"HIDUP TAK AKAN PERNA MENDAPATKAN KEDUDUKANNYA MENJADI SEBUAH KEBENARAN YANG UNTUH SECARA OBYEKTIF, HIDUP AKAN TERUS BERLANJUT DAN TERUS BERKEMBANG BERDASARKAN ZAMANNYA TAK ADA YANG ABADI DAN TAK ADA YANG TETAP".

Respon Hari Anti Korupsi dan Hari HAM

Respon Hari Anti Korupsi dan Hari HAM
Gambar ini diambil pada tanggal 9 Desember 2011, Front Perjuangan Rakyat (FPR-SULTENG).

Kamis, 28 April 2011

BBTN Lore Lindu Tidak Punya Niat Baik Membangun Orang Katu

Deadline News Edisi 103, 18-24 April 2011

Burhan Jawachir (Deadline News)

Palu- Desa Katu adalah salah satu dari sekian banyak desa yang berada di wilayah Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yang sudah di akui keberadaannya sejak tahun 1999 oleh Balai Taman Nasional Lore Lindu (BTNLL) melalui Surat Pernyataan No. 35/VI-BTNLL.1/1999, tertanggal 8 April 1999, yang isinya mengakui keberadaan Orang Katu yang berdiam di Desa Katu, Kecamatan Lore Tengah (Sebelumnya Kec. Lore Utara), Kabupaten Poso, untuk melangsungkan upaya peningkatan keamanan dan kesejahteraan hidupnya. Dalam surat pernyataan ini disebutkan pula “Supaya ada hubungan saling serasi antara kepentingan masyarakat Katu dan kepentingan system pengelolaan TNLL, perlu dikembangkan kesepakatan-kesepakatan yang saling menguntungkan”. Salah satu wujud kesepakatan saling menguntungkan tersebut adalah adanya Kesepakatan Orang Katu dalam perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam Tahun 2000-2010 dan Tahun 2010-2015.

Adriansyah, Staf YTM dalam siaran Persnya mengatakan pada dasarnya perencanaan pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam pada tingkatan yang berbeda, ditingkat kampung, daerah dan nasional merupakan sebuah usaha yang sistematis untuk menghadapi dan mengelola berbagai aspek kehidupan masyarakat dan lingkungan alamnya secara terencana, berkesinambungan dan berdaya guna bagi kesejahteraan masyarakat di masa datang. Perencanaan pembangunan dikembangkan berdasarkan analisis kondisi dan potensi sumber daya setempat dan melibatkan berbagai pelaku dan masyarakat, sebagai subjek pembangunan.

Melalu siaran pers ini kami menilai bahwa Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu terkesan menghalang-halangi upaya pembangunan kesejahteraan masyarat Katu. Dengan fakta-fakta sebagai berikut:

1). Pada tanggal 12-13 Februari 2011 Kepala Bidang Wilayah III Taman Nasional Lore Lindu Yusak Mahasan, yang menghadiri Lokakarya Rencana Pembangunan Masyarakat Katu Tahun 2010-2015 menyatakan Bahwa Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu sebetulnya mendukung pembangunan dengan melihat kondisi Desa Katu. Merekomendasikan untuk membuat surat permohonan pembangunan jalan dan jembatan. Agar Pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan menyurat ke Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu, tetapi hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang disampaikan Kepala Bidang Wilaya III BBTNLL, karena terbukti tidak membuakan hasil dari pihak BBTNLL.

2). Pada Tanggal 13 April 2011 Ali Pantoli (Kades Katu) menemui Kepala Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu dikantornya untuk memastikan permohonan masyarakat Katu melalui surat Pemerintah Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, dalam surat tersebut berisi Permohonan Rekomendasi pembangunan Jalan dan Jembatan No. 600/026/Lorteng namun hasilnya Kepalah Balai Taman Nasional Lore Lindu tidak memberikan rekomendasinya.

Atas fakta-fakta tersebut dapat dipastikan bahwa Balai Basar Taman Nasional Lore Lindu tidak memiliki Niat baik membangun Kami Orang Katu (Ali Pantoli, Kepala Desa Katu)

Dikatakannya cara pandang Konservasi berbasis Negara dengan melihat masyarakat sekitar sebagai ancaman, sudah harus dirubah. Itu adalah cara pandang lama dan sudah usang.

Lagi pula, cara pandang itu terbukti gagal dimana-mana. Karenannya, pelibatan masyarakat disekitar dan dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu dengan mengadopsi model kearifan local mereka menjadi penting.**

Senin, 18 April 2011

Rakyat Semakin Miskin Ditengah Kekayaan Alam Yang Melimpah

Oleh : Adriansyah

Indonesia adalah Negara yang pada dasarnya memiliki sumber daya alam yang melimpah sehingga memungkinkan menjadi Negara yang mandiri dan berkembang menjadi Negara penyaing di Negara-negara maju secara ekonomi, kelimpahan sumber daya alamnya seperti emas, nikel, batu bara, dll menjadi Negara bersyarat untuk berkembang terlihat diberbagai wilayah di Indonesia misalnya Sulawesi tengah, beberapa wilayah menjadi bagian dari pertambangan. Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat luar biasa, di atas permukaan bumi, di dalam perut bumi dan di dalam luatan yang luas. Akan tetapi kedudukan geografis, sumber daya alam yang berlimpah tidak berguna bagi seluruh rakyat. Hal ini karena hubungan produksi yang dijaga dengan penuh kekerasan oleh sistem setengah kolonial dengan mesin politik dan budayanya untuk kepentingan imperialis dan klas berkuasa serta klas reaksioner dalam negeri.

