1. a. Pendahuluan
Masyarakat dalam melakukan kerjasama dengan yang lain maka memerlukan sebuah struktur dalam menjalankan kegiatannya, struktur tersebut adalah organisasi kemasyarakatan. Organisasi kemasyarakatan tersebut merupakan suatu kesatuan kolektif individu yang berfungsi mempertahankan eksistensi, bekerjasama dan menjaga solideritas antar anggotanya. Solideritas tersebut terbentuk dikarenakan adanya rasa dan keinginan yang sama untuk tetap hidup dalam suatu lingkungan. Organisasi yang berjalan maka memiliki pemipimpin dalam rangka menjalankan kebijakan organisasi tersebut. Pemimpin biasanya dipilih berdasarkan dari salah satu anggota mereka yang menjol, dari segi tindakan maupun bentuk tubuhnya. (Ibn Khaldun, 2001; 74). Kepemimpinan ini akan dapat menentukan bagaimana masyarakat ketika berinteraksi dengan kelompok yang lain. Sikap kepemimpinan ini dapat juga menjadi tolak ukur penilaian masyarakat atas suatu kelompok sosial yang lain.
Ilmu social dinamakan demikian, karena ilmu tersebut mengambil masyarakat atau kehiduapan bersama sebagai objek yang dipelajari. Ilmu ilmu social belum memiliki kaidah dan dalil yang tetap dimana oleh bagian yang terbesar masyarakat, oleh karena itu ilmu social belum lama berkembang, sadangkan yang menjadi objeknya masyarakat terus berubah. Sifat masyarakat terus berubah-ubah, hingga belum dapat diselidiki dianalisis secara tuntas hubungan antara unsure-unsur dalam kehidupan masyarakat yang lebih mendalam. Lain halnya dengan ilmu pengetahuan alam yang telah lama berkembang, sehingga telah memiliki kaidah dan dalil yang teratur dan diterima oleh masyarakat, dikarenakan objeknya bukan manusia. Ilmu social yang masih muda usianya, baru sampai pada tahap analisis dinamika artinya baru dalam datara tentang analisis dataran masyarakat manusia yang bergerak. (Soejono Soekanto, 1997; 45)
Ilmu sosial yang mempelajari tentang masyarakat dan bagaimana interaksi tersebut yang kita kenal dengan ilmu sosiologi. Dalam ilmu sosiologi di era awal abad ke 19 sangat bersentuhan dengan ilmu alam seperti dalam pembacaan terhadap masyarakat seperti objektif, empiris, bebas nilai dan yang lain. Pada era ini dikarenakan di eropa sedang mengalami zaman industrialisasi sehingga berdampak bagi yang lain. Oleh karena itu para ilmuan sosial pun berbeda dalam memahami masyarakat seperti Karl Marx, Emile Durkheim dan Max Weber. Mereaka memiliki asumsi tersendiri terhadap masyarakat misalkan Karl Marx dengan struktulisme konflik, Max Weber dengan tindakan sosial dan Emile Durkheim dengan strukturalism fungsional. Ketiga tokoh tersebut yang menjadi dasar dalam perkembangan ilmu sosial berikutnya pada abad ke 20, dan tokoh tersebut di kenal dengan kajian pada era klasik dalam disiplin ilmu sosiologi.
- b. Pandangan Karl Marx terhadap Masyarakat
Pendekatan supra struktur ini menggambarkan bahwa Marx kehidupan non ekonomi secara langsung dipengaruhi oleh aktivitas produksi, bahwasanya perubahan-perubahan dalam konsteks ekonomi yang memberikan kemampuan terhadap manusia untuk memandang dunia sebagai mana adanya. Oleh karena itu, perubahan sosial merupakan satu-satunya kemungkianansebagai akibat perkembangan ekonomi. Dengan demikian gagasan tergantung pada kondisi ekonomi, perubahan gagasan meliputi pergerseran dari kesadaran semu ke kelas dan keinginan ingin merubah masyarakat dan terjadi karena perubahan ekonomi. Sebagaimana dikatakan Marx bahwa manusia membuat sejarahnya sendiri, tetapi bukan dalam kondisi pilihannya sendiri. (Pip Jones, 2009; 97). Maka usaha-usaha yang dilakukan dengan melakukan perjuangan kelas yang menggerakan perubahan dikelasnya tersebut. Perjuangan tersebut dengan menyatukan seluruh kelas ploletar untuk menggulingkan kelas borjuis.
