"HIDUP TAK AKAN PERNA MENDAPATKAN KEDUDUKANNYA MENJADI SEBUAH KEBENARAN YANG UNTUH SECARA OBYEKTIF, HIDUP AKAN TERUS BERLANJUT DAN TERUS BERKEMBANG BERDASARKAN ZAMANNYA TAK ADA YANG ABADI DAN TAK ADA YANG TETAP".

Respon Hari Anti Korupsi dan Hari HAM

Respon Hari Anti Korupsi dan Hari HAM
Gambar ini diambil pada tanggal 9 Desember 2011, Front Perjuangan Rakyat (FPR-SULTENG).

Selasa, 22 Juni 2010

Riwatat Hidup Toi Katu

Meski tidak ada informasi tertulis mengenai Desa Katu, tetapi desa ini memiliki riwayat yang
cukup panjang, paling tidak sejak awal abad ini. Seperti terlihat pada peta yang dikeluarkan oleh
Belanda pada tahun 1938 (Kruyt, 1938) di mana Katu jelas-jelas ada di sana.
Antara tahun 1910-1918, Orang Katu telah membuka hinoe (ladang) di sekitar Mapohi dan
Parabu. Tahun 1918, serdadu Belanda membakar hinoe yang siap panen dan lumbung makanan mereka.
Oleh Belanda, mereka dipaksa pindah ke Behoa Ngamba. Alasannya, mereka lebih mudah dikontrol,
ketimbang menetap di Katu
Beberapa pemuka masyarakat dari Bariri dan Hangira di Behoa Ngamba, antara lain Marato
(Umana Timboko = Bapaknya Timboko), Ntoapa (Umana Tahoe), Togoe, Mpande (Umana Geo),
Tokena (Umana Toreo), Tobuse (Umana Duri) beserta 7 orang pengikut mereka telah membuka kebunkebun
kopi mereka di Toporarena, nama sebuah tempat di Katu.
Pada tahun 1925, orang-orang itu menemui Raja Kabo di Wanga, untuk menjelaskan kesulitan
dalam membayar pajak (blasting) kepada Belanda. Seperti diketahui, bahwa wilayah Napu telah
ditaklukkan oleh Belanda 1905 oleh Letnan Voskuil (lihat Kruyt, 1975 : 184). Mereka mengemukakan
usaha perkebunan kopi di Katu sebagai jalan keluar. Raja Kabo merestui usaha itu.
Setahun berikutnya, mereka sudah membuat pemukiman di Katu. Tahun 1928, Raja Kabo
sendiri datang ke Katu meresmikan kampung baru tersebut. Ia datang bersama Wesseldijk untuk
membangun sekolah di Katu. J.W. Wesseldijk sendiri adalah seorang penginjil dataran tinggi di kawasan
itu (Kruyt, 1975). Kepala kampung Katu yang pertama adalah Marato. Setelah itu, mulai berdatangan
penduduk dari Besoa Ngamba dalam jumlah yang lebih banyak.
Pada tahun 1949, Orang Katu dipindahkan ke Bangkeluho. Alasannya, mereka kelaparan dan
menunggak membayar blasting. Kepala Distrik Langa Langimpu sebelumnya berjanji membantu
pemindahan itu dengan dua ton beras. Kenyataannya, hanya gabah yang diberikan, sehingga jauh dari
jumlah yang dijanjikan.

Politik Konservasi: Orang Katu di Behoa Kakau

By Arianto Sangaji. 2002.

Dalam perspektif yang berkeadilan, sistem budaya dan sistem sosial Orang Katu tidak saja boleh dilihat dari sisi negatif “orang luar”, tetapi harus ada keseimbangan pandangan dari “orang dalam” sendiri akan eksistensi mereka terhadap sumber daya alam. Dengan cara pandang yang lain ini maka kita dapat melihat bahwa Orang Katu adalah sebuah contoh mengenai kemampuan masyarakat sendiri dalam mengelola sumber daya agraria, yang berlandaskan pada rasionalitas ekonomi, budaya, hukum, ekologi, bahkan politik mereka sendiri. Berpuluh-puluh atau beratus-ratus tahun kemampuan ini berkembang dan dipertahankan di tengah-tengah terpaan badai perubahan, intimidasi penjajahan, dan pengaruh kuat lainnya yang datang dari luar kemampuan dan sistem sosial budaya mereka.

