yang relatif layak, dan mereka kurang terlindungi dari keistimewaan pribadi kepemilikan individual. Bagaimanapun mereka mengangkat seorang budak yang dihadiahkan dari para raja yang dapat memberi jaminan para pemilik pribadi.
Meskipun begitu, pertanian budak Rusia tidak merupakan suatu sukses ekonomi yang besar. Ia sama sekali bertahan dalam teknologi pertanian tradisional dan luas; hasilnya tetap rendah dan tak berubah sampai memasuki abad kesembilan belas. Perbandingan hasil dan bibit adalah 3,5 atas 1 dalam tahun 1801-1810, dan 3,7 pada tahun 1861-1870 (Lyashchenko, 1949, 324). Penambahan penghasilan diperoleh dari pertanian yang menang “melalui ekspansi yang lebih intensif luas tanah dan padi meningkat besar dengan cara eksploitasi yang lebih intensif atas buruh petani, yakni, oleh pemberian beban yang lebih pada para petani yang terus berlanjut” (1949, 232). Tak ada perhitungan biaya yang memadai atau juga suatu pembebasan ekonomi untuk pasar yang berubah-ubah. Tekanan politik menyedot apa pun yang dapat dihasilkan para petani.
Sebagaimana dicatat di atas, dua cara mempergunakan buruh budak adalah barchina, buruh di ladang para tuan dengan alat-alat dan ternak milikpetani sendiri, dan obrok, melalui pembayaran. Seringkali yang terjadi suatu kombinasi yang bermacam-macam; namun keberadaan buruh sangat merata di negeri bumi hitam, namun pembayaran dilakukan di provinsi non-tanah hitam di utara. Negeri bumi-hitam sangat subur, dan keuntungan diperoleh dari operasi-operasi agrikultur. Ketika ekspor padi tumbuh, menjadi kepentingan para tuan tanah di wilayah ini untuk memaksimalkan tanah mereka dan menambah jumlah buruh petani yang dicurahkan untuk tanahnya. Jumlah tanah yang dialokasikan untuk menghidupi petani demikian menjadi cenderung kecil; tanah yang diberikan pada masing-masing “jiwa” petani jarang melebihi antara 6,75 dan 8,10 acre. Para tuan memiliki lebih dari 50 persen tanah yang subur. Melewati abad kesembilan belas, ada satu tendensi meningkatkan jumlah buruh petani di tanah garapan, dari tiga hari seminggu menjadi empat, lima, atau bahkan enam hari. Sebagai tambahan, para petani juga bekerja dalam proyek konstruksi dan pembuatan batu-bata, sementara para wanita memproduksi linen dan wool. Para petani juga memasok gerobak dan tenaga untuk membawa produk para tuan ke pasar, suatu kewajiban yang menghabiskan 30 persen waktu kerja mereka di musim dingin, 8 persen di bulan-bulan musim panas. Di beberapa perkebunan, para pemilik bahkan berhasil merubah buruh ini menjadi buruh yang digaji sukarela, di mana pekerja tak memiliki akses ke tanah, tetapi menerima embayaran berupa makanan dan pakaian untuk bekerja di bawah kekuasaan si tuan.
Dalam perbedaan terhadap sistem buruh tak dibayar, pembayaran dengan semacam uang yang meliputi provinsi-provinsi non-tanah hitam di utara di mana perkebunan kurang produktif dan kurang menguntungkan, tetapi di mana petani mengerjakan kerajinan di rumah atau industri-industri kota akan menghasilkan bayaran. Karena tanah kurang bernilai daripada di selatan, para tuan tanah hanya memakai 20 sampai 25 persen tanah yang bisa dipakai dam memberikan tanah yang lebih besar per “jiwa”, di antara 10,8 dan 13,85 acre. Tanah ini memungkinkan para petani menghidupi diri dan keluarganya, sementara pembayaran uang atau semacamnya membuat para tuan tanah mengeruk kelebihan produksi para petani melalui suatu mekanisasi tekanan sosial dan politik. Pembayaran demikian juga meningkat selama periode perbudakan. Ia berharga sekitar 10 sampai 12,5 rubl rata-rata pada akhir abad kedelapan belas; pada dekade kedua abad kesembilan belas harganya meningkat menjadi 70 rubl.
Pada tahun 1861 para budak dibebaskan dalam suatu reformasi agraria utama, didorong oleh suara menakutkan Tsar Alexander II yang “lebih baik membebaskan para petani dari atas” daripada menunggu sampai mereka memperoleh kebebasannya dengan muncul “dari bawah”. Tekanan emansipasi berbeda di tanah hitam selatan dan di non-tanah hitam utara. Di wilayah-wilayah tanah hitam di mana pengolahan produktif dan menguntungkan merupakan kepentingan pata tuan tanah untuk mengambil lagi bagi mereka sebanyak mungkin tanah subur sebisa mereka, dan menyisakan untuk para petani sesedikit mungkin, dengan demikian mendorong mereka untuk bekerja di perkebunan-perkebunan para bangsawan. Di daerah utara pertanian miskin dan tanahnya bernilai rendah, tetapi di sana keuntungan tuan tanah diperoleh dari pembayaran iuran dalam bentuk uang, menjadi kepentingan tuan tanah untuk membersihkan diri dari tanah yang tak produktif dan mencari kompensasi maksimum pengganti dari kemerdekaan pribadi para budaknya. Menengahi antara kepentingan yang berbeda ini, Alexander II dan para penasihatnya – bertindak dalam keentingan negara keseluruhan – mencoba menghindari suatu situasi di mana para budak akan memperoleh kemerdekaan pribadi mereka, tetapi kehilangan tanahnya. Dengan kebebasan sebagai pengganti tanah,
Para petani akan memperoleh kembali kebebasannya hanya untuk jatuh ke dalam kondisi yang hampir lebih menyedihkan daripada jika ia bertahan dalam saat-saat perbudakannya. Ia akan tetap begitu bertahun-tahun, mungkin berabad-abad, secara keseluruhan dihalangi untuk memiliki tanah. Seluruh pemilik kebebasan ini akan kembali ke dalam suatu bangsa proletarian ... Dengan memberikan tanah pada para budak, bisa diharapkan dengan pasti akan menghindari proletariat, dan menghindari proletariat merupakan cara mengendalikan huru-hara sosial dan politik Barat (Leroy-Beaulieu, 1962, 27-28).
Hasilnya adalah suatu kompromi di mana para petani tidak dicabut dari seluruh tanah, sementara di waktu yang bersamaan harus membayar pembebasan dirinya. Untuk mempertemukan kepentingan para tuan tanah yang berbeda di selatan dan di utara, kompromi dijalankan berbeda di tanah hitam dan jalur non-tanah hitam. Di provinsi-provinsi tanah hitam penjatahan tanah per orang yang diakui secara umum lebih kecil daripada sebelum reformasi, di enam belas provinsi tanah hitam rata-rata penjatahan sebelum reformasi adalah 9,18 acre; setelahnya menjadi 6,75 acre. Di provinsi-provinsi non-tanah hitam, di sisi lain, di mana obrok mendominasi, yang terjadi benar-benar sebaliknya. Para tuan tahah memperoleh untung dengan melepaskan tanah-tanah mereka yang tak produktif, mengalihkannya pada para petani pada harga yang sangat tinggi. Di delapan provinsi yang demikian, penjatahan rata-rata per orang sebelum reformasi adalah 10 acre; setelah reformasi menjadi 11,6 acre.
Penjatahan yang penuh hanya diberikan pada para petani dengan syarat tambahan. Para petani, jika mereka memiliki uang yang cukup, akan memberli kebebasan mereka sekaligus. Untuk membantu proses ini, negara meminjamkan 80 persen dari jumlah yang dibutuhkan; para petani menyediakan 20 persen sisanya. Pinjaman oleh negara ini dibayar oleh para petani dalam jangka waktu empat puluh sembilan tahun pada tingkat bunga tahunan 6 persen. Malangnya, spekluasi ini gagal. Bahkan di mana para petani dapat memperoleh kewajiban 20 persen, mereka menghadapi kesulitan besar dalam melanjutkan pembayaran yang diperlukan dan jatuh dalam tunggakan yang terus membesar. Ini bertambah dari 22 persen pembayaran tahunan keseluruhan pada tahun 1875 menjadi 119 persen di akhir abad (Robinson, 1949, 96). Para petani tetap saja banyak yang menjadi orang-orang “diwajibkan sementara” yang harus melanjutkan pembayaran iuran pada tuan-tuan sekitar dua belas rubl per penjatahan enuh dalam negeri obrok atau menyediakan empat puluh hari kerja setahun untuk laki-laki dan tiga puluh hari untuk wanita. Pada tahun 1881 tersisa di tiga puluh tujuh provinsi, lebih dari tiga juta petani di bawah kewajiban sementara demikian. Situasi sosial mereka hanya berubah sedikit; seorang jurnalis Rusia menyindir bahwa mereka akan tetap memerlukan “emansipasi yang lain” (Leroy-Beaulieu, 1962, 43). Akhirnya banyak dari petani yang menerima suatu penjatahan terbatas dalam mengubah kebebasan lengkap mereka secara ekonomi.
Dengan demikian reformasi menjadi suatu kekecewaan besar.
Ketika manifesto 19 Februari 1861 diterbitkan, ditetapkan untuk seterusnya emansipasi, para petani tak dapat menyembunyikan kekecewaan mereka. Di gereja-gereja, di mana manifesto kerajaan yang mengumumkan kebebasan dibaca mereka, mereka menggerutu keras; lebih dari sekedar menggelengkan kepala, berseru “betapa pendek kebebasan itu?” (Leroy-Beaulieu, 1962, 29-30).
Di banyak lokasi para petani menolak percaya bahwa manifesto itu asli. Ada keributan-keributan, dan pasukan dikerahkan untuk membubarkan massa yang marah.
Ada desas-desus di desa-desa bahwa manifesto yang dibaca di gereja adalah buatan para tuan tanah, dan bahwa Undang-undang Emansipasi yang asli akan datang kemudian; bahkan banyak para petani yang kemudian mencarinya untuk diperlihatkan. Banyak orang di akhir musim panas yang panjang dengan percaya memimpikan suatu emansipasi baru dengan suatu redistribusi tanah, secara cuma-cuma saat itu (1962, 30).
Beberapa tahun kemudian tetap saja, “beberapa peramal rakyat ... memberitahukan bahwa, dengan kehendak Tuhan, tanah akan segera menjadi milik para petani, tanpa membayar” (1962, 31). Dengan wawasan terkemuka Leroy-Beaulieu mencatat bahwa agitasi ini diikuti dari premis-premis yang memiliki “suatu karakter semi-yuridikal” (1962, 72).
Jelas bahwa rakyat dikaburkan, tetapi jatuh ke dalam jurang yang dalam, suatu tradisi yang bertahan hidup, suatu kenangan akan suatu waktu ketika hak milik tanah belum, atau tidak pada tingkat keluasan yang besar, berada di tangan-tangan para bangsawan, ketika seluruh tanah padang rumput dan tanah-tanah hutan biasanya digunakan tanpa diskriminasi dan dalam suatu cara tang tak ditentukan batas-batasnya. Karena laporan singkat ini seketika para petani memiliki suatu visi untuk kembali pada masa lalu yang indah tersebut, dan bahkan sekarang ia menghargai pendirian pemerintah, jika ia memiliki hak dan kekuasaan untuk menekan perbudakan, memiliki hak dan kekuasaan yang tak perlu dipertanyakan untuk mengubah semua kondisi kepemilikan tanah seluruhnya, yang lebih lanjut menyakitkan hati para petani (1962, 73).
Dengan demikian, serangan kaum radikal atas reformasi yang tak mencukupi:
Merupakan salah satu insting-insting rahasia mujik, dan berusaha dengan terus menyokong mereka dengan menunjukkan bahwa pengambilalihan tanah-tanah para bangsawan dan redistribusi tidak akan menjadi akibat alami dan menutup kewajiban yang tak lengkap pada angsuran pertama (1962, 70).
Sementara emansipasi membuat para petani secara legal memiliki tanahnya sendiri, mengalihkan hak kepemilikan dari tuan tanah ke petani, hal itu bagaimanapun pada saat yang bersamaan tidak menghapus bermacam-macam pembatasan yang ditempatkan pada penggunaan hak milik petani oleh kawanan petani. Kepemilikan baru, diputuskan dari ikatan vertikalnya atas tuan tanah, menjadi subjek atas tuntutan Komuni desa, mir. Jika apa pun yang terjadi, undang-undang baru menguatkan komuni sebagai salah satu kubu melawan meluasnya kekacauan sosial.
Keberadaan mir di Rusia – dan bentuk-bentuk organisasi komunal di sekitar para petani di manapun, misalnya di Meksiko – memberi inspirasi banyak karya sastra rmantik yang memuji kebenaran komunalisme petani, seolah para petani secara individual tak pernah bekerja keras untuk memaksimalkan keuntungan individual mereka. Antiromantik, di sisi lain, menunjuk beberapa gejala pemusatan diri petani untuk mendiskreditkan gambaran kelompok yang ramah dan solider ini. Kenyataannya, bentuk-bentuk organisasi komunal tidak mengakhiri kerja keras individual, mereka hanya mengontrolnya. Sebaliknya, individualisme yang merajalela kadang-kadang dapat menaklukan organisasi komunal demi maksud-maksudnya, sebagaimana ketika suatu oligarki petani yang merampas kontrol suatu komune dan menggunakannya untuk dibengkokkan ke tujuan mereka. Karena itu kita tidak harus memikirkan komunalisme dan individualisme etani sebagai hal yang satu sama lain ekslusif. Lebih dari itu, keduanya tergantung pada yang lain dengan batasan satu sama lain dalam satu tatanan yang umum.
Dengan memberikan dukungannya pada pemeliharaan komuni sebagai unit utama dalam kerangka organisasi pedesaan, karena itu, negara juga merubah masing-masing komuni ke dalam suatu ladang pertempuran di antara ketergantungan satu sama lain dan tendensi-tendensi sosial yang berlainan.
Bagaimana mir ini diorganisasikan, dan apa fungsinya? Ia biasanya dibentuk oleh para bekas budak dan keturunannya yang dibangun dalam sebuah desa tunggal, walaupun dalam beberapa peristiwa ada lebih dari satu komuni terdiri dari beberapa desa. Di dalam kerangka komuni, masing-masing rumah tangga memiliki satu hak atau sebuah kepemilikan. Sebelum emansipasi, setiap rumah tangga di dalam komuni berhak atas penjatahan tanah komuni; sebagai tambahan, setiap rumah tangga memiliki tempat tinggalnya dan kebun keperluan dapur dalam kedudukan tetap turun-temurun. Tak ada pengolahan kolektif, setiap rumah tangga menggarap jatahnya sendiri. Hak atas padang rumput, dan kadang-kadang padang ilalang dan hutan, bagaimanapun dimiliki bersama oleh komuni. Akhirnya, di Rusia Besar dan Siberia komuni memiliki kekuasaan untuk membagi-bagi lagi tanah pada jarak waktu tertentu di antara anggota keluarganya. Kurang lebih tiga perempat rumah tangga petani di lima provinsi Rusia Eropa – tidak menghitung Polandia Kongres dan Finlandia – memiliki lebih dari empat-lima tanah dalam kedudukan yang “repartisional”. Kedudukan turun temurun ini menonjol di Ukraina dan provinsi-provinsi barat.