Menurut Marx bahwa perkembangan sejarah manusia dalam masyarakat adalah sejarah berbagai macam sistem produksi yang berbasis eksploitasi kelas. Hal tersebut dikarenakan dalam setiap masa sistem produksi dikuasi oleh kelas-kelas soial tertentu. Pada masa ini yang terjadi adalah dominasi dan eksploitasi terhadap kelas tertentu. Dinama kelas tertentu menjadi dominan dan subordinat terhadap kelas yang lain. Oleh karena, itu struktur sosial dalam analisis Mark tidak tercipta secara acak, tetapi adanya pola yang cukup pasti dalam masyarakat mengenai mengorganisasi r benda-benda yang berkaitan dengan produksi. Teori ini mengganggap bahwa kegiatan manusia yang paling penting adalah kegiatan ekonomi, produksi unsur materi. Mengenai pendapat Marx bahwa dalam sejarah yang memiliki peran besar dalam menentukan jalannya sejarah adalah unsur produksi maka Marx dikenal dengan Materialism historis.(Pip Jones, 2009; 78)
Sejarah kesemua masyarakat yang tersedia ada dalam masyarakat adalah sejarah perjuangan kelas. (Karl Marx dan Frederick Engels, 1888; 5). Masyarakat dalam analisis ini terbagi menjadi dua kelas besar yakni kaum borjuis dan kaum ploretar. Kaum borjuis adalah kaum pemodal yang memiliki segalanya yakni sumber-sumber produksi seperti tanah, prabik, investasi modal, saham yang mengontrol secara aktual produksi industri. Sedangan kaum ploretar adalah mereka tidak memiliki alat produksi dan bekerja dipabrik dengan upah yang rendah serta dibayar dengan nilai lebih rendah dari barang. (Pip Joes, 2009; 83). Pembayaran yang dilakukan oleh kaum kapitalis lebih rendah dengan biaya diproduksi dengan alasan agar mendapatkan surplus, tidak membebani kapitalis dan nilai investasi dapat meningkat. Dari alasan tersebut, apa yang dilakukan oleh majikan terhadap pekerja merupakan suatu bentuk eksploitasi untuk meningkatkan kesejahteraan kaum pemoda, sehingga pekerja tetap dalam keadaan miskin. Itu merupakan deskripsi yang dilakukan oleh kaum kapitalis terhadap buruhnya. Makanya Marx menggambarkan dalam sejarah manusia memang yang terjadi perjuangan kelas, yakni benturanya kepentingan antara pemodal dengan pekerja, tetapi hasilnya berupa bentuk penindasan antara yang kaya dengan miskin, dimana kaum kaya akan makin kaya dan miskin makin miskin.
- c. Pandangan Emile Durkheim terhadap Masyarakat
Solideritas dalam masyarakat sesuai dengan tipe sosial masyarakat itu sendiri, hal ini dikarenakan masyarakat mengalami perkembangan dari yang sederhana sampai kompleks. Solideritas sosial terjadi kurang lebih secara otomatis. (Pip Jones, 2009; 46). Masyarakat dalam pandangannya bersifat evolusi mirip dengan organisme hidup bergerak dari sebuah keadaan yang sederhana kepada yang lebih kompleks yang mirip dengan cara kerja mesin-mesin yang rumit. Sebagaimana kumpulan teori terus berkembang mengenai kemajuan sosial, evolusionisme sosial, dan darwinisme sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat ‘mekanis’ dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual – norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.
Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas ‘organik’. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang ‘mekanis’, misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat yang swa-sembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang ‘organik’, para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan makanan, pakaian, dll) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif – seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.
Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hokum seringkali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organic, hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks. Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosialDavid Émile Durkheim , dalam wikipedia.com) yang mengatur perilaku. (
Konsepsi Durkheim tetang struktur sosial dalam masyarakat menjelaskan kehidupan sosial masyarakat dengan metode positivisme. Struktur sosial sama objektifnya dengan alam dikarenakan dalam warga masyarakat sejak mereka lahir, yang hidup atapun yang tidak, semuanya sudah terjadi dengan sendirinya dan tidak memiliki pilihan. Masyarakat terdiri dari realitas fakta sosial yang bersifat eksternal dan menghambat, dikarenakan suatu kebudayaan yang sudah ada menentukan gagagsan dan prilaku melalui sosialisasi. Hal tersebut, karakteristinya sama dengan gejala alam adalah produk alam. Oleh karena itu sosiologi berlaku objektif, dikarenakan berhubungan dengan realitas yang pasti. Metode pengamatan yang empiris mngumpulkan bukti sebab akibat yang digunakan juga dalam sosiologi untuk memproduksi pengetahuan yang menawarka kemungkinan kepastian. Teori sosial dibangun atas dasar masyarakat diorganisasir mengenai hukum mengatur prilaku sosial dalam konteks yang teratur ketaraturan tersebut besal dari konsensus eksistensi norma dan nilai yang dimiliki bersama. (Pip Jones, 2009; 49-50).
Keteraturan dalam masyarakat merupakan suatu hal yang penting dikarenakan masyarakat terdiri dari struktur-struktur yang menjalankan fungsinya masing-masing saling berkaitan anatar yang satu dengan yang lain. Sistem sosial bekerja bagai sistem organik seperti susunan institusi dalam masyarakat, pendidikan, tatanan politik, tatanan keagamaan. Masyarakat merupakan bagian yang terinterasi saling bergantung dan menjalankan fungsinya memelihara masyarakat dalam keadaan teratur dan stabil. Oleh karena itu peran institusi menjalankan perannya dalam melayani kebutuhan sistem sosial. Dengan institusi menjalankan perannya dengan baik warga masyarakat mengetahui dan menyepakati bagaimana seharusnya berprilaku. (Pip Jones, 2009; 53-54). Teori ini, dikenal dengan strukturalism fungsional oleh sosiolog.
- d. Pandangan Max Weber terhadap Masyarakat
Tindakan sosial yang dikemukakan oleh Weber dengan metode verstehen, dikarenakan sosiolog adalah manusia dimana menginterpretasi lingkungan sosial dimana mereka berada, memperhatikan tujuan masyarakat yang bersangkutan dan berusaha memahami tindakan mereka. Weber melakukan rekontruksi makna dibalik kejadian-kejadian sejarahyang menghasilkan struktur dan bentukan-bentukan sosial dan saat bersamaan memandang semua konfigurasi merupakan suatu yang unik. (Pip Jones, 2009; 115). Verstehen merupakan motode pendekatan yang berusaha untuk mengerti makna yang mendasari dan mengintari peristiwa social histories. (Hotman M. Siahaan, 1995; 65). Pengungkapan makna terjadi memahami sosial historis dari tindakan yang dilakukan dan masing-masing aktor memiliki motif yang berbeda dalam merespon realitas yang terjadi dilingkungan.
Weber membedakan empat macam tindakan dalam konteks motif dan pelakuknya; pertama adalah tindakan tradisonal dikarenakan melakukan ini karena selalu melakukan itu. Kedua tindakan afektif dikarenakan melakukan perbuatan dikarenakan harus melakukan itu. Ketiga tindakan berorientasi pada nilai atau rasionalitas nilai dikarenakan bertindak hanya yang diketahui. Keempat berorientasi tujuan dikarenakan tindakan ini paling efisien dalam mencapai tujuan. Weber mengungkapkan bahwa dominasi merupkan unsur penting dalam tindakan sosial dikarenakan struktur dominasi sesuai dengan kelas sosialnya dalam masyarakat. (Pip Jones, 2009; 116).
Weber menggambarkan tipe kekuasaan yang memperoleh legitimasi oleh yang berkuasa yakni; pertama tradisional mematuhi dikarenakan masyarakat mematuhi. Kedua kharismatik dikarenakan mematuhi karena mentransformasi kepada yang lain. Ketiga legal rasional dikarenakan mematuhi karena berdasarkan hukum yang berlaku. Menurutnya kebenaran sesungguhnya bahwa tidak ada manusia yang sanggup menanggapi seluruh realitas yang ia hadapi. Manusia hanya bisa menjadikan masuk akal suatu aspek realias dengan seleksi kejadian yang tak terbatas. Tetapi yang terpenting dalam interpretasi kebermaknaan. (Pip Jones, 2009; 117). Interaksi antara individu dengan lain ini, merupakan proses kontruksi makna dan saling tukar-menukar makna sehingga dapat menghasilakan sebuah sistem sosial dalam masyarakat. Sistem sosial ini menjadi kontruksi individu secara dan disepakati oleh individu yang lain sebagaimana dalam etika protestan yang menetukan perkembangan kapitalism.