Pemahaman terhadap Orang Katu mesti dimulai dengan mengenali beberapa aspek tentang seluk-beluk dan cara merespon berbagai masalah kehidupan mereka di dalam pengelolaan sumber daya agraria. Aspek-aspek itu atara lain tercermin pada sistem land tenure dan pola-pola penggunaan sumber daya agraria (pertanian dan pemanfaatan hasil hutan). Dalam rangka pemahaman akan Orang Katu ini bagian yang penting ditemukenali adalah bagaimana respon mereka terhadap ancaman-ancaman yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya agraria.

SISTEM LAND TENURE ORANG KATU

1. Pemilikan dan Penguasaan Tanah Merdeka

Di Katu, tanah-tanah dimiliki secara perseorangan dan kelompok. Lahan-lahan pertanian (Ladang), Sawah dan tanaman tahunan (Menjadi dasar untuk menjelaskan status pemilikan. Tetapi, pada lahan-lahan yang tengah diisterahatkan, dimana sudah ditumbuhi belukar, pempohonan, dan dibanyak tempat sudah menjadi hutan yang padat maka batasan kepemilikan menjadi sangat kompleks olehnya, langka paling mudah untuk menjelaskan pemilikan ta0nah adalah dengan memeriksa sejarah atauh riwayat pemanfaatan tanah tersebut.

Polah pemilikan dan penguasaan tanah orang katu terlihat pada bagaimana mereka mendefenisikan hak-haknya atas hutan dalam konsepsi mereka secara tradisional dan adapt, mereka membagi hutan dalam beberapa jenis dan tingkatan.

TANPA HATI

Telah kubiarkan hatiku bunuh diri. Masih kuingat geleparnya yang terakhir, dan darah menggenang memantulkan bayang luka-luka, merobek kegembiraan masa lalu. kenangan yang masih membias sinarnya, memerah, melemah. Pupus.

Sejak lama aku berkemas, berjalan tanpa hati. Kubina diri tanpa rasa, mengupas suka-duka, melepas manis-getir, menebas keindahan dan buruk rupa. Jauh dan dekat darimu akan kutempuh, mengambang telaga tanpa riak, mengapung di lautan datar. Hidup yang tanpa gemuruh, tanpa hiruk-pikuk, tanpa liuk-liku, tanpa gelora. Hidup tanpa rasa.

Tapi cinta seperti kanker, menyebar pesat kesekujur tubuh. Dan dirimu seperti cahaya, menyusup lorong-lorong tersempit. Dan diriku menyerapmu penuh, mengisapmu luruh.

KEINDAHAN CINTA YANG TULUS

Alangkah menyakitkan, kalau tiba2 kita sadar bahwa kita tak dapat bersamanya. Untuk selamanya. Awalnya, gak terlalu terasa, perpisahan yang secara perlahan terjadi. Perlahan tapi pasti intensitas komunikasi semakin berkurang. Yang tadinya sehari 3 kali, menjadi dua kali, setelah itu sekali, dua hari sekali, tiga hari sekali…dan akhirnya aku sadar pelan tapi pasti semuanya sudah berakhir.

      Dan sekarang baru terasa pedih, sekarang baru terasa sepi

     dan sekarang baru terasa sedihnya kehilangan dia.

      Tapi .. cinta itu indah…

      Meskipun ada banyak halangan, mekipun ada banyak cobaan,

     meskipun ada banyak kendala, meskipun ada banyak rintangan,

     meskipun ada banyak tanjakan , meskipun ada banyak tembok tebal,

     bahkan meskipun akhirnya menemukan kegagalan..

      Aku bicara tentang cinta yang indah…

Merangkai Permasalahan dalam Intervensi Individu


Manusia merupakan mahluk yang unik, keunikan tersebut  membedakan manusia dengan ciptaan Tuhan yang lain dan sesama manusia.  Keunikan manusia dikarenakan kreasi manusia yang berbeda dalam menghadapi persoalan kehidupan demi eksistensinya. Hal tersebut, dapat kita lihat dari bentuk kebudayaan masyarakat yang berbeda dengan lainnya, misalkan kebudayaan masyarakat jawa barat dengan masyarakat jawa timur. Perbedaan ini, menjadikan masyarakat majemuk dan memiliki cara yang berbeda menyikapi realitas sosial. Keberagaman kebudayaan  merupakan salah satu yang melandasi keberagaman manusia dalam menghadapi persoalan kehidupannya. Keberagaman dalam dalam kebudayaan tersebut menjadikan individu yang satu dengan yang lain memiliki keunikan dan berbeda dengan yang lainnya.