Prinsip-prinsi yang mempengaruhi pembagian ulang ini berbeda dari satu wilayah ke wilayah lain. Sementara biasanya pembagian kembali tanah setiap beberapa tahun, suatu komuni yang biasa dapat menahan diri dari pembagian ulang pada satu waktu, mempergunakan kekuasaannya untuk membagi ulang di masa depan. Menurut Lazar Volin (1940, 125-127), tekanan penduduk merupakan faktor penting yang membuat pembagian ulang. Pada tahun 1880-an, 65 persen dari 6.830 komuni di enam puluh enam distrik yang ada di Rusia Eropa tidak membagi ulang tanah mereka; tetapi selama periode 1897-1902 hanya 12 persen gagal melakukannya. Banyak dari mereka (59 persen) membagi ulang tanah atas dasar laki-laki di keluarga, dengan suatu pembagian ulang m inoritas atas dasar pekerja dewasa (8 persen), pada jumlah jiwa keseluruhan dalam rumah tangga (19 persen), sementara 2 persen membagi ulang hanya sebagian. Sepanjang komuni mengklaim hak untuk membagi ulang, hal itu menempatkan pembatasan yang keras atas kebebasan para petani untuk menggunakan tanahnya sebagaimana kepentingannya. Para petani tak dapat menjualnya, menggadaikan atau mewariskan tanah tanpa persetujuan seluruh komuni. Juga para petani tak dapat menolak untuk menerima suatu penjatahan baru, yang kurang produktif dari yang ia miliki sebelumnya. Komuni juga membatasi hak petani untuk menanam tanaman yang ia inginkan dengan menjalankan suatu sistem penanaman yang kaku. Ladang dibagi dalam bidang-bidang, dalam rangka menyamakan kesempatan dengan melihat tanah, tipografi atau jaraknya dari desa; beberapa petani memiliki bidang-bidang yang terdiri dari beberapa ladang. Bidang-bidang ini dalam beberapa ladang ditanami dengan tanaman yang sama dalam rotasi tiga ladang: mereka dibatasi oleh pagar-pagar, dan ketika penanaman selesai, dibuka untuk padang rumput umum pada waktu yang sama.
Dalam kehidupan sehari-hari, komuni menikmati otonomi yang begitu lengkap. Wallace telah mengatakan bahwa:
Otoritas yang lebih tinggi tak hanya menjauhkan diri dari semua campur tangan dalam penjatahan tanah-tanah komunal, tetapi tetap dalam ketaktahuan yang sangat mengenai sistem yang diambil oleh komuni biasanya ... meskipun usaha-usaha birokrasi terpusat yang sistematik dan keras untuk mengatur semua departemen kehidupan nasional dengan seksama, komuni-komuni pedesaan yang berisi sekitar lima-enam populasi, tetap dalam rasa hormatnya pada seluruh yang di luar pengaruhnya, dan bahkan terhadap yang di luar ruang pandangnya (1908, 114-115).
Hal ini ditentukan oleh suatu dewan seluruh keala rumah tangga yang disebut shkod, dari kata shkodit’, yang berarti menjadi bersama-sama. Di atas dewan berdiri sesepuh desa atau starosta, yang berfungsi untuk memformulasikan konsesus majelis desa dan untuk mewakili dalam perjanjian dengan pihak luar.
Wallace telah menggambarkan bagi kita bagaimana suatu dewan desa yang demikian berjalan:
Prosedur sederhana, atau lebih dari ketiadaan prosedur formal, pada Majelis-majelis, menggambarkan dengan mengagumkan karakter institusi praktis secara esensial. Pertemuan dilaksanakan di udara terbuka, karena di desa tak ada bangunan – kecuali gereja yang hanya dapat dipergunakan untuk tujuan keagamaan – yang cukup besar untuk menampung seluruh anggota; dan mereka hampir selalu mengambil tempat pada hari Minggu atau hari libur, ketika para petani memiliki banyak waktu luang. Beberapa ruang terbuka mungkin menjadi semacam suatu Forum. Diskusi-diskusi kadang begitu hidup, tetapi sangat jarang mencoba membuat pidato. Jika beberapa anggota muda memperlihatkan suatu kecenderungan berpidato sesuka hati, ia tentu dipotong tanpa basa-basi oleh beberapa anggota yang lebih tua, yang tak pernah bersimpati pada pembicaraan yang baik. Orang-orang itu menampakkan sekumpulan orang yang secara kebetulan datang bersama-sama berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil masalah-masalah kepentingan lokal. Secara perlahan-lahan beberapa kelompok terdiri dari dua atau tiga petani yang memiliki pengaruh moral lebih dari teman-temannya, menarik yang lainnya, dan diskusi menjadi umum. Dua atau lebih petani boleh bicara paa suatu waktu, dan interupsi oleh yang lain bebas – mempergunakan bahasa sederhana dan tak dibuat-buat, tidak seperti di parlemen – dan diskusi menjadi suatu hiruk-pikuk yang membingungkan dan tak dapat dipahami; tetapi pada saat ketika penonton membayangkan bahwa akhirnya akan menjadi suatu perkelahian bebas, keributan mendadak reda, atau barangkali suatu gelak tawa yang ramai memberitahukan bahwa seseorang telah berhasil memukul dengan sebuah argumentum ad hominem yang kuat, atau menekan kata-kata pribadi. Dalam banyak kejadian tak ada bahaya perselisihan menjadi besar. Tak ada kelas manusia di dunia lebih memiliki sifat baik dan tenang daripada petani Rusia ... Berbicara secara teoritis, Parlemen Desa memiliki seorang Juru Bicara, dalam diri Sesepuh Desa. Kata Juru Bicara secara etimologis kurang dapat disetujui daripada istilah Presiden, karena ketua yang dibicarakan tak pernah bertahta, tetapi bercampur dengan kerumunan seperti anggota biasa. Keberatan boleh ditujukan pada kata itu bahwa Sesepuh bicara lebih sedikit daripada anggota yang lain, tetapi ini mungkin bisa dikatakan juga Juru Bicara Rumah Umum. Apa pun kita menyebutnya, Sesepuh secara jabatan merupakan sosok prinsipil dalam kelompok, dan mengenakan lencana jabatan dalam bentuk sebuah medali kecil yang digantungkan di lehernya dengan seikat rantai kuningan. Tugas-tugasnya, bagaimanapun sangat ringan. Memanggil seseorang yang menginterupsi saat diskusi bukanlah bagian dari fungsinya. Jika ia menyebut seorang anggota kehormatan “Durak” (orang tolol), atau memotong seorang orator dengan kata pendek “Moltchi!” (jaga mulutmu!), ia melakukan satu sifat preogratif yang tak khusus, tetapi secara sederhana berjenaan dengan suatu hak istimewa adat tradisional, yang secara bersamaan dimiliki oleh semua yang hadir, dan mungkin dikerjakan dengan kebebasan melawan dirinya. Tentu saja, itu boleh dikatakan secara umum bahwa tata pikiran dan prosedur tidak ditundukkan pada aturan yang seksama. Sesepuh menjadi menonjol hanya ketika dibutuhkan dalam pertemuan. Pada kesempatan demikian ia boleh berdiri sedikit di belakang kelompok dan berkata, “Well, Ladno! Ladno!” yang artinya, “Setuju! Setuju!” (1908, 116-117).
Kutipan ini memperlihatkan selera egaliterianisme komuni dan caranya mencapai konsensus. Pencapaian secara bulat menghasilkan:
Suatu rasa puas yang dalam dan solidaritas desa, dan para penduduk desa yang dilembagakan dalam mir bubar tanpa pemungutan suara, tanpa membentuk komite dan merasakan setiap orang tahu apa yang diharapkan darinya (Gorer dan Rickman, 1951, 233).
Komune juga memiliki fungsi tambahan menyangkut pengaturan pertanian. Ia memilih Sesepuh, penagih pajak komunitas, penjaga kominitas, dan pembantu ladang. Bertanggung jawab bersama-sama untuk pajak sejak tahun 1722, dikejutkan oleh pelaksanaan pajak anggota-anggotanya. Dilakukan pemungutan suara untuk menerima anggota baru, dan mengeluarkan ijin untuk siapa pun yang berharap pergi, setelah memuaskan diri bahwa para imigran memberi jaminan pemenuhan pertanggungjawaban, masa lalu dan masa yang akan datang. Orang-orang dapat dipanggil jika mangkir membayar pajak: komune dapat menyewakan seorang anggota dari rumah tangga yang lalai untuk bekerja membayar beban pajak; atau dapat menurunkan kepala rumah tangga yang tak efektif dan menunjuk yang lain sebagai kepala di tempatnya. Komune membuat dan menandatangani semua kontrak di antara komune dan pihak luar, atau di antara komune dan anggotanya. Akhirnya, diadakan kontrol sosial yang ketat untuk mengatur anggotanya, bergerak dari hukuman fisik dalam kasus tak membayar pajak sampai dipermalukan di depan umum. “Jiwa komunitas mereka ... memberi para anggota kekuatan ketika mereka sesuai dengannya, dan mereka hidup dalam kesengsaraan dan isolasi ketika mereka terpecah, dalam pikiran atau rasa, dengan opini dan sentimen tetangga-tetangganya’ (Gorer dan Rickman, 1951, 59).
Tetapi mir lebih dari sekedar suatu bentuk organisasi sosial. Aturannya semacam superego kolektif yang menanamkan pada dirinya suatu aura religius yang sesungguh-sungguhnya. Istilah mir menandakan komuni dan alam semesta, sebanding dengan istilah Yunani kosmos. Sir John Maynard telah mengusulkan bahwa tak akan menjadi tak pantas menerjemahkan mir sebagai “jemaah”, dan menyatakan:
Gagasan bahwa sebuah jamaah kepercayaan, tak perlu memasukkan para rohaniawan, merupakan gudang kebenaran, masuk jauh ke dalam pemikiran orang Rusia, merupakan asal-usul sobornost, barangkali doktrin otrodoks Rusia yang paling karakteristik dan fundamental, dan telah dilalui oleh jalan asing dan tak terduga ke dalam perlengkapan mental Komunis modern (1962, 40).
Dibandingkan dengan konsep kebenaran Barat sebagai suatu rangkaian yang kira-kira memberikan negosiasi-negosiasi, mir dilihat sebagai kebenaran mutlak, digambarkan oleh pencapaian praktis suara bulat keputusan dalam majelis desa (Gorer dan Rickman, 1951, 233).
Setengah sekuler dan setengah religius, komuni secara ideal berfungsi sebagai sebuah mesin untuk menyamakan kesempatan di antara anggota-anggotanya. Hal ini, dalam kata-kata Leroy-Beaulieu:
Suatu benteng tak terkalahkan untuk para pemilik kecil. Kekayaan umum tidaklah dapat dicabut dan ditetapkan sebagai sesuatu yang diperlukan, dengan perbedaan ini, di mana pun keluarga memerlukan jaminan masa depan hanya untuk anak pertama, warisan komunal dibagi-bagikan untuk semua anggota komunitas. Dalam kedua kasus generasi yang belum lahir dilindungi dari gaya hidup boros, anak-anak melawan perbuatan salah atau boros ayahnya. Ada satu tingkat kemiskinan atau kemalangan di bawah seorang ayah yang tak dapat membawa atau dirinya sendiri. Untuk mencabut hak waris, mir menawarkan sebuah tempat perlindungan. Ini ringan di mana para petani sendiri menghormati hal itu, dan itulah mengapa banyak dari mereka yang telah mencapai kompetensi dan menjadi pemilik tanah individual, ragu-ragu untuk keluar dari komuni. Jika mereka tak dapat merawat tanah mereka, mereka membiarkannya atau memberikannya untuk digunakan yang lain, melihat tanah komunal sebagai suatu papan penyelamat anak-anak mereka atau diri mereka sendiri, seharusnya nasib baik pribadi mereka pernah dihancurkan (1962, 173).
Sebagai tambahan untuk mengatur suatu lahan minimun di bawah penghidupan seseorang, kmuni juga menyamakan beban pajak, dengan mendasarkan pada:
undang-undang untuk orang kaya, memaksa mereka atas bidang-bidang tambahan dan mendorong mereka membayar lebih banyak dari bagian iurannya. Di wilayah utara, di mana para petani seringkali menopang hidup mereka terutama oleh oleh industri dan perdagangan, tak jarang suatu komuni membiarkan terutama seorang pengrajin yang cakap atau lebih dari biasanya seorang pedagang yang berhasil, memiliki bidang tanah dengan hitungan pajak ganda, sebagai pajak tambahan modal atau pemasukan (1962, 137).
Tetapi dua puluh tahun setelah Emansipasi perlakuan yang sama di desa tidak berhasil membendung proses pembedaan. Yang terkondisi baik, terdiri dari 20 persen rumah tangga keseluruhan, telah mencapai suatu posisi dominan dalam mengumpulkan jatah tanah, dan dalam memperoleh atau menyewa tanah tambahan. Karena rumah tangga-rumah tangga ini biasanya lebih besar, terdiri dari 26 dan 36 persen populasi pedesaan, mereka juga menerima jatah tanah yang lebih besar di mana jatah ini diberikan atas dasar “jiwa”. Lebih dari itu, mereka membeli tanah mereka sendiri, seringkali dari para bangsawan yang pada tahun 1877 sampai 105 kehilangan tanah melalui penjualan sepertiga tanah mereka (Robinson, 1949, 11). 20 persen rumah tangga petani ini dengan demikian memiliki tanah, pada akhir abad, di antara 60 dan 99 persen tanah pembelian di berbagai provinsi. Juga, mereka merupakan penyewa utama tanah dari tetangga mereka yang miskin. Di provinsi-provinsi yang berbeda, mereka menjadi pengontrol antara 49 dan 83 persen keseluruhan tanah yang disewakan, sementara orang miskin sebaliknya terhitung antara 63 sampai 98 persen tanahnya disewakan. Dengan demikian, pada akhir abad, petani-petani hanya mempergunakan antara 35 sampai 50 persen dari seluruh tanah; petani menengah yang terdiri dari 30 persen rumah tangga petani keseluruhan mempergunakan antara 20 sampai 45 persen tanah; orang miskin yang merupakan 50 persen dari seluruh rumah tangga hanya mempergunakan 20 sampai 30 persen dari seluruh tanah. Puncak 20 persen, akhirnya, juga dihitung untuk satu setengah dari seluruh pendirian industri komersial, dan merupakan 48 persen sampai 28 persen seluruh rumah tangga yang mempergunakan buruh-buruh sewaan (Lyashchenko, 1949, 457-458).
Di antara petani-petani yang bernasib baik ini juga ada beberapa yang menjadi lintah darat bagi orang miskin. “Ada di desa-desa Rusia,” kata Leroy-Beaulieu,
orang yang akan disebut di Barat sebagai exploiteurs, vampir: pengusaha, orang-orang pandai, yang menggemukan diri mereka dengan biaya komunitas. Mujik memberi mereka suatu nama ekspresif yang penuh ketakutan “pemakan-mir” (miro-yedy). Di beberaa pemerintahan – seperti Kaluga, Saratof dan yang lainnya – banyak desa-desa digambarkan di bawah kontrol dua atau tiga petani kaya, yang memperdayakan tanah-tanah terbaik komuni “untuk sebuah lagu” – atau tanpa kompensasi sama sekali ... ini biasanya melalui hutang di mana orang miskin jatuh ke dalam kekuasaan orang kaya. Vampir ini memberi petani pengurangan yang diinginkan melalui pinjaman karena boros, sakit atau kecelakaan di luar kekuasaannya untuk membayar. Kegagalan panen yang terjadi beberapa kali di bagian tenggara merupakan suatu bahaya mencolok untuk yang membutuhkan, suatu kesempatan bagi orang kaya yang jahat. Pengutang yang bangkrut dipaksa memberi pada pemberi hutang, seringkali untuk harga yang nominal, sepetak tanah yang ia miliki, yang hanya satu-satunya untuk diolah. Minuman keras merupakan umpan yang bebas digunakan, dan menjaga kabak (saloon) merupakan kebiasaan “pemakan-mir”. Riba merupakan borok yang menggerogoti hidup petani, dan kedudukan kolektif tidak bebas dari kesalahan ini (1962, 137-138).