Weber memperlihatkan bahwa tipe Protestanisme Calvinism tertentu mendukung pengejaran keuntungan ekonomi yang rasional dan bahwa kegiatan-kegiatan duniawi telah memperoleh makna spiritual dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari gagasan-gagasan keagamaan tersebut, melainkan lebih sebagai produk sampingan — logika yang inheren dari doktrin-doktrin tersebut dan advis yang didasarkan pada mereka baik yang baik secara langsung maupun tak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan diri demi pengejaran keuntungan ekonomi. Menggunakan uang ini untuk kemewehan pribadi atau untuk membeliikon-ikon keagamaan dianggap dosa. Selain itu, amal umumnya dipandanga negatif karena orang yang tidak berhasil dalam ukuran dunia dipandang sebagai gabungan dari kemalasan atau tanda bahwa Tuhan tidak memberkatinya. Maka pemeluknya menginvetasikan uang ini, yang memberikan dukungan besar bagi lahirnya kapitalisme. (Maximilian Weber, dalam wikipedia.com). Kapitalism yang dingkapkan oleh Marx dan Weber memiliki perbedaan dalam kondisi sosial yang berbeda, kapitalisme yang diungkapkan Marx lebih pada eksploitasi dalam mengumpulkan kekayaan sedangkan dari Weber merupakan eksternalisasi ajaran agama dalam memperoleh keselamatan dari Tuhan.
- e. Analisis pandangan Marx, Durkheim dan Weber terhadap Kesejahteraan Sosial
Konsep kesejahteraan selanjutnya dalam pandangan Durkheim sesuai dengan paradigma yakni strukturalism fungsional. Dalam paradigma ini berjalannya kesejahteraan dalam masyarakat dengan terjadinya keteraturan dan berjalannya masing-masing sistem sosial yang ada serta menjalankan fungsi dan tugasnya tanpa adanya hambatan. Hal tersebut, dikarenakan bekerjanya sistem sosial tersebut ketika kondisi sosial masyarakat stabil tidak terganggu dengan sistem yang lain. Kesejahteraan juga tercapai dengan makin kompleksitas kerja dan masyarakat mengalami perkembangan dari solideritas mekanik pada solideritas organik sebagaimana masyarakat kota dengan spesialisasi kerja.
Hal yang berbeda konsep kesejahteraan yang diungkapkan oleh Weber dimana kesejahteraan diperoleh bukan karena struktur sosial yang deterministik, tetapi kerja keras individu dalam memaknai tindakanya dalam merespon lingkungan. Hal tersebut dapat kita lihat dari penelitian yang ia lakukukan pada agama Protestan Calvinisme yang memaknai agama dalam untuk meningkatakan kesejahteraan pemeluknya. Pemeluknya diajarkan bagaimana mendapakan keselamatan di dunia dan akherat dengan taat beribadah, bekerja keras, hidup sederhana, rajin menabung dan berdo’a. Meraka juga diajarkan untuk membantu sesasma dengan memberikan bantuan modal usaha. Sehingga apa yang mereka lakukan agar mendapatkan keselamatan dari Tuhan dengan melakukan seperti itu. Pengeksternalsisian doktrin agama tersebut yang membawa pada kesejahteraan yakni dengan lahirnya kapitalism yang berbeda dengan Marx.
- f. Pembangunan Dunia Saat ini
Pembangunan dengan paradigma maka yang diharapkan adalah;
Trickling down (menetes) memberikan tetesan kemakmuran kebawah dengan harapan dengan membangun pusat pertumbuhan sehingga dapat merubah sekitar dan menjadi makmur. Pembangunan ini menekankan pusat pertumbuhan di perbesar dan diperbanyak seperti di jawa, makasar dan medan.