Manusia merupakan suatu mahluk yang di anugrahi oleh Tuhan dengan akal yang dapat berfungsi sehingga berbeda dengan citaan yang lain. Akal yang diberikan Tuhan memiliki fungsi maksimal dalam mengembangkan kemanusiaan dalam diri nya. Pengembangan kemanusiaan yang maksimal ini menjadikan manusia sebagai pengganti-Nya dalam mengambangkan kehidupan di dunia. Pengembangan akal yang dimiliki oleh manusia tersebut terkadang realitas tidak sesuai dengan keadaan yang diinginkan (diidealkan). Ketidak sesuaian ini makanya dapat kita namakan sebagai masalah, baik secara individu, kelompok, dan keluarga.  Penyikapan manusia terhadap masalah merupakan hal penting dikarenakan dengan masalah tersebut menjadikan manusia kreatif dalam mempertahankan eksistensinya.  Tetapi jika masalah tersebut tidak dapat disikapi dengan baik maka akan berdampak secara keseluruhan dalam kehidupan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan manusia tidak dapat memaknai kehidupannya baik sosial, agama, budaya dan biologis sebagai manusia.

Permasalahan merupakan suatu hal yang wajar dikarenakan manusia  melihat antara dunia idealitas dengan dunia realitas yang tidak sesuai. Dengan masalah tersebut  merupakan salah satu tolak ukur dalam menentukan kedewasaan seseorang. Ketika dia melakukan sesuatu yang menyelesaikan permasalahan tersebut berarti  dia telah melewati suatu tahapan kedewasaan dalam kehidupan sosial, tetapi jika sebaliknya maka yang dikakukan dengan cara menghindar seperti anak-anak. Apa yang dilakukan tidak untuk menyelesaikan permasalahan  tetepi melakukan penghindaran dan lari, dari hal tersebut menjadi dasar  kurang dewasa atau anak-anak. Masalah merupakan suatu hal yang wajar dalam kehidupan, bahkan akan selalu berjalan bersama kehidupan.

Ungkapan Hati berinteraksi dengan Cinta

Keterlelapan alam insan
Suratan kehidupan tergaris tegak
Rangkaian kehidupan ketakadilan
Sampah negeri kepentinan lipstik fenomenal
Kebangkitan mati anak negeri
Harapan tangis ratapan duka
Ramadhan pembekalan sosial
Suara Ilahi mengalir dasyat
Kumandangkan insan atas dekapan
Untaian embun sucikan jiwa
Kembali menyatu dengan-Nya
Manusia alam berseru
Untaian tugas suci
Semaikan tugas suci
Semaikan kasih
Petikkan cinta untuk sesema