Karena tanah tak dapat digadaikan atau dijadikan jaminan untuk pinjaman, kredit menjadi pribadi, dihitung pada tingkat 10 persen perbulan, dan seringkali mencapai 150 persen setiap tahunnya (1962, 138).
Karena para pemakan-mir semakin banyak mendominasi desa-desa secara ekonomi, mereka juga mendominasi desa-desa secara sosial dan politik. Mereka sungguh-sungguh menjadi “tuan-tuan desa”. Pertemuan komuni memberi pengakuan formal terhadap semua anggota pada dasar yang sama, tetapi petani mengerti dengan baik bahwa keinginan yang kuat lebih penting daripada keinginan yang miskin. Perkembangan suatu oligarki desa ini menyambung lebih lanjut dengan munculnya kekuasaan sesepuh desa setelah Emansipasi. Di mana ia merupakan suatu agen belaka dari keinginan desa kolektif sebelum reformasi, setelah tahun 1861 dibuat subordinat terhadap polisi pengawas distrik, dan diberi kekuasaan polisi di desanya sendiri. Karena polisi pedesaan dibayar kecil, para pemakan-mir dapat sering membeli kerjasama mereka, sebagaimana mereka dapat menjamin pengangkatan salah satu pengikut mereka pada posisi sesepuh desa. Dengan demikian perbedaan ekonomi disertai juga oleh perbedaan kemampuan mempengaruhi keputusan desa.
Dengan populasi petani memadat dengan berkurangnya tanah, komuni-komuni mulai berfungsi sebagai wadah penekan yang sesungguhnya dari tuntutan dan ketidakpuasan. Para petani milai membeli tanah dan menyewa tanah, seringkali dari kaum bangsawan. Pembagian keseluruhan tanah petani menungkat dari 32 sampai 47 persen antara 1877 dan 1917, sementara milik kaum bangsawan turun dari 22 persen pada tahun 1877 menjadi 11 persen pada tahun 1917, mendorong Treadgold mengatakan (1957, 41-42) bahwa “jika pemilikan tanah yang luas merupakan kejahatan masalah pertanian, kemudian Revolusi boleh membunuhnya, tetapi ia siap mati.” Beberapa petani membeli tanah demikian secara perorangan, tetapi lebih dari dua per tiga pembelian demikian antara tahun 1877 dan 1905 dibuat oleh komuni-komuni, dilakukan untuk kepentingan anggota-anggota mereka. Para petani juga menemukan bahwa mereka sering tidak memiliki cukup padang rumput atau tanah hutan, yang seringkali dimiliki para tuan tanah setelah Emansipasi. Para petani atas dasar kepentingan mereka sendiri, asosiasi-asosiasi petani, dan komuni-komuni dengan demikian mulai menyewa kedua jenis tanah itu, menambahnya untuk penambahan sumber penghasilan. Penyewaan demikian hanya menambah kesan pada bagian kaum petanu bahwa kaum bangsawan membantu tanpa fungsi yang berguna (Maynard, 1962, 71). Pada musim semi 1902 dan tahun 1905 di provinsi-provibnsi tanah hitam kekacauan menyala begitu hebat di komuni-komuni petani yang berdampingan dengan perkebunan-perkebunan besar dan dihubungkan dengan mereka oleh persewaan atau ikatan ekonomi lainnya (Owen, 1963, 8). Namun membeli dan menyewa mengeluarkan uang, dan untuk banyak petani hal itu tetap bahan yang sangat sulit. Penduduk tetap bertambah – suatu trend yang dikuatkan sebagian oleh fakta bahwa kepala rumah tangga besar dapat memperoleh bagian yang lebih besar dalam penjatahan ulang – tetapi jumlah tanah per kapita yang tersedia bagi petani menurun satu pertiga di antara Emansipasi dan tahun 1905 (Owen, 1963, 6). Bagaimanapun, seringkali para petani hanya dapat mmperoleh tanah yang buruk. Banyak petani kekurangan uang untuk membeli dan menyewa tanah serta padang rumput, dan justru dipaksa membeli kayu untuk bahan bakar, jerami juga untuk bahan bakar, tempat tidur dan atap, serta rumput untuk makanan ternak. Banyak dari mereka berhenti memiliki ternak pertanian bersama-sama. Pada saat yang sama pajak terus naik, bertambah dalam jumlah uang di mana pada saat yang sama mereka semakin kekurangan penghasilan. Ada penambahan yang kokoh pada pemilikan orang-orang kecil, membenarkan kritik yang mengejek komuni sebagai “rumah-rumah miskin pertanian nasional” (Leroy-Beaulieu, 1962, 174).
Pada saat yang sama, komuni menyisakan bagi para petani suatu pelindung melawan masalah-masalah dunia yang menimpa, dan suatu badan korporat yang mampu bekerja untuk dirinya dan kepentingannya. Bagi petani, memimpikan lebih banyak tanah dan sumber penghasilan dari tempat yang terpisah dari gubuk (izba), juga mulai mengusulkan kemungkinan tindakan kolektif. “Bahkan sekarang,” ramal Leroy-Beaulieu pada tahun 1876,
ketika ia kini menjadi seorang dungu untuk semua ajaran “nihilistik”, mujik tidak cenderung memikirkan diri sendiri merampas untuk kepentingan pomieshchik, bermimpi, bagi dirinya dan anak-anaknya, tentang distribusi baru tanah-tanah. Hal itu justru menutup untuk selamanya pintu izba desa melawan kaum revolusionis, mir mungkin sangat terbuka membukanya sutau hari untuk mereka. Akan menjadi atas nama mir, terlihat pada kita sebagai penjaga keselamatan masyarakat, bahwa petani akan ditarik untuk “mengumpulkan” tanahnya, menghimpun semuanya dalam kekuasaan komuni. Komunis Rusia, yang ada di Moscovia kuno, kenyataannya suatu cara yang mudah memperoleh tanah di atas kepentingan massa ... (1962, 186).
Tidaklah serua bahwa di antara dua puluh pemerintahan di mana pembinasaan melawan tuan tanah lebih berat di musim gugur revolusioner pada tahun 1905, enam belas pemerintahan memperlihatkan suatu keunggulan penjatahan ulang penempatan atas kepemilikan turun-temurun rumah tangga individual (Robinson, 1949, 153). Mereka bagaimanapun kurang umum di wilayah non-tanah hitam di mana ada sumber penghasilan alternatif dari pekerjaan pengrajin dan kerja industri, tetapi merupakan pemusatan yang sangat di provinsi-provinsi tanah hitam yang menyandarkan diri begitu berat pada agrikultur (Lyashchenko, 1949, 742). Pada tahun 1905, Kharkov Court dari Appeals Hrulov menulis bahwa:
diberitahukan hampir secara universal di sekitar populasi petani suatu pendirian menjadi suatu legenda populer, tentang kepemilikan hak alami atas tanah mereka, yang cepat atau lambat harus menjadi milik mereka (dikutip dari Owen, 1963, 2).
Mencoba menghitung pemberontakan petani tahun 1902 dan 1905, pemerintah menjadi sadar bahwa komuni yang dijatah tanah kembali jauh dari bentuk suatu benteng efektif melawan kerusuhan sosial yang kenyataannya membuatnya lebih rusuh. Pada tahun 1906 ia bergerak melawan komuni dengan rencana reformasi agraria, dirancang untuk membongkar struktur komunal tradisional. Kepemilikan tanah di komuni-komuni yang diberi tanah penjatahan ulang dirubah ke dalam kepemilikan pribadi keluarga-keluarga secara individual. Di komuni-komuni yang tetap menjatah ulang tanah bberapa pemilik tanah diberi hak untuk meminta pada setiap saat bahwa tanah yang ia miliki oleh redistribusi dipertanggungjawabkan padanya sebagai pemilik pribadi. Bagaimanapun ia berhak menerima tanahnya dalam suatu blok tunggal, lebh dari lebar lahan yang ada. Akhirnya, seluruh komuni dapat dirubah ke dalam kepemilikan individual melalui suatu pemungutan suara anggotanya. Tujuan menciptakan suatu kelas pegawai rendahan Rusia yang kokoh oleh bangunan – dalam kata-kata Stolypin, pengarang reformasi – atas “yang kuat dan seadanya”, dalam rangka:
mengalihkan petani dari pembagian tanah para bangsawan oleh pembagian tanah mereka sendiri untuk kepentingan sebagian petani yang lebh makmur (Paul Miliukov, dikutip dalam Violin, 1960, 303).
Reformasi mencapai suatu ukuran berhasil, khususnya di barat dan di Wilayah Industrial Pusat di mana banyak yang menjual tanah mereka dan pindah pada pekerjaan industrial, dan di tanahtanah yang berbatasan dengan padang rumput luas selatan di mana komuninya lemah dan perkebunan komersial maju di bawah pasar padi Eropa Barat terus bergerak. Di antara tiga juta petani tertinggal komuni-komuni. Bagaimanapun secara paradoksal reformasi tidak berhasil di jantung Rusia; menguatkan komuni dengan tindakan merancang untuk menanggalkan kesepakatan yang potensial. Reformasi mempengaruhi suatu pengurangan substansial jumlah desa miskin; 900.000petani memiliki tanah mereka, menjualnya dan kemudian meninggalkan desa. Pada saat yang sama, reformasi memberikan orang yang lebih makmur untuk “berpisah” dan membangun perkebunan komersial yang berhasil di luar batasnya. Pengaruh jaringan meninggalkan enam juta petani di komuni-komuni tanpa harapan atau tak dapat membuat transisi pada perkebunan individual yang mandiri. Di banyak kasus mereka tak memiliki alat atau uang untuk memperoleh tanah atau perkakas yang diperlukan untuk mendirikan perkebunan mandiri; atau mereka terus mengembalakan ternak mereka di tanah-tanah komuni, suatu keuntungan yang direduksi atau tak ada pada perkebunan mandiri; atau mereka tak berharap lagi pada jaminan yang datang dari bidang-bidang yang dimiliki di wilayah-wilayah yang telah ada sebagai jaminan melawan faktor-faktor kerusakan dan perubahan iklim, mengingat suatu kepemilikan yang tergantung berarti mengambil seluruh telur seseorang di suatu keranjang yang juga tergantung. Dengan demikian, tulis A. Tyumenev tahun 1925,
egaliterianisme komunal yang ditaati oleh Stolypin ditetapkan hancur, berlangsung di bagian-bagian Pusat Moskow lama di mana tidak berhenti mengancam tempat keiaman para tuan. Kebijakan Stolypin sangat berhasil di pinggiran luar perkampungan yang disebut di atas di mana cita-cita politiknya berlanjut dengan mudah terlihat ... bukan merupakan pembedaan Pusat, keunggulan suatu ruas jari yang rapi yang disebut “petani menengah” yang menjamin dan tetap menjamin kekuasaan pemerintah Komunis (dikutip dari Owen, 1963, 144-145).
Tak hanya apakah reformasi di sini hanya mengurangi perbedaan komuni-komuni tetapi juga berhasil dalam mengatur bahwa “jari-jari yang rapi yang disebut ‘petani menengah’” melawan “separatis” yang lebih makmur. Ini sangat memburukkan perbandingan tang menyakitkan antara tanah-tanah orang makmur di luar komuni-komuni dan kondisi di dalam: “ada suatu sisa-sisa populasi di wilayah-wilayah pedesaan, yang memandang jauh pada perbaikan baru, tetapi tak memiliki kekuatan untuk membaginya di antara mereka” (Owen, 1963, 71). Iri hati dan kebencian para separatis yang telah menarik diri dari tanah-tanah komuni yang sebelumnya dapat diperoleh dan menggunakannya sebagai keuntungan pribadi mereka, pada Revolusi 1917, hasil dari gerakan massa mencabut pegawai rendahan dari tanah mereka dan mengembalikan mereka ke komuni-komuni mempergunakan paksaan dan kekerasan.
Dengan demikian komuni bertahan dalam pergantian perubahan, sebagai institusi dewan desa dan desa, sebagai suatu dunia kecil yang mengatur diri sendiri, didasarkan pada konsensus. Sentralisasi di puncak,masyarakat di bawah suatu jumlah komuni-komuni desa yang tak terkira banyaknya, dengan berbagai cara di luar pengaruh, di luar lingkar visi (Wallace, 1908, 115) negara. Otonomi sosial ini, lebih lanjut dikuatkan oleh otonomi yang sungguh-sungguh dalam lingkaran religius. Stephen dan Ethel Dunn telah menulis bahwa:
kantor agama diatur oleh Gereja Ortodoks Rusia, dan lingkaran petani yang berpusat pada perayaan asal-usul penyembah berhala berfungsi mandiri. Pendeta tidak mengambil bagian yang mencolok di pesta-pesta umum, kecuali pada Paskah, ketika ia berkeliling mengumpulkan suatu sumbangan yang ditetapkan dari masing-masing rumah tangga (1967, 29).
Di luar itu:
Sumbangan kesulitan-kesulitan dan kekurangan personil organisasional, Gereja Ortodoks gagal mempertahankan kontrol aktif di banyak wilayah pedesaan yang katanya ortodoks. Karena itu, sungguh-sungguh terpisah dari soal lingkaran pesta petani dan pengaruh sektarian, kegiatan keagamaan petani menyimang dari upacara gereja. Penyimpangan ini kadang-kadang begitu jauh di mana petani yang menganggap dirinya ortodoks dianggap sebagai murtadz oleh hierarki Gereja, dan diperlakukan demikian. Ini merupakan contoh signifikan yang utama dari cara di mana dinding budaya antara petani dan penduduk urban berjalan. Jalannya dinding ini di masa Rusia sebelum revolusioner menghasilkan pengaruh dua kebudayaan di satu negeri, baik dalam tubuh agama dan dalam wilayah kehidupan (1967, 30).
Jurang antara Gereja dan penganut kepercayaan dikuatkan lebih lanjut oleh perpecahan agama (raskol) yang pada tahun 1666 membagi Penganut Kepercayaan Lama (raskolniki) dan Gereja Ortodok. Dipengaruhi oleh trend ke arah sentralisasi dan modernisasi, Kepercayaan Lama pecah dengan Gereja dengan hal-hal minor yang pura-pura seperti apakah tanda salib seharusnya dibuat dengan dua atau tiga jari, apakah “alleluia” seharusnya diucapkan dua kali atau tiga kali, apakah Jesus seharusnya dieja ISUS atau IISUS. Walaupun beberapa bangsawan bergabung dengan gerakan, ia tetap “suatu gerakan petani yang meluap” dengan “suatu pemujaan tergantung secara eksludif pada sumber intelektual dan moral di pedesaan (Vakar, 1862, 24). Kepercayaan Lama dengan kuat anti negara, mengidentikkan tsar dengan Anarkis. Mereka percaya pada Kerajaan bumi dalam mistis Air Putih, diperintah oleh tsar putih, yang suatu hari akan datang memerintah Rusia. Mengaku tanpa undang-undang kecuali kepercayaan dan adat istiadat mereka sendiri, mereka juga memberi perlindungan pada budak yang melarikan diri dan para korban kerusuhan sosial. Mereka memeluk dengan kuat ide-ide suatu egaliterianisme sosial dan ekonomi yang mekar pada Revolusi dalam pendirian komuni-komuni egaliterian dengan hak milik umum dan ditujukan untuk keriangan berbagi (Wesson, 1963, 8). Hidup “di dalam negara Rusia, mereka tak keluar darinya. Mereka menetapkan suatu spesies anarkis pasif di dalam kerajaan” (Vakar, 1962, 24). Jumlah mutlak mereka sebelum Revolusi tidak diketahui. Mereka diperkirakan sekitar satu per tiga penduduk Kristen di abad kesembilan belas, dan sekitar seerempat di masa Revolusi (1962, 24). Pada tahun 1928, jumlah merka mencapai sembilan juta. Tak ada keraguan bahwa millenarianisme petani merupakan faktor kuat keberhasilan Revolusi. Leon Trotsky (1932, III, 30) menunjukkan pada:
karya dari gagasan-gagasan sektarian yang dianut jutaan petani. “Aku mengenal beberapa petani,” tulis seorang penulis terkenal, “yang menerima ... revlusi Oktober sebagai arah realisasi harapan religius mereka.”