Back wash (mencuci daerah pinggiran) dengan menarik sumber daya manusia pada daerah pusat-pusat pertumbuhan, seperti pembanguanan yang dilakukan di jakarta yakni menghilangkan daerah pinggiran sekitar jakarta seperti bekasi, bogor dan tanggerang.
Pembangunan ini memiliki dampak yakni menimbulkan kemiskinan masyarakat sedangkan yang diuntungkan adalah orang beruang dan pemilik modal seperti konglongmerat.
Pembangunan dengan menggunakan standar ekonmi koboi bukanya ekonomi ruang angkasa. Pembangunan dengan ekonomi koboi ini dengan menekankan pembangunan pada pusat-pusat pertumbuhan dengan sistem kapitalism. Pembangunan tersebut , yang terpatri kesadaran umat manusia mengalami krisis global yakni persolan kemiskinan, kegagalan dalam lingkungan hidup dan masalah kekerasan sosial. (David C. Korten, 2002; 19)
Kemiskinan terbagi menjadi;
Kemiskinan individual dikarenakan individu yang miskin karena ketidak berfungsiannya individu dalam sosial seperti kebodohan, kemalasan.
Kemiskinan alamiah dikarekan lingkungan alam sekitar yang miskin sehinga menyebabkan miskin
Kemiskinan struktural dikarenakan kebijakan yang dilakukan oleh pemrintah yang tidak adil seperti dengan pembangunan dengan orientasi pada pusat-pusat pertumbuhan.
Kemiskinan kultural dikarenakan alam yang miskin ditambah dengan kebijakan struktural sehingga orang yang miskin meyesuaikan dirinya untuk miskin dalam menjalankan kehidupan. Dari itu semua menyebabkan kemiskinan budaya dikarenakan masyarakat yang tidak kreatif dan kebijakan penguasa yang memelihara kemiskinan.
Pembangunan dengan paradigama tersebut juga disadari oleh PBB dan mengevaluasinya sehingga mendapatkan hasil sebagai berikut;
Jobless growth (pertumbuhan pengangguran) dimana jumlah pengangguran meningkat, makin tingginya jurang anatara yang kaya dengan miskin, hal tersebut dikarenakan tidak memiliki pekerjaan. Pekerjaan bukannyanya sebagai sarana untuk bekerja tetapi wahana dalam mengembangkan kreatifitas, harkat manusia serta status manusia di hadapan yang lain.
Ruthless growth (kekejaman pemabangunan) hal ini dikarenakan kelompok tertentu yang diuntungkan dalam pembanguanan seperti banyaknya kemiskinan, tingginya jurang antara kaya dan miskin, pemanasan global.
Root less (tercerabutnya manusia dari akar kebudayaan), pembangunan ini seperti terjadi pada back wash dengan memaksimalkan pusat-pusat pertumbuhan sehingga tersinggkirnya orang lokal dikaranekan kalah bersaing dengan pendatang dengan sumber daya manusia yang lebih baik, hal ini dapat kita lihat tersingkirnya orang betawi dan kebudayaan lokal yang makin hilang. Misalkan pembanguan di jakarta dan free port di Irian jaya
Voice less (tidak mendengarkan aspirasi rakyat dan tidak demokratis), komunitas yang tidak terdengar orang miskin, kaum perempuan tetapi untuk pembuat kebijakan dan orang-orang kaya. Misalkan penerapan BLT untuk orang miskin dengan penyamarataan bantuan dikarenakan dengan menggunakan paradigama data kuantitatif dengan melihat angka bukan melihat kemiskinan yang terjadi pada masyarakat sehingga tepatkah bantuan tersebut. Pemerintah melakukan generasilasi kemiskinan yang ada pada masyarakat dan bukannya mengenali kemiskinan tersebut, sehingga penuntasannya berbeda.
Future less (pertumbuhan tiada masa depan), pembanguan tersebut menghabiskan sumber daya dan merusak dan menghilangkan sumber daya alam sehingga generasi berikutnya tidak dapat menikmati tetapi hanya menkmati rusaknya alam. Hal tersebut dikarenakan pembangunan yang mengarah pada satu demensi yakni pertumbuhan dalam pembangunan.
Pembagunan dengan satu demensi bersifat tidak hakiki dikarenakan;
Satu dimensi dimana penekanan dalam pembangunan hanya pertumbuhan dan pertumbuhannya hanya ekonomi sebagai landasan yang penting.