Gejolak Hati; Teriakan Kata Cinta

Kehidupan mengalirkan rasa,

Jiwa melayang ungkap makna sesama

Rasa cinta hanya tertuang pada-Nya

Abdi diri suka cita sesame untuk-Nya

Duka lara seyum muka tawa dalam coba

Ketetapan-Nya terbaik dalam jalani makna

Sematkan ruh Illahi dalam dekapan

Cintai sesame, musuh, lawan untuk ciptakan damai dunia

Serukan cintai tauhid untuk insane menembus surga

Kesunyian…

Kapital Sosial dalam Pembangunan Masyarakat

a. Pendahuluan


Sesuatu menjadi tujuan bersama dalam kehidupan berkelompok, individu setiap manusia dalam suatu negara adalan tercapainya kesejahteraan. Kesejahteraan kebutuhan bersama yang cara penanganyapun secara bersama antara semua pihak. Pihak yang bertanggung jawab dalam mensejahteraakan raknya adalah pemerintah dikarenakan pemerintah yang memiliki kebijakan dalam mengelolah jalannya negara. Masyarakat dalam membantu pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya sangat diperlukan dikarenakan merupaka suatu kerja yang dilakukan secara bersama agar kesejahteraan dapat tercapai. Program negara dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya tertuang dalam pembangunan.
Pembangunan merupakan suatu proses terencana dilakukan oleh golongan tertetu dengan tujuan tertentu seperti meningkankan kesejahteraan, menciptakan perdamaian. Ciri yang paling mendasar dalam pembangunan yakni direncanakan dan adanya campurtangan dari pihak tertentu. Kalau dalam negara pihak yang merancang konsep, melaksanakan, intervensi terhadap pembangunan yakni pemerintah dengan objek pembangunan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan kegiatan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyatnya. Program kerja pemerintah dalam pembangunan tertuang dalam UU yang sebagai aplikasi dari UUD 1945.
Program pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia secara pelaksanaan dan tujuanya tertuang dalam Undang-Undang no.17 tahun 2007. Undang tersebut, berupa arahan kebijakan pembangunan ke depan yang dilakukan oleh Pemerintah negara dalam meningkatkan kulalitas hidup masyarakat Indonesia. Isi Undang-Undang ersebut, berupa visi dan misi pembangunan dalam praktisnya berupa arahan prioritas pembangunan kedepan dari tahun 2005-2025 serta tahapan-tahapannya. (UU no.17 tahun 2007).
Pembangunan yang dilaksanakan hanya berorientasi pada pembangunan ekonomi. Pembangunan yang berorientasi ekonomi yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi menekankan perluasan variabel ekonomi seperti Gross Nationa Product (GNP) Net National Product (NNP). Hal yang terjadi tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan dapat memberikan korelasi terhadap meningkatnya kesejahteraan masyarakat seperti penurunan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi  disertatai penurunan angka kemiskinan pada periode 1965-1990an terjadi di Indonesia dan negara-negara Asia Timur lainya yang dikenal dengan micacle growth (Bhanoji Rao, 2001). Hal tersebut terjadi dikarenakan, tingkat investasi yang tinggi dalam physical dan human capital, dan pertumbuhan yang cepat dari produktivitas pertanian, oreintasi ekspor, penurunan fertilitas menejemen ekonomi makro yang logis membantu mempromosikan saving dan investasi, serta intervensi pemerintah dalam pembangunan industri yang spesifik. Tingginya pertumbuhan ekonomi tersebut, diharapkan membawa dampak positif terhadap penyediaan tenaga kerja sehingga terjadi konvergensi dalam tingkat pendapatan masyarakatnya. (Nyoman Utari Vipriyanti, 2004)
Pembangunan ekonomi yang dilaksankan oleh pemerintah berhasil, tetapi memiliki beberapa kelemahan dalam salah satu pihak. Pembangunan dengan mengunakan paradigma ekonomi sebagai basisnya sebagaimana dikemukakan oleh David C. Korten yakni seperti menggunakan ekonomi koboi dinama penekannya pada pusat-pusat ekonomi dengan menggunakan sistem kapitalism. Pembangunan dengan paradigma tersebut , sekarang mendapatka kritikan dimana pertumbuah ekonomi meningkat diiringi kemiskinan juga meningkat, kerusakan alam (lingkungan hidup) serta terjadinya kekerasan-keserasan sosial. (David C. Korten, 2002)