Harus dicatat bahwa sebagai tambahan asal-usul Kepercayaan Lama juga ada sekte-sekte lain yang lahir dari tengah-tengah tubuh gerakan Raskol sebagaimana Molokani atau peminum susu, Subbotniki atau sabbatarian, Skoptsy, dan Doukhobors. Terhadap pengaruh mereka ditambahkan bahwa kaum Baptis atau Stundis masuk pada aktivitas tahun 1824. Sektarian-sektarian ini mencapai jumlah enam juta tahun 1917 (Wesson, 1963, 17).
Arus reformasi diciptakan juga oleh sumber lain oposisi terhadap struktur sentralisasi kekuasaan tsar, institusi pedesaan yang disebut zemstvo. Menurut undang-undang 1864, Zemstvo-zemstvo ini menjadi badan reprsentatif yang dipercaya dengan fungsi-fungsi lokal, pelengkap yang sudah ada, akhirnya sebagian, oleh para tuan tanah menjadi sebagai pekerja kontruksi dan pembuatan jalan, membuat dan menjadi staff pendidikan dan fasilitas medis, serta fungsi-ungsi yang digolongkan di bawah konsep pelayanan tambahan pertanian. Mereka merupakan organisasi representatif di dalam suatu otokrasi tersentralisasi tanpa konstitusi. Karena itu kekuasaan pusat bekerja membatasi fungsi politik mereka dalam setiap cara yang mungkin. Diciptakan dengan memberi satu suara pada petani, di mana suara dibatasi oleh aturan pemilihan yang dimiliki mayoritas representatif pada sejumlah kecil bangsawan dan penduduk urban – para petani mulai mecapai 40 persen dari seluruh kursi, suatu persentase yang semakin turun menjadi 30 persen pada tahun 1890. Mengatur fungsi pada level distrik, mereka kekurangan perlengkapan untuk melaksanakan keputusan di tingkat yang lebih bawah dari distrik; karena itu mereka mempercayakan pada para pegawai sipil dan polisi administrasi pusat. Sama sengan itu, mereka dapat petisi menteri dalam negeri atas hal-hal teknis tetapi tak memiliki akses pada tsar dan tak dapat mengangkat isu politik lebih luas. Pejabat pemimpin mereka diangkat dan diberi hak mengakhiri diskusi dan menutup pertemuan, hak istimewa untuk datang dan diskusi dengan gibernur provinsi yang perlahan-lahan penguasakan tak hanya mengadakan pertemuan tapi menganalisa pemilikan zemstvo-zemstvo dan menyetujui pengangkatan yang dibuat mereka, dalam kepentingan mengawinkan “orang-orang yang tak punya maksud”. Dengan demikian struktur ini reprsentatif dalam bentuk, tetapi fungsional “tanpa dasar – mengambang di udara”, dan “tanpa atap” (Miliukov, 1962, 213).
Impotensi politik, zemstvo-zemstvo menyumbangkan, bagaimanapun, sejumlah pelayanan sosial yang vital, dan menarik ke dalam pelayanan ini suatu segmen intelektual yang antusias dan cakap. Untuk pertama kali, sekolah-sekolah sekuler didirikan di desa-desa Rusia, dan guru-guru pedesaan:
dibiasakan menganggap pekerjaan mereka semacam tugas sosial yang harus dilaksanakan, tidak sebagai suatu mata pencaharian atau sebagai profesi teknis, tetapi sebagai pekerjaan tinggi, dipilih oleh inisiatif mereka sendiri, untuk kebaikan negeri (1962, 160).
Begitu juga dalam semangat yang sama pekerja para ahli fisika dan ahli bedah, juru statistik dan argonomis. Namun aturan mereka bertentangan. Zemstvo-zemstvo pepulauan pemerintahan sendiri di suatu lautan otokrasi, tak dapat berbuat apa pun kecuali mengancam otokrasi tersebut dengan contoh eksistensi mereka yang melimpah. Tak dapat dielakkan, orang jadi mengharapkan suatu tambahan pemerintahan yang representatif. Juga tak dapat dielakkan, kaum intelektual zemstvo –
orang-orang yang berhubungan dengan aktualitas, orang-orang yang dihubungkan oleh hari-hari kerja mereka dengan penduduk kelas bawah, mengetahui keinginan-keinginannya, berbagi duka, simpati dengan seluruh kesengsaraannya (1062, 212).
– menjadi pemimpin pembawa harapan, dengan janji hasil yang lebih besar dari pekerjaan mereka. Sama-sama tak dapat dielakkan tampak dari rspon pemerintah ketika zemstvo-zemstvo mendatangi tsar dengan petisi mereka. “Aku sadar.” kata Nicolas II pada tahun 1895, tak lama setelah naik tahta,
bahwa dalam beberapa pertemuan suara-suara zemstvo akhir-akhir ini telah dimunculkan oleh orang-orang yang terbawa oleh ilusi absurd (“mimpi bodoh ...”) sebagai partisipasi representatif zemstvo dalam hal urusan pemerintah. Biarkan semua tahu bahwa, dalam mencurahkan seluruh kekuatanku untuk kesejahteraan rakyat, aku bermaksud untuk melindungi prinsip otokrasi sekuat dan seteguh ayahku yang terdahulu dan yang tak pernah terlupakan (1962, 239).
Sama-sama impresif dalam melihat ke belakang di mana sejarah mengijinkan kita, merupakan jawaban kaum liberal yang berharap untuk penambahan otonomi zemstvo:
Jika otokrasi dalam kata dan perbuatan menyatakan diri sama dengan kemahakuasaan birokrasi, jika ia dapat eksis lama hanya sebagai masyarakat yang tak bersuara, hal itu menyebabkannya kalah. Ia menggali kuburnya sendiri, dan cepat atau lambat – pada setiap tingkat, di suatu masa depan yang tak jauh – akan jatuh di bawah tekanan kekuatan sosial yang muncul ... Kau menentang zemstvo-zemstvo, dan dengannya berarti menentang rakyat Rusia, dan tak ada yang tersisa bagi mereka sekarang kecuali memilih di antara kemajuan atau kepercayaan pada otokrasi ... Kau yang pertama memulai perjuangan, dan perjuangan akan datang (1962, 240).
Di salam perjuangan itu, banyak zemstvo “elemen ketiga” yang kecewa – seperti intelektual zemstvo yang datang untuk mengetahui, sebagai suatu kelompok ketiga setelah birokrasi negara dan representatif yang dipilih – melemparkan revolusi di lahan mereka bersama kaum revolusioner yang akan menjatuhkan si rejim tua.
Namun Rusia pada abad sembilan belas tak hanya merupakan suatu negara pertanian; ia juga tengah mengejar industrialisasi dalam suatu gerakan yang cepat dan terus bertambah. Untuk memahami pengaruh kuat perkembangan ini, kita harus tahu bahwa telah lama ada suatu hubungan erat antara agrikultur dan industri sejak abad ketujuh belas, khususnya di provinsi-provinsi tanah hitam di utara. Agrikultur telah menghasilkan tetapi sedikit di atas tanah-tanah umum yang buruk, dan hasilnya yang sedikit telah ditambah oleh industri-industri rumah tangga seperti menenun, pekerjaan tukang kayu, pembuatan barang-barang tembikar, kerajinan keranjang, atau pengolahan logam, atau pekerjaan musiman di penebangan kayu, pertambangan, membawa atau mengangkut hasil tangkapan. Pada akhir abad kedelapan belas, di antara satu per lima sampai satu per tiga penduduk laki-laki dewasa di provinsi-provinsi tanah hitam telah mengubah mata pencaharian dengan cara non-agrikultur (Lyashchenko, 1959, 221). Bagaimanapun, perkembangan suatu tenaga kerja yang permanen secara besar dihalangi oleh pembatasan kontrak-kontrak buruh bebas yang dijalankan oleh sistem perbudakan. Sampai tahun 1835 seorang tuan tanah dapat pada setiapsaat memanggil kembali budaknya dari pekerjaan industrial untuk bekerja kembali di perkebunan mereka. Jadi pada dekade ketiga abad kedelapan belas para pekerja di pabrik-pabrik tekstil yang sampai tua juga tetap bekerja hanya berjumlah sekitar 10 persen dari jumlah seluruh buruh yang berkerja (1949, 286-287).
Pembatasan ini memperkuat suatu ikatan pada tanah yang terus berkelanjutan. Pola pekerjaan industrial yang berlaku yang mengkristal di bawah kondisi-kondisi ini adalah industri rumah tangga, yang diorganisasikan di atas suatu sistem memproduksi, atau migrasi musiman pada pekerjaan industrial, berpasangan dengan mudik musiman pada kerja agrikultur. Musim-musiman seperti ini berayun dari perkebunan dan pabrik dikenal sebagai otkhodnichestvo, sebuah pola yang telah berlanjut memasuki abad kedua puluh (Dunn dan Dunn, 1963, 329-332). Pada akhir musim agrikultur jatuh, sekumpulan laki-laki bersiap untuk pekerjaan industri, kembali ke rumah di saat musim semi tiba. Kelompok-kelompok ini mengembangkan suatu bentuk organisasi yang karakteristik, dikenal sebagai artel’. Anggota-anggota kelompok ini:
dikontrak satu sama lain, dan secara kolektif dengan seorang majikan, untuk bekerja pada suatu tingkat tetap yang dibayar tunai dan penghasilan tambahan dibagikan sama banyak. Kontrak-kontrak ditandatangani seorang agen (artel’shchik) yang menandatangani untuk kelompok. Semua anggota artel’ mengerjakan fungsi-fungsi spesifik; anak-anak muda membantu sebagai tukang masak dan pelayan umum. Bentuk organisasi ini juga dipergunakan di operasi-operasi penebangan kayu dan penangkapan ikan, meskipun dalam kasus ini arkel’ tak bekerja sebagai suatu pekerja kolektif tetapi sebagai pengusaha kolektif. Tetapi prinsip-prinsip divisi pendapatan yang sama tetap dipakai (Dunn dan Dunn, 1967, 10).
Pada tahun 1960, sepertiga dari 800.000 pekerja industrial masih merupakan budak; tetapi Emansipasi memberi suatu dorongan kuat untuk membentuk suatu tenaga kerja industrial yang permanen dan bebas. Ini menciptakan suatu pool pekerja petani yang tak memiliki tanah lagi – suatu jumlah yang diperkirakan lebih dari 2,5 juta laki-laki – yang harus menemukan pekerjaan tambahan. Lebih lanjut, mungkin ada sekitar sejuta petani yang telah menerima penjatahan tanah kurang dari satu desiatin, atau 2,7 aacre dan yang perlu menemukan pekerjaan tambahan untuk menambah penghasilan mereka. Pada akhir abad sembilan belas ada sekitar 3 juta orang di pekerjaan industrial (Lyashchenko, 1949, 420). Pertambahan pekerja di industri khususnya terjadi di pabrik-pabrik besar. Sebaliknya pada tahun 1866, ada 644 pabrik mempekerjakan 100 pekerja, tahun 1890 ada lebih dari 951 pabrik yang demikian. Pada saat yang sama, jumlah pabrik yang mempekerjakan lebih dari 1000 pekerja, meningkat dari 42 pabrik yang mempekerjakan 62.800 pekerja, menjadi 99 pabrik yang mempekerjakan 213.300 orang. Prosentase seluruh pekerja yang bekerja di pabrik-pabrik yang mempergunakan 1000 pekerja dan lebih bertambah dari 27,1 persen jumlah keseluruhan pekerja pada tahun 1866 menjadi 45,9 persen dari seluruh pekerja tahun 1890.
Demikianlah suatu konsentrasi pekerja dalam pabrik-pabrik besar dicatat, khususnya ketika kita membandingkan Rusia dengan negeri lain. “Dalam konsentrasi produksi,” kata Manya Gordon (1941, 354),
Rusia sendiri tahun 1895 telah melampaui Jerman. Pada tahun itu, yang memperoleh upah di pabrik-pabrik Rusia lebih dari 500 pekerja terhitung 42 persen dari seluruh pekerja, sebaliknya di Jerman perusahaan besar terhitung hanya memiliki 15 persen dari populasi pekerja. Pekerja di perusahaan dengan 10 sampai 50 pekerja adalah 16 persen di Rusia dan 32 persen di Jerman. Pada tahun 1912 pekerja di pabrik-pabrik Rusia yang lebih dari 500 pekerja adalah 53 persen dari keseluruhan. Sekitar 1925 di Jerman perusahaan dengan 1000 atau lebih pekerja memiliki 30 persen dari seluruh pekerja di pabrik-pabrik. Rusia sedini tahun 1912 memiliki 43 persen pabrik-pabrik yang mempekerjakan 1000 orang atau lebih. bahkan lebih tajam perbandingannya dengan Amerika Serikat. Seluruh pekerja di perusahaan-perusahaan dengan lebih dari lima puluh pekerja yang ada di perusahaan lima ratus pemilik atau lebih adalah 47 persen di Amerika Serikat tahun 1929. Yang begitu 61 persen di rusia pada tahun 1912.Sebagai suatu hasil modal luar negeri kerajaan Slavia yang terbelakang, secara industrial adalah anak bawang dalam perbandingan dengan Amerika Serikat, memiliki suatu konsentrasi produksi yang besar.
Tendensi yang kuat ke arah konsentrasi suatu kelas pekerja baru ini juga terang secara geografis. Hampir 60 persen seluruh pekerja pabrik di Rusia Eropa dikonsentrasikan dalam delapan wilayah sempit: Eilayah Industrial Moskow, St. Petersburg, Polandia, Krivoi Rog dan Donets Basin di ukraina, Kiev dan Podolia, Baku dan Transcaucasia. Relatif kecil dalam hubungannya dengan populasi keseluruhan, karena itu, pertumbuhan proletariat Rusia mengembangkan kekuatan sosial yang spesifik dalam beberapa pabrik, berlokasi di beberapa wilayah, suatu pertimbangan penting dalam mengevaluasi perebutan kekuasaan oleh Bolshevik pada tahun 1917. Samadengan itu adalah suatu pertambahan besar dalam tenaga kerja yang mengisi jalan kereta api yang bertambah dari 1.488 verst tahun 1861 menjadi 61.292 verst tahun 1906; jumlah pekerja jalan kereta api bertambah dari 32.000 menjadi 253.000 (Lyashchenko, 1949, 487, 502).
Sementara proses konsentrasi ini mencakup penambahan jumlah pekerja, ia juga mengubah sejumlah petani menjadi pekerja purna-waktu dalam jumlah yang terus bertambah, dan pekerja setengah waktu menjadi pekerja penuh waktu.
Pada akhir tahun 1890-an, setengah dari pekerja industrial Rusia memiliki ayah yang tidak bekerja di industri sebelum mereka. Pada saat yang sama, juga bertambah jumlah pekerja yang kadang mudik ke desa mereka untuk mengerjakan pekerjaan agrikultur. Suatu penelitian yang dilakukan di wilayah industrial Moskow pada tahun 1880 memperlihatkan bahwa trend ini khususnya penting di dalam industri yang sudah dimekanisasikan, seperti alat tenun mekanik, pencetakan dan finishing katun, serta kerajinan logam. Bagaimanapun, dalam perdagangan-perdagangan yang dioperasikan secara manual, seperti penenunan katun dan sutera, persentase pekerja tetap yang bekerja pada bidang itu tetap tinggi sampai 72 persen dan 63 persen berutur-turut (Lyashchenko, 1949, 544-545). Pergantian tetap tinggi untuk semua pekerja. Pekerja industrial berpindah ini memberikan suatu hubungan yang berkelanjutan antara kota-kota dan desa-desa, suatu hubungan yang tentu penting dalam penyebaran gagasan-gagasan dan aspirasi-aspirasi di seluruh negeri. Lebih tidak langsung, melalui saliran-saluran perdagangan dan komersial, adalah koneksi pengrajin-pengrajin desa dengan dunia luar yang lebih besar. Jumlah mereka diperkirakan pada tahun 1901 sekitar 4.600.000 pekerja di lima puluh provinsi (Gordon, 1941, 356).