Birocrated (birokrastis) dalam melaksanakan pembangunan mebentuk birokrasi-birokrasi tersendiri dan bersifat mandiri.
Spesialisasi dan controled pembangunan ini berisifat terpusat dan control dari pemerintah pusat tidak sesuai dengan lokalitas masyarkat. Pembangunan ini juga tidak mengakar sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat tetepi kebutuhan pemodal.
Pembanguan tersebut menimbulkan krisis sebagai berikut;
Kemiskinan yang meningkat bahkan semakin tingginya jurang pemisahnya.
Kekerasan dikarenakan terjadinya penghisapan sumber daya manusia ke pusat-pusat pembangunan dan hilangnya sumber daya manusia pada daerah pinggiran maka terjadinya urbanisasi yang besar. Urbanisasi tersebut meningkatnya jumlah kemiskinan di kota dan timbulnya kekerasan kehidapan sehingga tingginya kriminalitas dalam perkotaan serta kemiskinan struktural karena kebijakan pembangunan yang tidak adil.
Kerusakan alam, pembangunan yang terjadi dengan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan dan pengembangannya tidak memperhatikan alam sekitar dengan mengekploitasi alam untuk membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang diutamakan dan pertumbuhan ekomoni sehingga menafikan sosial dan budaya masyarakat setempat.
Kesejateraan dapat ukur dengan menggunakan;
GNP (pendapatan) yang diperoleh dari negara atau wilayah
Keadilan dan pemerataan dalam pembangunan dari masing-masing daerah
Sosial kapital (modal sosial) dengan memberikan kepercayaan pada orang sehingga dapat maju dan berkembang bersama sehingga menimulkan konglomeratisasi
Tingkat pedidikan yang ada dalam masyarakat seperti Sosial, ekonomi dan status.
Live expentacy (harapan hidup), makin tinggi harapan hidup manusia dan rendahnya tingkat kematian masyarakat makan kemakmuran tercapai.
Gizi dan makanan masyarakat dengan memakan makanan yang bergizi dan sehat menjadikan masyarakat sejahtera akan mudah tercapai.
Dengan melihat pembangunan tersebut maka yang dilakukan mengganti paradigma pembangunan yang lebih manusiawi yakni paradigma pembangunan kemunusiaan (development people) dan pembengunan berdasarkan nilai (development veleu). Pembangunan tersebut bukan hanya satu dimensi kesejahteraan ekonomi, tetapi mengutamakan dimensi kemanusiaan, serta sosial budaya, masyarakat serta lingkungan alam. Tetapi pembangunan yang terpenting bukan dari pemerintah tetapi dari masyarakat yang memerlukan pembangunan dan sesuai dengan kebutuhannya. Masyarakat terlibat aktif dan merumuskan pembangunan apakah yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kesejarteraannya.
Daftar Bacaan
Andi Muawiyah Ramly, 2000, Peta Pemikiran Karl Marx, Yogyakarta: LKiS
Bambang Shergi Laksmono, 2009, Agenda Kesejahteraan di Persimpangan Jalan, Jakarta: Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia
David C. Korten, 2002, Menuju Abad ke – 21; Tindakan Sukarela dan Agenda Global, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
David Émile Durkheim , dalam wikipedia.com
Hotman M. Siahaan, 1995, Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi, Jakarta Erlangga
Ibn Khaldun, 2001, Muqadimmah, Jakarta; Pustaka Firdaus
Karl Marx dan Frederick Engels, 1888, Manifesto Komunis, dalam wikipedia.com
Maximilian Weber, dalam wikipedia.com
Pip Jones, 2009, Pengantar Teori-Teori Sosial; dari Teori Fungsionalism hingga Post-modernism, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Sidi Gazalba, 1976, Masyarakat Islam; Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, Bandung: Bulan Bintang
Soejono Soekanto, 1997, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada
Sudibyo Markus dkk, 2009, Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya; Sembangan Pemikiran, Jakarta; Civil Islamic Insitute
Zainuddin Maliki, 2002, Narasi Agung; Tiga Teori Sosial Hegemonik, Surabaya: Lembaga Kajian Agama dan Masyarakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang menulis komentar yg tidak senono dengan etika merusak moral dan berbau SARA.