Pembangunan memerlukan peran aktif dari semua lapisan masyarakat, tidak hanya dinamika masyarakat (internal factor) yang terus menerus berubah tetapi juga dipengaruhi oleh perkembangan politik pembangunan di tingkat global (external factor). Dalam politik pembangunan global ada dua tuntutan bahwa pembangunan harus mengakomodasi persoalan demokratisasi, hak azasi manusia, kesetaraan gender dan civil society.  Respon tersebut dikarenakan pembangunan yang selama ini menggunakan orientasi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pada kenyataanya ukuran-ukuran ekonomi dan aktivitas pembangunan, tidak dapat menjelaskan secara detail terjadinya kemiskinan, ketimpangan berbagai macam pendapatan dan pengangguran di berbagai belahan dunia. (Jamesan W. And Blue 1974)
Pembangunan yang dilaksankan hendaknya dengan melibatkan berbagai unsur yang lainnya seperti sosial, politik, budaya dan yang lain. Pembangunan dengan melibatkan berbagai unsur tersebut yang disebut engan pembangunan sosial. Pembangunan sosial merupakan sebuah proses perubahan sosial yang terencana yang didisain untuk mengangkat kesejahteraan penduduk menyeluruh dengan menggabungkannya dengan proses pembangunan ekonomi yang dinamis. Pembangunan sosial merupakan proses pembangunan manusiayang terkait dengan pembangunan ekonomi, dengan berbagai fokus disiplin ilmu (interdiciplinary) berdasarkan ilmu sosial yang berbeda, menekannkan pada proses dimana merupakan suatu yang dinamis , proses yang progresif, serta bersifat ntervensi, melibatkan rakyat dengan menyeluruh ruang lingkup inklusif serta universal. (James Midgley, 1995). Pembanguan sosial yang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan partisipasi masyarakat sehingga bersifat demokratis dan sesuai dengan isu politik global dalam pembangunan.
b. Kapital Sosial
Kapital sosial merupakan suatu konsep yang relatif ‘baru’ yang dalam teori pembangunan berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kapital sosial tersebut bersifat problematik terutama peletakan kata sosial dalam yang menyifati kapital.  Kapital dalam referensi ekonomi mempertimbangkan referensi yang bukan ekonomi seperti sosiologi  sehingga terkadang sulit mencapai titik temu dalam keseragaman pengertian. (Robert M. Z. Lawang, 2004). Modal sosial merupkan konsep sosiologi mengacu koneksi dan jaringan sosial. Istilah modal mengacu pada kohesi sosial dan investasi pribadi dalam masyarakat(Modal Sosial dalam wikipedia.com)  Tesis ustama dalam kapital sosial hubungan masalah, dengan ide utamanya merupakan jaringan sosial merupakan aset yang berharga. Interaksi memungkinkan orang untuk membangun masyarakat, untuk berkomitmen satu sama lain, dan untuk merajut tatanan sosial. Sebuah rasa memiliki dan pengalaman beton jaringan sosial (dan kepercayaan dan hubungan toleransi yang dapat terlibat) bisa, itu berargumen, membawa manfaat besar untuk orang.  (John Field, 2003).
Kepercayaan antara individu-individu sehingga menjadi kepercayaan antara orang asing dan kepercayaan dari kain luas lembaga-lembaga sosial, pada akhirnya, itu menjadi seperangkat nilai-nilai bersama, kebajikan, dan harapan dalam masyarakat secara keseluruhan. Tanpa interaksi ini, di sisi lain meluruh kepercayaan, pada titik tertentu, peluruhan ini mulai memanifestasikan dirinya dalam masalah-masalah sosial yang serius . Konsep kapital sosial berpendapat bahwa bangunan atau membangun kembali kepercayaan masyarakat dan membutuhkan-ke-muka pertemuan muka. (C. Beem, 1999)
Definisi Kapital Sosial menurut beberapa ahli:
1.  Definisi menurut James Coleman (1988) •Catatan Robert Lawang terhadap pendapat Coleman adalah tidak adanya rumusan kalimat definisi yang jelas dan tegas. Hal tersebut mungkin dilatarbelakangi oleh adanya asumsi bahwa semua pembaca sudah mengetahui apa artinya struktur sosial, fungsi, aspek-aspeknya, kapital sosial itu sendiri serta sejumlah konsep ekonomi terkait kapital sosial. •Menurut Coleman, Kapital Sosial didefinisikan dengan fungsinya. Kapital sosial bukanlah suatu entitas tunggal tetapi terdiri dari sejumlah entitas dengan dua elemen yang sama (untuk semua entitas itu) : [i] semuanya terdiri dari aspek struktur-struktur sosial [ii] memfasilitasi tindakan-tindakan tertentu dari aktor-apakah orang per orangan atau aktor-aktor badan hukum dalam struktur itu. •Konsep fungsi, struktur dan sistem sosial merupakan kata kunci dalam paradigma fungsionalisme struktural. •Konsep aktor merupakan kata kunci dalam paradigma pertukaran sosial dan interaksionisme simbolik. •Menurut penulis, Coleman tidak mau membuang konsep diatas karena (mungkin) diperlukan dalam mengkonstruksikan teori baru. •Definisi diatas tidak begitu mudah untuk diterapkan, sehingga yang sering diambil dari definisi diatas adalah hubungan antara variable independen dan dependennya. • Namun ada yang sering dilupakan oleh peneliti yang berlatar belakang ekonomi yaitu analisis struktural – baik dalam bentuk obyektif dan antarsubyektif.