Apa yang telah melahirkan perkembangan ini atas struktur masyarakat Rusia secara keseluruhan? Apakah, jika ada, penyusunan kembali sosial yang mereka bawa dalam kebangkitan mereka, dan apa, jika ada, konsekuensi dari penyusunan kembali ini pada bangunan besar tsarisme? Negara ini telah dikembangkan, pada awalnya, sebagai suatu aparatur militer. Ia memasuki periode modern, pertama dalam reaksi kekerasan melawan invansi-invansi orang Mongol di timur, belakangan melawan pelanggaran batas dari Livonian, Swedia, dan Polandia dari barat. Dalam kata-kata ahli sejarah Rusia Kliuchevski, Rusia “menjadi suatu perkemahan tentara yang dikelilingi di tiga sisi oleh para musuh.” Hasilnya adalah pertumbuhan suatu mesin militer yang besar, didedikasikan untuk perang agama atas nama Moskow sebagai Roma ketiga. Di bawah Ivan III (1462-1505) dan Ivan IV (1533-1584), bangsawan Rusia kehilangan otonomi sebelumnya dan secara lengkap ditempatkan di bawah perlindungan tsar. Bangsawan baru dan lama menerima tanah sebagai bayaran pelayanan, dan menjadi “budak” turun-temurun atas tsar. Mesin militer ini lebih lanjut memasukkan pola Mongol atas sensus dan perpajakan, yang kemudian dibawa pada teknologi industrial Barat untuk membangun suatu industri alat perangnya sendiri. Lebih lanjut, ia menghadapi periode modern dengan suatu sistem perbankan terpusat, di mana pengaturan departemen kredit keuangan negara megontrol seluruh aparatur finansial negeri (Lyashchenko, 1949, 706). Anggaran militer terhitung santara 60 sampai 70 persen dari belanja negara pada abad ketujuh belas, dan tidak turun dari 50 persen pada setengah pertama abad kesembilan belas.
Di suatu negara yang demikian, posisi bangsawan samar-samar dan lemah. Para bangsawan Rusia tak pernah menjadi pemilik tanah yang besar, yang dapat menggunakan suatu kekuatan lokal yang mandiri untuk melawan negara. Justru, para tsar mempekerjakan mereka dengan kuat untuk membuat tatanan sosial para bangsawan pada istana tidak di atas suatu kekuatan otonom yang mungkin ia miliki, tetapi di atas meja organisasi yang melayani status bangsawan sebagaimana telah ditetapkan, sementara kebangsawanan yang demikian tidak memerlukan hak untuk melatih semacam pelayanan partikuler. Dengan demikian meja birokrasi organisasi mengambil hak yang lebih tinggi atas setiap ikatan pribadi yang penuh loyalitas. Pada saat yang sama, para bangsawan hidup sebagai penyewa di kota-kota besar dan kecil, lebih dari seperti pengurus pertanian di atas perkebunan besar mereka; dacha merupakan suatu tempat liburan, bukan suatu pusat administrasi. Dalam masalah agrikultural, mereka menyandarkan diri dalam kejadian masa lalu di atas juru sita mereka dan para representatif terpilih dari komuni-komuni desa. Dengan demikian mereka tergantung pada negara, yang mengatur dari atas, dan pada komuni petani, dengan adat istiadat dan praktis-praktis agrikultur, memaksa kecakapan mereka untuk membuat keputusan dari bawah (lihat Confino, 1963). Di bawah perintah dari atas, dan paksaan dari bawah, mereka mendiami semacam tatanan sosial orang-orang yang tak bertanah, di mana mereka menggantikan solidaritas lokal dan teritorial serta solidaritas keluar menjadi beberapa sekolah dan resimen. Sebagaimana Pushkin mengungkapkan pada awal abad kesembilan belas, sekolah dasar Tsarskoe Selo telah menjadi “tanah air bagi kami”. Dengan nasihat Peter yang Agung, lebih lanjut, penambahan jumlah non-bangsawan diakui untuk melayani dan karena itu juga untuk memperoleh gelar. Keputusan tahun 1762 untuk menciptakan pelayanan bangsawan lebih suka rela daripada wajib, telah memperlihatkan sebagai suatu keuntungan bagi para bangsawan, dalam kenyataannya diumumkan bahwa negara telah menemukan strata tambahan penduduk yang diambil dari para pembantu loyal (Raeff, 1966, 109), dan bahwa monopoli pelayanan kaum bangsawan secara meyakinkan dicabut. Dengan demikian bangsawan Rusia tak pernah menjadi suatu bentuk:
perkebunan besar yang sejati dengan suatu kehidupan usaha otonom, di mana keanggotaan, hak-hak, dan privilege menjadi dasar kreativitas dan nilai sosial mereka yang mengatur di dalam ekonomi, pemerintahan lokal, dan ekspresi gagasan dan opini-opini. Kegagalan menciptakan suatu perkebunan besar para bangsawan yang sejati mengabaikan kebangsawanan yang tak menentu dan tergantung pada negara: ia terus menoleh pada negara untuk penuntun di dalam segala hal yang mengenai perkembangan negara serta transformasi (1966, 106).
Justru, mereka terus mengganti fungsi pelayanan spesifik mereka, yakni fungsi umum budaya Barat yang menyebar – khususnya budaya Prancis – menjadi sekumpulan orang Rusia yang “terbelakang”. Bangsawan dari pasukan artileri atau ahli navigasi pada masa Peter yang Agung berhak menjadi seorang “bangsawan-filsuf”. Kliuvchenski menggambarkannya dengan menggigit sebagaimana berikut:
gambaran tipikal kelas sosial yang bertugas membawa masyarakat Rusia ke arah jalan panjang kemajuan; sebab itu perlu menunjuk karakteristik utamanya. Posisi sosialnya ditentukan di atas ketidakadilan politik dan dinobatkan dengan kemalasan. Dari tangan para guru, penyanyi dan juru tulis di gereja desa, ia masuk ke dalam kontrol seorang guru Prancis, mengelilingi pendidikannya dengan teater-teater Italia atau restoran-restoran Prancis, mempergunakan kecakapannya di ruang gambar St. Petersburg, dan mengakhiri hari-harinya dalam suatu belajar secara privat di Moskow, atau di beberapa tempat lainnya, dengan sebuah volume Voltaire di tangannya. Di Povarskaia (salah satu jalan raya besar di Moskow), atau di luar kota guberniia Tula , dengan volume Voltaire di tangannya, ia merupakan satu fenomena aneh. Semua yang ia ambil, adat-istiadat, cita rasa, simpati, bahasanya sendiri – semua asing, diimpor; ... ia tak memiliki koneksi organik dengan sekelilingnya, tanpa usaha serius di dalam hidupnya. Seorang asing di sekitar rakyatnya, ia mencoba membuat dirinya betah di sekitar orang-orang asing, dan di masyarakat Eropa ia semacam anak kecil yang meniru-niru. Di Eropa ia dilihat, tentu saja, sebagai orang Tatar yang berpakaian lain, dan di rumah, orang melihatnya sebagai orang Prancis yang lahir di Rusia (dikutip dari Robinson, 1949, 52-53).
Dari pembantu negara, mereka menjadi penduduk suatu masyarakat di mana mereka memiliki sedikit koneksi aktif. Dalam kemunculan perang Napoleonik, banyak dari mereka merasakan beban “kenyataan Rusia yang terkutuk” milik mereka. Terasing dari negara, terasing dari ikatan lokal, juga terasing dari kelompok-kelompok sosial lain dalam masyarakat mereka sendiri, mereka menemukan “rumah”-nya di akhir sejumlah “lingkaran” yang berkembang biak, penginapan-penginapan, dan masyarakatmasyarakat rahasia yang tumbuh lebih kritis pada saat itu. Tahun 1825, tendensi-tendensi ini menghasilkan pemberontakan Desembris yang gagal, di mana orang-orang militer dan beberapa pembantu sipil mencoba menciptakan suatu “revolusi dari atas”. Secara politik impoten, mereka juga tak efektif secara ekonomi.
Menuju akhir era perbudakan, hutang para tuan tanah naik pada proporsi yang sangat besar, dan di malam Emansipasi dua pertiga dari seluruh budak pribadi digadaikan oleh tuan-tuan mereka pada institusi negara untuk pinjaman keseluruhan 400.000.000 rubl, atau lebih dari setengah nilai pasar budak-budak ini pada harga yang berlaku kemudian – dan hal ini tidak termasuk pinjaman dari sumber pribadi, di mana para tuan tanah membayar suatu kepentingan yang lebih tinggi (Robinson, 1949, 56-57).
Sebagaimana kaum bangsawan mundur dalam kekuasan efektif, kelompok-kelompok sosial yang lain mulai naik ke jenjang pekerjaan-pekerjaan negara. Negara memerlukan para pegawai: diperlukan orang-orang dengan kecakapan, misalnya dokter, insinyur dan guru. Untuk memperoleh ini negara mulai melanjutkan pendidikan: sekolah kadet untuk anak laki-laki bangsawan dibuka, setelah tahun 1825, menjadi universitas. Pertumbuhan kesempatan pendidikan memiliki konsekuensi penting untuk masyarakat Rusia. Secara paradoks, pendidikan di Rusia “kurang kaya daripada di Barat” (Berdiaiev, 1937, 67). Dari tahun 1865 sampai tahun 1914, jumlah pelajar per 100.000 penduduk bertambah dari 105 menjadi 545, atau lima kali lipat. Di sekolah-sekolah yang lebih tinggi, pertumbuhan bahkan lebih terlihat: pendaftaran meningkat tujuh kali lipat antara tahun 1865 dan 1914. Lebih lanjut, ada pertambahan jumlah anak-anak pekerja dan petani yang diterima untuk suatu pendidikan. Di antara tahun 1880 dan 1914, anak-anak pekerja dan pengrajin di universitas meningkat 12,4 persen ke 24,3 persen dari seluruh mahasiswa. Anak-anak petani terhitung hanya 3,3 persen tahun 1880; tetapi pada tahun 1914 mereka menjadi 14,5 persen dari mahasiswa di universitas (Inkeles, 1960, 344). Dengan demikian pendidikan menyediakan saluran dtrategis untuk mobilisasi sosial raznochintsy, orang-orang bergelar yang telah ditentukan oleh tabel gelar Peter yang Agung, tetapi yang memberikan pelayanan baru yang diperlukan oleh negara. Itu berada pada jenjang pendidikan, diarahkan dari seminari ke gimnasium di universitas “di mana raznochintsy mendaki cahaya hari; tanpa itu mereka tak akan pernah ada” (Malia, 1961, 13).
Namun proses pendidikan memiliki konsekuensi tak terdiga. Negara tsaris dapat mempergunakan bakat teknikal, tetapi tak dapat menguasai implikasi sosial yang lebih besar sari suatu elit berpendidikan. Pendidikan memberi kelahiran tak hanya personel teknik, tetapi juga suatu intelektual Rusia yang spesifik. Adalah di universitas-universitas dengan anggota-anggota kaum bangsawan – menjadi penulis, kritikus, atau profesor – bertemu dengan anak-anak dari kelas yang lain, dan di universitas-universitas terentang antagonisme terdidik menjadi kekuatan absolutis negara. Sebagai sebuah hasil perkembangan suatu kelompok besar laki-laki dan perempuan – diperkirakan tahun 1835 berjumlah ribuan, tetapi tahun 1897 telah menjadi setengah sampai tiga perempat juta (Fischer, 1960, 254, 262) – datang dari seluruh kelas, tetapi disatukan dalam suatu penolakan umum dari negara. Mereka menyerupai, menurut Berdiaev (1937, 48), tak lain seperti suatu “monastik atau sekte”, yang besikap ke arah keberadaan yang berakar pada suatu rasa religius pura-pura di mana “seluruh dunia berada dalam kejahatan” (John 5: 19). Di bawah tekanan terus-menerus sensor dan kekerasan negara, bagian yang lebih besar dari intelektual ini menjadi suatu kelas “mahasiswa yang dikeluarkan dan jurnalis yang disensor, yang dalam keputusasaan dikendalikan pada konspirasi kaum ekstrim (Malia, 1961, 15), dan berkembang biak, dalam bagian akhir abad kesembilan belas, sejumlah konsepsi-konsepsi konspirasi intelektual yang terorganisir melawan negara. Organisasi konspirational yang berlipat ganda ini telah mulai di seluruh Eropa pada periode sebelum perang Napoleonik, ketika:
prospek-prospek politik tampak sangat sama pada para oposisi di seluruh negeri Eropa, dan metode mencapai revolusi – turut bersatu absolutisme yang sebenarnya meniadakan reformasi damai masuk di Eropa – sangatlah sama. Seluruh kaum revolusioner menganggap diri mereka, dengan beberapa justifikasi, sebagai elit-elit kecil yang beremansipasi dan progresif, dan pada akhirnya menguntungkan, suatu massa luas dan lamban orang-orang biasa yang bodoh dan menyesatkan, yang tak akan mau menyambut liberasi ketika ia datang, tetapi tak dapat diharapkan ambil bagian mempersiapkan hal itu ... Mereka semua cenderung mengambil tipe yang sama dari organisasi revolusioner, atau bahkan organisasi yang sama: persaudaraan pemberontakan rahasia (Hobsbawm, 1962, 115).
Salah satu organisasi demikian telah menyatukan aristokrat-aristokrat muda, yang pada tahun 1825 muncul melawan tsar; tetapi pemberontakan ini dengan mudah dipadamkan. Yang lainnya, bagaimanapun, mengikuti langkah kaki mereka. Jika pun konspiratorial merupakan pan-Eropa –dan bahkan sampai ke Amerika Latin–
ia memiliki suatu daya tarik yang aneh bagi orang Rusia, dan ini jadi candu bagi konspirasi bawah tanah, bagi metode-metode terselubung dan penuh kebencian, serta program-program teror, yang membuat Rusia pada akhir abad kesembilan belas keluar dari nada umum kehidupan Eropa (Tompkins, 1957, 157).
Di dalam garis konspirasi tak terputus yang menghubungkan para pemberontak tahun 1825 ke para revolusioner tahun 1917, sosok Sergei Nechaev berdiri, keduanya karena ia mengembangkan konsep revolusioner profesional dan karena tulisan-tulisan serta aktivitas-aktivitasnya menangkap imajinasi masyarakat Rusia berpendidikan, sebagaimana digambarkan dengan jelas dalam novel The Possessed karya Dostoievski yang sejalan dengan konspirasi Nechaevist. Nechaev, anak seorang budak yang memperoleh pendidikan yang cukup menjadi seorang guru dan menyelesaikan universitas di St. Petersburg, mungkin merupakan penulis Catechism of the Revolutionary yang ditulis tahun 1869. Dalam buku itu ia menggambarkan revolusioner sebagai:
seseorang yang terpisah. Ia tak memiliki kepentingan pribadi, tanpa emosi, tanpa kasih sayang; ia tak memiliki kekayaan pribadi, bahkan tak punya nama. Segala sesuatu padanya disangga oleh suatu kepentingan ekslusif, satu pikiran, satu keinginan tunggal – revolusi ... semua sentimen lemah-lembut kekeluargaan, cinta, rasa terima kasih, dan bahkan kehormatan harus ditekan oleh keinginan tunggal revolusi ... semangat revolusioner menjadi suatu kebiasaan sehari-harinya, tetapi itu selalu dikombinasikan dengan perhitungan yang dingin. Pada setiap waktu dan di mana-mana ia harus melakukan apa yang menjadi kepentingan tuntutan revolusi, terlepas dari kecenderungan pribadinya sendiri (dikutip dari Prawdin, 1961, 63-64).