Wilayah yang amat luas, berpenduduk besar dipergunakan untuk tenaga kerja produktif dan memiliki sumber daya alam yang melimpah. Akan tetapi sampai saat ini masih hidup dalam keterbelakangan secara ekonomi, politik dan kebudayaan. Kekayaan alam yang besar dan berlimpah tidak dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat karena seluruh kekayaan alamnya dirampas oleh imperialis melalui kaki tangannya di Indonesia.

Perluasan pertambangan bersakala besar di Indonesia bukanlah kepentingan rakyat atau negeri sendiri tetapi pertambangan ini tidak lain adalah untuk kepentingan Negara imprealis dalam memperkaya dirinya untuk terus mengeruk, mengambil sumber daya yang ada di Indonesia melalui mesin politik yaitu kelas borjuasi besar pemegang kekuasaan terbesar yang pro-imprealis, kelas inilah yang kemudian menjaga ketat berlangsungnya aktifitas imprealis dengan menggunakan alat-alat penindas rakyat demi untuk memuluskan monopolinya, mereka ini tidak segan-segan merampas kebun, persawahan rakyat (tanah-tanah rakyat) dengan penuh kekerasan, rakyat menjadi tertindas terpuruk secara ekonomi kekuasaan penuh ada ditangan Negara dengan kebijakannya kekayaan sumber daya alam adalah milik Negara dimana semua aset-aset produksi dinegara ini seperti tanah, air, udara dan lainya dikuasai Negara secara penuh.

Kesewenang-wenangan negara telah melampau ambang batas, hal ini terlihat ketika investasi mulai ditanamkan di negeri ini eksploitasi sumber daya alam mengakibatkan Indonesia terjerat utang oleh negara-negara maju AS adalah negara urutan pertama dan Jepang adalah urutan kedua yang mejadi perutangan negeri indonesia sementara rakyat mulai dari buruh, petani, lumpen ploretariat (pengangguran) kelas menangah atas menjadi tertindas, terhisap. Buruh bekerja tidak sesuai dengan jam kerja dibayar sangat murah pula, petani dengan keringat darah bekerja hanya untuk kepentingan negeri tapi tidak dihargai sedikit pun oleh nagara yang terjadi justru perampasan tanah-tanah petani, pengangguran semakin mencuat disebabkan bahwa negara ini lebih mengutamakan kepentingan negara-negara imprealis, akibatnya negeri ini tidak mampu menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya, Komitmen presiden (SBY) pun untuk pro-rakyat dan pro-lapangan kerja, tidak tercermin dalam politik anggaran yang kacau balau dan cenderung menjauh dari kepentingan rakyat banyak. Kalaupun kata-kata Presiden SBY dalam pidatonya begitu menyulap suasana, seolah-olah ada banting stir untuk rakyat, tapi kenyataannya malah semakin lengket dengan kepentingan negara imprealis.

Bagaimana pemerintah akan menciptakan lapangan kerja baru? Jika, pada kenyataannya, anggaran yang diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur pun masih sangat kecil, yaitu 56 triliun rupiah. Bagaimana akan memberikan iklim investasi yang kondusif? Sementara syarat untuk ekonomi tak memadai dan hanya untuk kepentingan segelintir orang terutama negara asing. Atau mungkin menyerahkan tanggungjawab pembangunan kepada swasta, terutama setelah dibentuknya Infracture Finance/IIF. Seperti diketahui, atas dasar inisiatif pemerintah bersama ADB (Asian Development Bank) dan bank dunia, Depertemen Keuangan melalui PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero)-(PT.SMI) telah mendirikan anak perusahaaan pembiayaan infrastruktur dengan nama PT. Indonesia Infrastructure Finance (PT.IIF), 15 Januari 2010. PT. IIF sepenuhnya dikelola sebagai perusahaan swasta, dengan pemegang saham dari Asian Development Bank (ADB), International Finance Coporation (IFC), Deutsche Investitions-und Entwicklungsgesellschaft mbh (DEG), dn PT. SMI. Dan, PT.IIF sangat terbuka untuk partisipasi investor swasta. Word Bank dan ADB akan memberikan pinjaman kepada PT.IIF. (detik.com)

Jika benar demikian adanya, bukankah SBY kembali “memukul air di dulang” yang berarti pembangunan infrastruktur yang sangat vital akan dikelolah oleh pihak asing, dan tentu fasilitasnya nanti akan dijual sangat mahal. Belum lagi, bahwa ini akan menyulitkan soal pembebasan lahan rakyat, karena swasta biasanya masa bodoh untuk memperhatikan hak-hak sosial dan ekonomi penduduk setempat. Lantas, bagaimana dengan nasib pekerjanya nanti, karena sekali lagi ini swasta asing. Apalagi untuk PT. IIF, ADB dan Bank Dunia sudah berkomitmen memberikan suntikan dalam bentuk utang mencapai 1 triliun. Suntikan ini dapat dimaknai sebagai upaya kontrol dan jeratan bagi perusahaan agar patuh atas arahan-arahan." Dan dari Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010, terlihat di sana pembangunan berbagai prasaranan dan sarana seperti irigasi, jalan, jembatan, transportasi, pelabuhan, telekomunikasi, migas dll cenderung adalah bersifat berbayar (bertarif) yang orientasinya murni bisnis secara komersial.