Revolusioner profesional ini merupakan bentuk kelompok lima, menyusun suatu hierarki revolusioner pada puncak yang disebut Komite di mana akan:
mengkombinasikan hal yang ada dan juga termasuk pemberontakan yang tak berhasil serta mentransformasi ledakan terpisah ke dalam revolusi populer yang besar (dikutip dari Prawdin, 1961, 41).
Seratus lima puluh dua Nechaevist mencoba konspirasi pada tahun 1871. Mereka digambarkan oleh satu dari para pengacara mereka sebagai:
proletariat intelektual Rusia. Tak masalah apa pun yang dituduhkan, secara kolektif mereka masuk ke dalam kelas rakyat yang menerima suatu pendidikan yang lebih baik, yang merasakan buah ilmu pengetahuan dan menampung ide-ide Eropa, tetapi mengingkari suatu tempat yang sama di dalam kehidupan. Yang terbaik bisa mereka dapatkan dari kehidupan, tetapi mereka tak memiliki hak, tanpa tradisi, tanpa pengaman, dan juga mereka sesungguhnya secara alami material dalam ide-ide baru yang dapat mengakar dan dikembangkan (dikutip dari Prawdin, 1961, 69).
Pengadilan memberi publikasi yang besar untuk pandangan-pandangan mereka. Seorang agen polisi rahasia menulis bahwa:
Pengadilan menggambarkan suatu tonggak sejarah dalam kehidupan orang Rusia. Pada saat itu hampir di seluruh tempat di penjuru tanah air di mana manifesto-manifesto Nechaev tidak dibaca di kalangan tak berpendidikan yang secara alami memberikan perhatian mereka pada titik-titik di mana ada pembicaraan tentang penderitaan rakyat dan tanggung jawab manusia atas itu ... sampai sekarang pengajaran demikian tetap rahasia dan distribusi proklamasi divonus sebagai kejahatan. Sekarang, semua menjadi pengetahuan yang umum, didistribusikan ke seluruh Rusia dalam puluhan ribu kopi surat kabar (dikutip dari Prawdin, 1961, 75).
Konsep suatu tentara revolusioner profesional menjadi prototipe untuk sejumlah gerakan teroris sepanjang seperempat terakhir abad, dan memperkuat konsep Lenin tentang partai revolusioner sebagai staff umum revolusi. Apa yang Lenin kerjakan, secara esensial, dapat dikarakteristikan sebagai penyatuan suatu konsep Rusia mengenai kelompok konspirator yang terorganisir dengan gagasan-gagasan Marxis tentang tindakan proletariat dalam revolusi. Dalam kata-kata Trotsky:
Dalam rangka merebut kekuasaan, proletariat memerlukan lebih dari sekedar pemberontakan spontan. Ia memerlukan suatu organisasi yang cerdik, ia memerlukan suatu rencana; ia memerlukan suatu konspirasi. Demikian pandangan Leninis mengenai masalah ini (1932, III, 170).
Dalam What Is to Be Done? yang ditulis pada tahun 1902, Lenin memberikan peran krusial kepemimpinan ini pada para revolusioner profesional yang direkrut dari “generasi muda kelas terdidik”. Sementara para pekerja yang tetap pada perlengkapan mereka sendiri hanya dapat mengembangkan kesadaran persatuan-dagang dan para petani hanyalah borjuis kecil yang menuntut tanah, akan diarahkan oleh para intelektual yang akan memimpin revolusi untuk kepentingan pekerja dan petani.
Kemunduran kekuasaan kaum bangsawan dan naiknya pengaruh intelektual hanya diimbangi sebagian oleh aktivitas politikal yang aktif pada bagian suatu kelompok pengusaha yang tumbuh. Perkembangan suatu kelas pengusaha mandiri lama tertunda, dengan perdagangan memusat di tangan para pedagang yang didukung oleh negara, atau pedagang yang bekerja untuk bangsawan dan gereja. Ini bahkan dibantah bahwa aktivitas wirausaha muncul di atas pinggiran masyarakat, dalam komunitas religius anti negara Kepercayaan Lama yang murtadz, lebih dari di dalam pusat strategis tatanan sosial. Digiring ke dalam hutan-hutan di utara oleh penyiksaan religius, Kepercayaan Lama mengorganisir perdagangan seperti gereja dan komuni pengrajin seperti Vyg, Rogozhsk dan Preobrazhensk; organisasi-organisasi ini – pada abad ketujuh belas dan delapan belas – memberi “dasar bagi beberapa keuntungan besar di sekitar usahawan Rusia” (Bill, 1959, 103). Abad kesembilan belas, dengan ekspansi perdagangan oleh kapal dan jalan kereta apinya, lebih jauh mendorong pertumbuhan kelas baru ini, tetapi tetap ditandai dengan kuat oleh asal-usul petani dan pengrajinnya.
Di antara dua puluh atau lebih keluarga yang ditetapkan pada rangking tertinggi borjuis Moskow pada akhir abad kesembilan belas, setengahnya muncul dari kaum petani di dalam tiga generasi sebelumnya, sementara setengahnya yang lain tampak ke belakang sebagai suatu keturunan pengrajin dan pedagang kecil yang datang ke Moskow pada akhir abad kedelapan belas atau pada awal abad kesembilan belas (Bill, 1959, 153).
Emansipasi tetap mengijinkan penambahan jumlah usahawan dan petani yang cerdik untuk masuk pada derajat usahawan. Namun, secara paradoks, para usahawan tetap impoten secara politik. Mereka tak menemukan ikatan pada kebangsawanannya yang menolak kawin dengan mereka (Ungern-Sternberg, 1956, 53). Usaha mereka tetap besar pada suatu dasar keluarga; pengaturan perusahaan yang akan memiliki hubungan usaha keluarga dan memberikan dasar organisasional untuk penyatuan kelas yang lebih besar yang berkembang hanya setelah masuk ke abad kedua puluh. Mereka juga terus bersandar diri dengan berat pada negara, dan bertarung satu sama lain untuk keuntungan, atau tarif-tarif, kontrak dan subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Mereka menjadi semakin tergantung pada modal luar negeri, yang mencapai sepertiga dari seluruh sumber modal pada tahun 1890-an dan sekitar setengahnya pada tahun 1900 (Lyashchenko, 1949, 535), membuat Trotsky mengatakan mereka dengan merendahkan sebagai seorang “borjuis semi-komprador”:
Otokrasi Rusia di satu sisi, borjuis Rusia di sisi lain, berisi sosok-sosok kompradorisme, bahkan lebih dan lebih jelas terlihat. Mereka hidup dan menghidupi diri mereka sendiri atas dasar koneksi-koneksi mereka dengan imperialisme asing, mereka tidak bertahan hidup pada waktu lama bahkan dengan dukungannya. Borjuis Rusia yang semi-komprador memiliki kepentingan imperialis-dunia pada satu rasa di mana suatu agen bekerja dengan penghasilan persentase yang dihidupi oleh kepentingan tuannya (1932, I, 17).
Peran mereka dalam masyarakat ialah memberi sedikit pengakuan sosial yang positif; istilah kupez (pedagang) menyimpan nada tambahan “bajingan, penipu”; dan mereka sendiri secara taat dipengaruhi oleh kepercayaan religius yang dianut di mana keuntungan dagang merupakan semacam dosa. Banyak dari mereka memberi uang yang banyak untuk tujuan keagamaan (Elisséeff, 1956). Tidak juga mereka mengadakan hubungan dengan intelektual yang tumbuh di mana tetap bermusuhan dalam mengejar keuntungan. Dicatat bahwa banyak penulsi besar Rusia – Pushkin, Dostoievski, Tolstoy, Gorki – secara menggigit mengutuk keserakahan komersial, dan membantu menciptakan “rasa permusuhan terhadap suatu masyarakat moneter yang merembesi intelektual dan dunia sastra Rusia sepanjang abad kesembilan belas.” (Bill, 1959, 181).
Kita dengan demikian berhadapan dengan suatu masyarakat yang memiliki mesin militer tetapi berkelas lemah, namun ragu-ragu pada kemampuan mereka untuk mengungkapkan kepentingan mereka dalam suatu bidang politik; dengan populasi berpendidikan yang secara luas terasing dari cita-cita dan prosedur-prosedurnya; suatu masyarakat yang berjuang dengan keberhasilan yang samar-samar untuk menyelesaikan masalah-masalah agrarianya – dan di dalam kesibukan suatu revolusi industri yang bercabang-cabang. Keterlibatan dalam Perang Dunia I melemparkan militernya dan menunjukkan ketidakmampuannya untuk mengatasi meluasnya kerusuhan sosial, dan ke dalam suatu kekosongan yang diciptakan oleh kegagalan militer dan politik akan memunculkan intelektual bersenjata, yang akan mengambil kesempatan melalui pemogokan massa di antara pekerja dan pemberontakan pedesaan di antara petani untuk merebut kekuasaan melalui pemberontakan.
Revolusi mengakhiri negara tasaris dan kelasnya yang lemah dengan tiga faktor yang muncul: perkembangan pemogokan massa indutrial, meningkatnya kerusuhan petani, dan desersi massa tentara, bercampur dalam petani dan pekerja yang disebut pasukan. Keberhasilan Revolusi tergantung pada keberhasilan sinkronisasi tiga gerakan ini. Semuanya jelas baru mulai dari Revolusi 1905, dan dalam bentuk perkembangannya pada Revolusi 1917.
Pemogokan massa industrial Revolusi 1905 didahului oleh sejumlah pemogokan yang terus bertambah sejak tahun 1880. Pada tahun 1902 terjadi pemogokan jalan kereta api Vladikavkaz di Kaukasus dan Rostov-on-Don di Rusia Baru. Pemerintah melawan dengan mendirikan persatuan-persatuan di bawah kontrol polisi yang menghasilkan hasil yang paradoksal. Banyak pekerja memperoleh pengalaman organisasi dalam persatuan-persatuan ini, tetapi dengan cepat mengeluarkan tuntutan pemikian yang diizinkan oleh polisi tsaris. Melalui metode ini para pekerja menjadi berkenalan dengan taktik mengadakan pemogokan dan menunjuk komite pemogokan. Oscar Anweiler (1958, 28) percaya bahwa perkembangan ini pertama terjadi pada pekerja Yahudi di provinsi-provinsi barat, di mana mereka dikenalkan pada kemiskinan Rusia tahun 1896-1897. Pada bulan Mei 1905 terjadi pemogokan massa 70.000 pekerja di pusat tekstil Ivanovo Voznesensk, berlokasi 200 mil arah tenggara Moskow di Wilayah Volga Tengah. Di sinilah komite pemogokan 150, seprempatnya dari Sosial Demokrat, untuk pertama kali menyebut dirinya suatu dewan atau soviet, dan mulai mengambil fungsi-fungsi politik lokal dan militer.
Gerakan petani sebagian dicetuskan oleh pemberontakan industrial, dan sebagian dari mereka sendiri. Pada tahun 1902 pemogokan jalan kereta api di Kaukasus memulai gangguan petani di daerah itu. Pada saat yang sama, bagaimanapun, terjadi emogokan industrial secara mandiri, suatu pemberontakan terjadi di Vitebsk, di Rusia Putih, di mana petani menuntut penerbitan Proklamasi Emansipasi 1861 “yang asli”. Dari sini kerusuhan petani meluas ke Wilayah Agrikultur Pusat. Pada pemberontakan yang meluas ini terdapat urusan-urusan lokal, tetapi di mana-mana mereka menghasilkan tuntutan dasar yang sama: penghapusan kontrol pejabat atas kehidupan petani, penghentian uang tebusan, kelonggaran pajak, dan pembagian tanah. Hanya di Wilayah Volga Tengah ada banyak hubungan antara etani perusuh dan revolusioner urban; di provinsi-provinsi Saratov dan Penza kelompok Revolusioner Sosialis (Socialist Revolutionary – SR) berhasil dalam mengorganisir beberapa persaudaraan petani bersenjata. Namun berbulan-bulan kemudian para petani di mana-mana mulai mendengar pemogokan massa di kota dari pekerja-petani yang baru saja kembali ke desa, dan tentang kekalahan militer yang diderita dalam perang melawan Jepang. Mengerahkan pasukan cadangan lebih lanjut mempengaruhi kehidupan petani. Ada respon petani yang terus bertambah pada pendirian persatuan petani, dirangsang pada musim panas oleh kaum liberal zemstvo dan provesional revolusioner yang tinggal di wilayah pedesaan. Demikianlah, di provinsi Vladimir seorang guru sekolah lokal, dibantu oleh juru tulis distrik dan pembantunya, mengorganisir suatu persatuan petani, mendorong petani untuk menduduki tanah para tuan tanah dan menolak membayar pajak. Di provinsi saratov seorang dokter hewan lokal meminpin suatu gerakan petani yang mengorhanisir milisinya sendiri, melembagakan suatu kuliah kependetaan di tempat yang ditunjuk gereja, dan merubah gereja-gereja menjadi sekolah dan rumah sakit (Harcave, 1964, 218). Pada akhir Juli, sebuah Persatuan Petani Seluruh Rusia mengorganisir suatu pertemuan 100 petani dan 25 anggota intelektual di Moskow. Pada November Persatuan Petani memiliki 200.000 anggota di 26 provinsi. Di dalam Persatuan Petani kita mungkin mencatat suatu proses yang diulang pada tahun 1917, dengan konsekuensi penting untuk distribusi kekuatan politik: wakil-wakil petani lokal terbukti lebih radikal daripada kepemimpinan pusat. Pada pertemuan kedua Persatian Petani di awal November, wakil-wakil ini menuntut mempergunakan kekerasan dan merebut serta membagi tanah tanpa konpensasi. Tuntutan radikal mereka menemukan suatu gema di dalam soviet yang diorganisasi di industri St. Petersburg. “Untuk pertama kali dalam sejarah negeri ini, ada kemungkinan bahwa ketidakpuasan urban dan pedesaan mungkin disatukan dalam aksi melawan pemerintah (Harcave, 1964, 220).
Meningkatnya pemogokan dan kerusuhan petani juga mempengaruhi pasukan tentara. Ada banyak pemberontakan tentara di beberapa kota, dan pemberontakan di dalam pasukan, sebagaimana pada perayaan perang Potemkin di Odessa. Di sana-sini soviet-soviet marinir dan prajurit muncul, dan pada bulan Desember 1905 pemerintah memperlihatkan kemampuan yang diperbaharui untuk menahan pemberontakan dengan kekuatan. Di antara bulan Oktober dan Februari-Maret 1906 jumlah pekerja dalam pemogokan surut dari puncaknya yang berjumlah 470.000 orang menjadi 50.000 orang. Keruduhan petani mempengaruhi 240 daerah di musim panas 1905; jatuh pada tahun 1906 hanya 72 wilayah dilaporkan dalam kesulitan; pada 1907 jumlah ini hanya tersisa 3.
Revolusi 1905 menjadi “prolog”, suatu prolog yang, sikatakan Trotsky, “semua elemen drama termasuk di dalamnya, tetapi tak dibawa masuk.” Pada saat ini kekuatan yang tercerai-berai tetap terlalu lemah dan tidak cukup sinkron; pemerintah tetap terlalu kuat.
Setelah satu permulaan yang tenang, ada aktivitas pemogokan baru. Pada tahun 1910, 46.623 pemogok melakukan 222 pemogokan; pada tahun 1912, 225.491 orang dalam 2.032 pemogokan; tahun 1914, 1.337.458 orang dalam 3.534 pemogokan. Selama eriode yang sama, dari tahun 1910 sampai 1914, gangguan petani berjumlah 13.000. Mobilisasi pekerja dan tentara di tahun 1914 biasanya melambankan gerakan pemogokan. Namun pada tahun 1915 ada lagi 928 pemogokan dengan 359.500 pemogok berpartisipasi. Pada tahun 1916, 951.700 pemogok melakukan 1.284 pemogokan; dan pada dua bulan Januari dan Februari 1917 yang krusial sendiri, 676.300 pemogok tampil dalam 1.330 pemogokan (Lyashchenko, 1949. 692, 694).
Terjadi lagi pemogokan pada peristiwa 8 Maret 1917, tetapi pada saat itu pemogokan pekerja dihubungkan dengan pemberontakan prajurit dengan cara tak terduga seperti tahun 1905. Pada tanggal 8 Maret, 90.000 pekerja mogok di St. Petersburg. Banyak di antara mereka adalah wanita – “yang paling tertindas dan bagian terbawah proletariat – para wanita pekerja pabrik tekstil, di antara mereka tak meragukan merupakan isteri-isteri prajurit. Pertumbuhan yang cepat deretan orang yang menunggu makanan telah memberi rangsangan terakhir” (Trotsky, 1932, I, 102). Pada tanggal 9 Maret, sosok para pekerja dalam pemogokan berlipat ganda; pada tanggal 10 Maret, jumlah pemogok mencapai 240.000. Polisi maju melawan kerumunan orang yang berkumpul, tetapi pada malam 10 Maret garnisun militer Petrograd memberontak dan berpihak ke sisi para pekerja. Suatu dewan wakil-wakil pekerja dan prajurit masuk ke dalam kepemimpinan sosialis, sebagaimana tahun 1905, sementara dewan nasional memilih suatu pemerintahan sementara yang berisi orang-orang non-sosialis. Pada tanggal 14 Maret, tsar turun tahta. Demikianlah mulai suatu periode kompetisi kekuasaan antara dua badan politik yang berlawanan, di antara pemerintahan sementara yang lemah, memiliki kekuasaan formal, dan sovyet (dewan) Petrograd, yang mengontrol di jalan-jalan ibu kota.
Hasil perjuangan tak seimbang ini adalah sejarah. Pemerintahan sementara mempertahankan semuanya dengan cara melanjutkan perang dan ada suatu penundaan reformasi internal sampai perang dimenangkan. Bolshevik, di bawah pimpinan Lenin, menyeru segera diakhirinya perang. Kelompok-kelompok lain menunggu. Hanya Bolshevik dan Revolusioner Sosialis (SR) Kiri yang mengerti bahwa perang akan berakhir karena – sebagaimana Lenin katakan – “para prajurit sedang memilih dengan kaki mereka”; pada bulan Juli serangan yang dilancarkan oleh pemerintah ditolak prajurit untuk berperang dan mulai ingkar; front jatuh. Pada saat yang sama para petani mulai menjadi lebih radikal dalam tuntutan mereka, jauh melebihi – sebagaimana tahun 1905 – pembicara urban mereka yang berhati-hati. Sejumlah pengambilalihan besar-besaran perkebunan besar dan hutan meningkat tajam dari bulan ke bulan: perampasan berjumlah 17 pada bulan Maret; 204 pada bulan April; 259 pada bulan Mei; 577 pada bulan Juni; dan 1.122 pada bulan Juli (Mitrany, 1961, 81). Akhirnya dua gerakan bersatu.
Suatu pasukan bersenjata berjumlah dua belas juta orang menyebar, membanjiri seluruh negeri dengan petani-petani berseragam yang kembali dalam keadaan menyedihkan ke desa-desa mereka, kebingungan dan putus asa. Di dalam massa mereka yang membanjir mereka adalah anggota Bolshevik atau SR kiri atau ekstrimis non partisan. Mereka membawa kembali bersama mereka suatu kebencian yang menggigit melawan kelompok yang pengaruhnya menonjol di desa (misalnya partai Revolusioner Sosialis/SR), dan sekumpulan prasangka terhadap orang yang mengeluarkan mereka dari tentara; atau dari konsekuensi-konsekuensi yang membuat meninggalkannya ... sanak famili dan tetangga para prajurit-petani tunduk padanya – biasanya pada keputusannya, dan selalu pada senapannya ... itu bukan patriarki menghormati Ibunda Tuhan dan kerinduan tetap di hati terhada tsar, tetapi petani muda atau setengah baya yang kembali dari perang, terbiasa dengan kekerasan dan tak segan mempergunakannya, yang selama akhir bulan-bulan tahun 1917 dan lama setelahnya memerintah masalah-masalah desa (Radkey, 1963, 278-279).
Lebih dari setengah kerusuhan yang pecah ini terjadi di daerah krusial Wilayah Agraria Pusat dan di area Volga Tengah (Owen, 1963, 133). Bagaimanapun, ada penambahan kekerasan yang tajam. Pada bulan Mei kurang-lebih 10 persen kerusuhan melibatkan penghancuran dan pengrusakan harta benda. Pada bulan Oktober, peristiwa demikian berjalan lebih dari setengah (57,5 persen) dari seluruh kejadian (1963, 139). Di mana-mana “para separator” didorong kembali ke dalam kerangka komuni-komuni desa (Owen, 1963, 172, 182, 210, 223).
Demikian di pedesaan, semua kekuasaan beralih ke tangan-tangan petani dan prajurit-petani, yang diorganisasikan dalam sovyet-sovyet petani. Tetapi sovyet-sovyet ini, sebaliknya, tak ada kecuali dewan-dewan desa lama dalam samaran revolusioner (Anweiler, 1958, 62, 298). Dalam aktivitas politik, ini berarti suatu proses desentralisasi yang lengkap pada level lokal. “Kaumpetani lokal,” Trotsky mengutip seorang komisaris pedesaan yang mengatakan,
memiliki pendapat yang tetap bahwa semua undang-undang sipil telah kehilangan kekuatannya, dan bahwa semua hubunga legal sekarang seharusnya diatur oleh organisasi-organisasi petani (1932, III, 29).
Pandangan ini dilanjutkan oleh seorang komisaris Vorenezh: “Sekarang setiap komite desa memerintah komite provinsi” (dikutip dari Owen, 1963, catatan kaki 1, 187). Dan satu tahun kemudian, komite revolusioner provinsi di Vyatka mengatakan bahwa:
Kebahagiaan desa terdiri dari tak memiliki pejabat-pejabat yang mencoba melihat bagaimana perintah mereka dilaksanakan. Desa karena itu mulai memimpin suatu kehidupan mandiri secara lengkap (dikutip dari Anweiler, 1958, 299).
Di mana mir telah lama berhenti, perampasan tanah dibagikan secara adil sekali lagi pada individu-individu. Tetapi di mana mir ternyata “hidup dan aktif meskipun negara dalam ketegangan”, komuni bertanah muncul kembali. “Pada tingkat ini,” kata Owen, “Revolusi 1917 merupakan suatu kebangkitan penetapan tanah lama” (1963, 245).
Tanah perkampungan dekade yang lalu dihapuskan dalam banyak bagian kebangkitan mir. Luas total tanah yang dirampas oleh komuni tahun 1917-1918 untuk diredistribusikan sekitar 70 juta desatin (189 juta acre) dari petani dan sekitar 42 juta desatin (114 juta acre) dari pemilik besar. Sekitar 4,7 juta milik petani, yakni sekitar 30,5 persen dari seluruh tanah petani, disatukan dan dibagikan. Pengaruh dari revolusi agraria, karena itu, pertama-tama adalah menghapus kepemilikan kekayaan yang besar, tetapi juga dan tidak kurang terjadi pada harta benda petani yang lebih luas. Kenyataannya, sebagaimana kita lihat, banyak tanah diambil dan “dikumpulkan” dari petani pemilik daripada sari pemilik-pemilik besar, dan meratakan serta menyamakan trend menjadi lebih terlihat setelah bulan Oktober 1917, dan disetujui oleh undang-undang bulan Januari 1918 di mana tanah disosialisasikan (Mitrany, 1961, catatan kaki 7, 231-232).
Satu bagian penduduk petani Rusia bahkan memasuki, dalam antusiasme pertama revolusi, dan di bawah pengaruh kembar raskol dan millenarianisme sosialis, komuni-komuni egalitarian yang merupakan
anggota-anggota yang berkeja bersama tanpa dibayar, makan pada satu meja umum, dan hidup di dalam suatu asrama. Mereka tak menggunakan uang; segala sesuatu kecuali pakaian, dan kadang-kadang bahkan merupakan kekayaan kolektif. Menurut sebuah pamflet awal, “Di dalam komuni, setiap orang bekerja dan diharapkan memberi kontribusi menurut kapasitasnya, dan setiap orang menrima menurut keperluan dan kebutuhannya, yakni secara sama, karena semua adalah sama dan dalam kehidupan dan kerja yang sama” (Wesson, 1963, 8).
Di bawah keadaan tahun 1917, keputusan pertama Bolshevik tanggal 8 November, menyerukan untuk secara segera penghentian permusuhan dan mengakhiri semua kepemilikan tanah secara pribadi, semata-mata memberi suatu tanda izin untuk menyatakan bahwa hal itu telah dilaksanakan di daerah pedesaan, dan tak ada kelompok politik dapat melawan bahkan jika diinginkan. Kritik sosialis Jerman, seperti Rosa Luxemburg (1940, 19), bahwa Bolshevik telah menciptakan “rintangan yang tak dapat diatasi untuk transformasi hubungan-hubungan agrarian sosialis” dengan mengizinkan para petani mengambil tanah bagi mereka sendiri, sungguh-sungguh meleset. Mereka didorong untuk mengijinkan hal ini terjadi, secara sederhana “karena mayoritas rakyat menginginkannya” (Lenin).
Namun Bolshevik dengan jelas melepaskan kenyataan kebangkitan desa tak hanya karena mereka tak sanggup berbuat sebaliknya, tetapi karena hal itu merupakan kepentingan politik mereka untuk melakukannya, jika mereka ingin merebut kekuasaan. Perampasan tanah dan restorasi otonomi desa berarti bahwa energi petani dan bahwa prajurit-petani yang pulang diarahkan ke arah akhir yang sempit dan picik. Bolshevik mendukung pemberontakan pedesaan yang diciptakan petani yang bersekutu dengan Komunis, sementara pada saat yang sama penggabungan dalam proses perampasan lokal yang aktual dan reorganisasi, mencerai-beraikan kekuatan petani. Penyebaran energi-energi petani dalam ribuan mikrokosmos pedesaan menjernihkan lahan politik untuk aksi terakhir. Demikian Revolusi Rusia mencakup si satu sisi suatu gerakan petani yang memimpin secara sentrifugal dari sumber kekuatan, dan di sisi lain mencakup suatu huru-hara pemogokan pekerja dan pemberontakan tentara di bawah kepemimpinan Bolshevik yang menduduki kekuasaan tertinggi yang strategis.
Penggulingan oleh Bolshevik itu kecil atau tidak ada. Pemerintahan Rusia telah menghentikan semua fungsi untuk semua maksud dan tujuan sebelum Revolusi terjadi. Sore itu Lenin dan pengikutnya sedang mendaki ke puncak rongsokan (Lukacs, 1967, 33).
Tampak tak sama bahwa perkembangan ini dapat terjadi tanpa keruntuhan tentara dan partisipasi berikutnya dari tentara dalam proses revolusioner. Disintegrasi tentara menciptakan kekosongan kekuasaan di pusat yang diduduki oleh koalisi pekerja yang mogok dan prajurit pemberontak yang dibawa Lenin untuk berkuasa. Pada saat yang sama, tak ada pasukan di pedesaan yang mampu mengendalikan kembali pemberontakan petani; secara berlawanan, pengaruh jutaan prajurit-prajurit di desa-desa membawa pemberontakan petani ke dalam sinkronisasi dengan gerakan urban. Akhirnya, hal itu merupakan koalisi pekerja dan prajurit di pusat serta petani dan prajurit di jantung komuni yang dapat menekan bersatunya kekuatan kontra-revolusioner di sepanjang pinggiran negeri.
Kebalikan dengan revolusioner Cina di bawah Mao Tse-tung, Bolshevik melakukan sedikit – atau dapat sedikit melakukan – mempengaruhi struktur desa selama tahun-tahun perang saudara. Ini menyumbang kepercayaan pada proletariat urban dan pada krinduan mereka untuk mengidentifikasikan mereka dengan kelas pekerja. Di sisi lain ia menyumbang fakta bahwa mereka berperang ke luar dari suatu area dasar yang ditetapkan di mana mereka memiliki kontrol atas kota-kota dan komunikasi antar kota. Komunis Cina, di sisi lain, datang ke area dasar mereka dari luar, didorong untuk melarikan diri dari kota-kota, dan di bawah tekanan menanamkan akar baru ke dalam landasan moral pedalaman yang berlaku. Bolshevik Rusia merupakan kandungan untuk menarik sumber penghasilan petani, tetapi melakukan sedikit perubahan struktur di mana sumber ini menjadi penengah.
Mereka khususnya memerlukan makanan, dan kemudian, orang-orang untuk Tentara Merah baru. Krisis makanan sangat tajam di bulan-bulan musim panas tahun 1918. Dipecahkan dengan mengorganisir Komite-komite Orang Miskin untuk mengambil alih makanan di pedesaan. Target utama mereka adalah kelebihan makanan dari para kulak dan petani-petani kaya. Komite ini khususnya aktif di provinsi-provinsi tanah hitam di Wilayah Agrikultural Pusat. Banyak di antara mereka beranggotakan puluhan ribu orang yang merupakan bekas pekerja kota atau pekerja imigran yang pindah pekerjaan di antara kota dan edesaan. Secata teoritis, petani-petani yang mempergunakan buruh upahan tetapi memperoleh hasil terutama untuk keperluan petani lebih besar dari pasar luas juga dipilih jadi anggota. Bagaimanapun, pengambilalihan dengan cepat berbalik menjadi suatu perang yang tak terumuskan antara komite-komite dan petani-petani yang bernasib agak baik, dan menjadi jelas bahwa pengumpulan yang tak terkendalikan akan diakhiri oleh penyitaan petani menengah. Pada tahun 1918, ada dua puluh enam pemogokan petani pada bulan Juli melawan penyitaan, empat puluh tujuh pada bulan Agustus dan tiga puluh lima pada bulan September. Di pertengahan bulan Agustus, Bolshevik mulai memperingatkan perlawanan kekerasan terhadap kepentingan petani menengah, menuntut bahwa:
Komite-komite Orang Miskin harus menjadi organisasi revolusioner dari setiap petani melawan bekas tuan tanah, kulak, pedagang dan pendeta dan bukan hanya organisasi proletariat desa melawan seluruh penduduk desa (Chamberlin, 1957, II, 44).
Pada tanggal 8 November 1918, komite-komite secara formal dihapus dan disatukan dengan sovyet-sovyet desa. Kebijakan sovyet adalah menjadi, dalam kata-kata Lenin,
meraih suatu persetujuan dengan petani kelas menengah, tidak beristirahat sejenak pun untuk berjuang melawan kulak dan hanya menyandarkan diri pada orang miskin (dikutip dari Chamberlin, 1957, II, 46).
Akhirnya, Kongres Partai kedelapan, dilakukan tahun 1919, mengumumkan bahwa:
cita-cita partai untuk memisahkan petani kelas menengah dari para kulak, menariknya ke sisi kelas pekerja dengan suatu sikap penuh perhatian ke arah keperluannya, memerangi keterbelakangannya dengan persuasif, tidak dengan merode represif (dikutip dari Chamberlin, 1957, II, 371).
Kebutuhan akan makanan ditutupi sebagian melalui pungutan paksa dengan kekerasan secara terus-menerus, sebagian melalui pembelian di pasar pribadi atau melalui pencarian makanan ke desa-desa. Sementara rejim sovyet bertahan dalam krisis utama musim panas tahun 1918, pasokan makanan tersisa di bawah kebutuhan sepanjang periode percekcokan sipil.
Tuntutan Bolshevik yang lain atas desa-des adalah untuk para prajurit, yang menjadi jelas bahwa Revolusi telah tergantung melawan musuh-musuh asing dan domestik pada kekuatan tentara. Demikian para petani yang pada tahun 1917 memilih dengan “kakinya” untuk suatu pengakiran perang yang haus darah kembali ditarik ke dalam peperangan melalui pendaftaran dan wajib militer, saat ini di bawah bantuan Tentara Merah sebelumnya yang diperbaharui. Bolshevik menghadapi permulaan perang saudara dengan divisi bersenjata Letvian sekitar 7.000 Penjaga Merah – pekerja bersenjata – di Petrograd dan Moskow (Deutscher, 1954, 404). Pada tanggal 1 Agustus 1918, Tentara Merah berjumlah 331.000; pada akhi tahun itu, 800.000. Pada akhir perang saudara ia terhitung sampai 5,5 juta orang, sekitar setengahnya berperang maju ke depan, sementara setengah yang lain mempertahankan dalam negeri. Rekruitmen pertama berupa sukarela, tetapi pada akhir musim panas tahun 1918 wajib militer ditetapkan. Wajib militer pertama berlaku untuk para pekerja:
Hanya ketika inti proletar bersenjata telah dibuat secara sungguh-sungguh, Trotsky mulai memanggil para petani, terutama petani miskin dan kemudian serednyak (petani menengah). Mereka ini seringkali membelot dari massa dan moralitas mereka secara keras fluktiatif dengan naik-turunnya situasi perang sausara (Deutscher, 1954, 409).
Pembelotan menjadi suatu masalah kronis,
di Tentara Merah, bahkan lebih dari pasukan-pasukan Tentara Putih. Mayoritas petani yang banyak, yang merupakan sumber utama yang diperlukan dalam rekruitmen di kedua belah pihak perang saudara, telah mengalami semua pertempuran yang mereka rasakan selama Perang Dunia. Ketika banyak pemerintahan cukup kuat membawa mobilisasi dengan ancaman dan kamp konsentrasi, penyitaan kekayaan dan menembak rekruit yang melawan serta membelot, para petani terpaksa pergi sebagai prajurit, tetapi mereka seringkali mengambil kesempatan pertama untuk melarikan diri dan kembali ke rumah mereka. Jumlah pembelotan biasanya tergantung pada suatu keadaan baik masa depan perang (bertambah ketika Tentara Merah kehilangan daerah dan berkurang ketika maju) (Chamberlin, 1957, II, 30).
Meskipun begitu, Tentara Merah dipertahankan. Duetscher (1954, 409) menganggap hal ini:
fakta bahwa ia mengatur sejumlah lingkaran konsentris dan perlahan-lahan meluas, masing-masing dari suatu strata sosial yang berbeda dan masing-masing menggambarkan suatu derajat yang berbeda atas loyalitas pada revolusi. Pada setiap divisi dan resimen inti terdalam Bolshevik diisi dengan elemen-elemen proletariat, dan melalui mereka juga keragu-raguan dan kegoyahan massa petani.
Tak mengherankan bahwa Trotsky menyebut para Komunis, yang barangkali sebanyak setengah dari jumlah tentara – 180.000 pada bulan Oktober 1919; 278.000 pada bulan Agustus 1920 – sebagai suatu “pasukan samurai Komunis” (dikutip dari Chamberlin, 1957, II, 34).
Sementara Bolshevik menciptakan Tentara Merah ke dalam suatu instrumen kekerasan yang dapat dipercaya, suatu gerakan anarkis terjadi di antara para petani di wilayah tenggara Ukraina, disebut juga Makhnovshchina, nama dari pendirinya, Nestor Makhno, anak dari seorang petani miskin di Guliai-Pole. Secara berturut-turut menjadi seorang gembala sapi, buruh perkebunan, dan bekerja di pengecoran logam lokal, Makhno ditangkap pada masa mudanya karena keterlibatannya dengan aktivitas teroris dan dikirim ke penjara di Moskow selama sembilan tahun. Di sini ia bertemu Petr Arshinov, mantan pandai besi dan mantan Bolshevik yang beralih menjadi Anarkis, yang memperkenalkan Makhno dengan tulisan-tulisan Kropotkin dan Bakunin. Dikeluarkan pada bulan Februari 1917, Makhno kembali ke kota tempat tinggalnya untuk mengorhanisir Asosiasi Petani Guliai-Pole. Guliai-Pole dilukiskan mirip sebagai sebuah desa; ia bagaimanapun, sebuah kota dengan tiga puluh ribu penduduk, dengan beberapa pabrik (Avrich, 1967, catatan kaki 16, 209). Berlokasi lebih lanjut, di sebuah area yang berbeda dalam beberapa karakteristik utama dari desa lain di Ukraina, “Ukraina padang rumput”, didiami hanya setelah ia direbut dari Turki pada seperempat pertama abad kedelapan belas. Pertumbuhan perkebunan padi komersial di area berpopulasi rendah ini telah mendorong sejak dini penggunaan buruh upahan dan mesin daripada busak (Lyashchenko, 1949, 345-357). Di masa abad kesembilan belas para petaninya melawan dengan gigih perbudakan dengan pecahnya kekerasan berulang-ulang. Aria ini dengan demikian berbeda dengan baik dari wilayah timur industrial Ukraina di mana pengaruh Bolshevik kuat di antara pekerja urban, dan dari wilayah barat agrikultur Ukraina, di mana lebih dari setengah penduduk menjadi budak sebelum 1861.
Asosiasi Petani Guliai-Pole dengan cepat merampas kepemilikan tuan tanah-tuan tanah lokal dan mendistribusikannya di antara petani. Komuni-komuni dengan anggota antara seratus dan tiga ratus dibangun di atas suatu dasar sukarela. Pabrik kecil dikembangkan pada para pekerja. Padi yang diproduksi di area agrikultur ditukar dengan produk-priduk manufaktur di kota-kota. Untuk mempertahankan benteng anarkis baru ini, Makhno mengorganisir suatu pasukan partisan bermobilitas tinggi, membuat kavaleri yang dipergunakan secara ekstensif p didasari pada melimpahnya pasukan kuda di desa-desa – dan senjata mesin yang dinaikan di atas kereta kuda kecil (tachanki). Pasukan dapat bergerak dengan cepat, dan dibubarkan dengan cepat ke desa-desa di mana mereka bergabung secara rendah hati dengan petani sampai tanda datang untuk serangan berikutnya. Komandan ditarik dari para petani; beberapa pekerja; mayoritas ini datang dari sekitar Guliai-Palo. Satu merupakan seorang bekas guru sekolah. Di puncak gerakan Makhno pada akhir 1919, pasukan bersenjata ini ditaksir memiliki sekitar 14.000 infantri dan 6.000 kavaleri sampai 40.000 infantri dan 15.000 kavaleri. Dengan merampas senjata-senjata musuh mereka juga memiliki berbagai senjata, kereta lapis baja, mobil lapis baja, dan 1.000 senjata api (Footman, 1962, 285). Melalui operasi-operasinya, dari tahun 1917 sampai 1921, ia menjadi suatu kekuatan perang otonom, beroperasi sebagai “sebuah republik di atas tachanki” di bawah bendera hitam Anarkis-nya. Menolak menerima penyerahan Bolshevik atas Ukraina ke Austria-Hungaria dan sekutu-sekutu orang Ukraina di perjanjian Brest-Litovsk, Makhno meskipun begitu bekerja sama pula di waktu-waktu tertentu dengan Bolshevik melawan ancaman invasi Putih; di akhir 1917 ia merupakan instrumen dalam mematahkan kemajuan Jenderal Denikin di utara. Pada saat yang sama perbedaan yang serius memisahkan Anarkis Ukraina dengan Bolshevik. Sebagai tambahan perbedaan doktrin, mereka merasa lebih memiliki padangan respektif mereka pada masalag petani. Bolshevik ingin menasionalisasikan seluruh perkebunan tebu dan danggur; sebagaimana tanah dan perlengkapan dirampas dari tuan tanah lokal; para petani mengambil tanah dan peralatan untuk mereka sendiri. Perbedaan ini membuat beberaa petani Makhno percaya:
bahwa sebuah kelompok baru tengah berkuasa di Moskow. Mereka, mereka memproklamasikan, untuk para Bolshevik yang telah memberi mereka tanah, tetapi mereka melawan kaum komunis yang sekarang mencoba merampok mereka (Footman, 1962, 270).
Kaum Bolshevik juga berharap memperbesar konflik antara petani miskin dan para kulak di desa-desa, Makhnovite – sementara mengakui masalah yang dimunculkan oleh keberadaan kulak – mengharapkan suatu jalan keluar sukarela bagi antagonisme desa. Pada saat yang sama gerakan Makhno tetap secara mruni berorientasi pedesaan. Mereka tidak mengerti beberapa maslah ekonomi kompleks yang diakobatkan oleh suatu perilaku ekonomi urban yang didasarkan pada spesialisasi dan pembayaran upah. Di mana para petani dapat menghidupi mereka sendiri dengan mundur ke dalam upaya mencukupi diri sendiri, para pekerja urban bertahan pada upah yang dibayarkan dalam suatu mata uang yang dapat diterima. Makhnovite, dengan menerima semua mata uang – yang lama maupun baru – mempergunakannya di kota-kota yang ditinggali, membawanya pada suatu inflasi yang menjadi-jadi di mana dengan cepat para pekerja melawan mereka. Sepanjang Bolshevik memerlukan Anarkis mendukung perjuangan mereka di selatan, mereka sudi bekerja sama dengan Makhno. Ketika hal itu menjadi jelas, bagaimanapun, ketika pasukan Putih mulai kalah, mereka terus memutuskan ikatan dengan Maknovite, dan pada tahun 1921 meneruskan eliminasi besar-besaran gerakan saingan di Ukraina. Tetapi pada saat yang sama petani menghabiskan uang, dan pasukan strategis kuda dan makanan di desa-desa, di mana Makhno menyandarkan diri selama ini, kehilangan pijakan organisasi apa pun baginya sendiri, mulai mengecil. Setelah sebuah perang berdarah di mana Bolshevik Cheka dengan cepat mengeksekusi ribuan pendukung Makhno, sementara Maknovite membunuh anggota-anggota partai Bolshevik, Cheka, milisia, kolektor pajak, dan organiser petani, pertumbuhan kekuatan Tentara Merah ternyata menentukan. Makhni diaksa untuk melarikan diri ke luar negeri, meninggal di Paris pada tahun 1935.
Beberapa kemiripan – kepercayaan pada dukungan lokal di dalam suatu area yang batasnya ditandai oleh suatu sejarah dan identitas umum; dominasi ideologi libertarian dengan suatu tekanan organisasi komuni; kekurangan suatu organisasi formal pasokan; mempergunakan taktik gerilya; ketidakmampuan memahami masalah-masalah pekerja urban dan mengadakan kontak nyata dengan mereka – membuat Maknovschina dibandingkan dengan gerakan Zapatista di Meksiko. Juga sama, di kedua area, adalah ketidakmampuan – atau ketidakinginan – kedua gerakan mengembangkan suatu kerangka kerja organisasi yang mampu menopang struktur sebuah negara. Kemenangan terakhir di kedua area jatuh ke orang-orang yang mengerti organisasi: Konstitusionalis di Meksiko, dan Bolshevik di Rusia.
Namun ketika Tentara Merah telah memenangkan perang, Mir kembali menjadi bentuk dominan organisasi sosial dan ekonomi pedesaan dan tetap begitu sampai periode kolektivisasi paksa di bawah Stalin (Male, 1963). Pada tahun 1917, Bolshevik telah memenangkan puncak kekuasaan tetapi “pedesaan Rusia lama bertahan sampai tahun 1929” (Maynard, 1962, 363). “Untuk membaca rekaman Partai tahun 1925-26 adalah menangkap suatu rasa Pasukan yang menduduki teritori yang bermusuhan,” komentar Merle Fainsod, pada dasar rekaman Partai Komunis dari Provinsi Smolensk, provinsi di Rusia Putih (1958, 123). Pada tahun 1924, provinsi Smolensk, sebagai contoh,
hanya ada enam belas komunis untuk setiap 10.000 penduduk usia kerja di pedalaman, atau kira-kira satu anggota Partai untuk setiap sepuluh desa. Karena lebih dari 90 persen penduduk gubernuran (provinsi) berlokasi di area pedesaan, kelemahan ekstrim Partai di pedalaman menjadi terlihat dengan mudah (1958, 44).
Situasi para Komunis desa, mayoritas yang diklasifikasikan sebagai petani miskin, digambarkan sebagai sama-sama menyedihkan. Banyak dari mereka buta huruf atau sedikit melek huruf, dan menggunakan sedikit pengaruh pada tetangga mereka (1958, 45).
Unbtuk suatu yang bukan tingkat yang tidak berarti, Partai bermurah hati pada desa-desa, pada kapasitas mereka untuk perlawanan pasif dan sabotase bisu. Pelatihan kader-kader desa baru adalah yang terbaik sebagai roses yang lamban dan menyakitkan, dan bahkan kader-kader baru memiliki asal-usul di pedesaan di mana mereka membuat loyalitas bercabang dan kesetiaan yang dibagi-bagi (1958, 152).
Dengan demikian, untuk suatu waktu yang sungguh-sungguh, pedesaan Rusia menemukan dirinya dalam suatu kondisi di mana pada lahirnya dan berulang-ulang secara tersembunyi "“etiap desa memerintah komite distrik dan setiap komite distrik memerintah komite provinsi.” Kesulitan Rusia pada tahun 1930-an dan setelahnya akan menjadi suatu usaha yang besar sekali untuk membalik rantai perintah, dan untuk tidak melakukan fakta-fakta di mana pada awal Revolusi telah terbawa serta. Revolusi kedua ini akan dibawa “dari atas” oleh aparatur negara melawan kaum petani “borjuis kecil”.
Setelah perwujudannya yang berhasil, Revolusi Rusia menjadi – bagi Komunis dan non Komunis – suatu model keramat bagaimana revolusi dijalankan dan diarahkan ke arah suatu akhir yang berhasil. Namun lebih banyak segi kemasyarakatan yang mengeram menunjukkan bahwa revolusi itu lebih unik daripada umum. Luar biasa perkembangan yang kuat dari otokrasi pusat, pertumbuhan kuat pada ekspansi beberapa kelompok. Luar bisa, juga, pada persaudaraan revolusioner konspiratorial, di mana partai Komunis merupakan contoh terakhir. Sementara Rusia menyerupai Meksiko dalam ketekunan suatu ikatan kaum petani dan organisasi komunalnya, juga perbudakan atau juga komunitas-komunitas petani korporat tidak merupakan segi universal masyarakat petani. Sama dengan itu, Revolusi itu sendiri memperlihatkan suatu rangkaian segi-segi yang unik. Disintegrasi tentara di bagian peristiwa di mana menyertai pemberontakan revolusioner: beberapa revolusi lain ditempatkan dalam suatu kekosongan kekuasaan yang sama. Ada suatu pemberontakan petani secara serempak – Revolusi Rusia unik dalam sinkronisasi. Akhirnya, Tentara Merah berperang keluar dari pusat, lebih dari sekedar di desa-desa, memberikan para petani kesempatan untuk mengkonsolidasi dirinya sendiri sepanjang garis-garis tradisional. Demikian satu rangkaian sebab-akibat dan peristiwa-peristiwa tidak universal, dan karena itu tak dapat membentuk suatu dogma universal. Hubungan antara tentara dan partai, antara proletariat, petani, dan intelektual kelas menengah, ditafsirkan berbeda-beda dalam situasi yang berbeda dan tidak diselesaikan dalam formula-formula sederhana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang menulis komentar yg tidak senono dengan etika merusak moral dan berbau SARA.