2.  Definisi Robert Putnam (1993) •Menurut penulis, definisi tentang kapital sosial dari Putnam lebih eksplisit dan jelas serta dikonstruksikan dari acuan pustaka yang lebih luas, yang merupakan gabungan dari saripati dari definisi para ahli lain seperti Coleman, Glenn Loury, P.A. Wallace, A. Le Mund dll. •Menurut Putnam, Kapital Sosial menunjuk pada bagian-bagian dari organisasi sosial seperti kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi. •Dengan kata lain, kapital sosial itu bersifat produktif, memungkinkan pencapaian tujuan tertentu, yang tanpa kontribusinya tujuan itu tidak akan tercapai. Dicontohkan bagaimana petani mencari rumput dan meminjamkan alat-alat kepada petani lain. •Wujud struktur sosial yang menjadi satuan analisis studi Putnam ataupun pengikut aliran ini adalah institusi sosial (termasuk didalamnya analisis kebutuhan pokok, cara-cara pemenuhan kebutuhannya baik dalam pengembangan perilaku maupun dalam bentuk organisasi). •Kekeliruan yang seringkali terjadi dalam penelitian seperti ini adalah satuan analisis organisasi lebih menonjol daripada alisisi struktural / institusional yang merupakan ciri khas analisis sosiologik.
3.  Definisi Francis Fukuyama (1995) •Menurut Fukuyama ada dua definisi yang bisa ditemukan dalam dua  sumber yaitu, a. Kapital Sosial menunjuk pada kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum didalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu darinya. (Trust;1993) b. Kapital sosial adalah serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. (The Great; 1999) •Dalam buku Trust, pembahasan tentang kapital sosial lebih banyak melihat hubungan dengan pebedaan yang sangat mencolok antara negara atau masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dan yang memiliki tingkat kepercayaan yang rendah. •Sedangkan buku The Great memusatkan perhatian terhadap kekacauan (disruption) yang ditimbulkan oleh rendahnya kapital sosial.
4.  Definisi Bank Dunia •rumusan dari Bank Dunia ini adalah hasil dari para ahli yang tergabung dalam kelompok Advisory Council to the Vice Presidency for Environmentally SUstainable Development. •Ada 2 definisi kapital sosial menurut bank dunia yaitu: a. Kapital sosial menunjuk pada norma, institusi dan hubungan sosial yang membentuk kualitas interaksi sosial dalam masyarakat. b. Kapital sosial menunjuk pada norma, institusi dan hubungan sosial yang memungkinkan orang dapat bekerja sama. •Definisi yang pertama terdapat kelemahan yaitu ketidakjelasan dalam mengartikan konsep-konsep yang termasuk dalam variable independen (norma, institusi dan hubungan sosial) serta kualitas interaksi sosial yang termasuk dalam variable dependen, karena ada fleksibilitas yang dapat diperoleh dari definisi ini.
5.  Definisi Jonathan H. Turner (2005) •Kapital sosial menunjuk pada kekuatan-kekuatan yang meningkatkan potensi untuk perkembangan ekonomi dalam suatu masyarakat dengan menciptakan dan mempertahankan hubungan sosial dan pola organisasi sosial. •Menurut penulis definisi dari Turner adalah definisi kapital sosial yang lebih dekat dengan sosiologi, namun terdapat kekurangan secara operasional ketika harus digunakan untuk melakukan penelitian lapangan yaitu: a. Kekuatan yang dimaksud sangat luas dan tidak spesisifik karena bisa menunjuk pada kekuatan personal, individual, psikologik, struktural, politik, agama, budaya, gaib, mafia, atau apa saja sepanjang dia dapat mendorong potensi untuk perkembangan ekonomi. b. Fungsi kapital sosial hanya terbatas pada tujuan-tujuan yang bersifat ekonomi saja. c. Definisi ini tidak memberikan alternative yang sudah dikembangkan oleh para ahli ekonomi – sosiologi (atau sosiologi perekonomian). (Kapital Sosial dalam wikipedia.com)
Kapital sosial dimana terciptanya kepercayaan diantara anggotanya tercipta jaringan adanya norma dan nilai yang memungkinkna untuk kerja sama. Kapital sosial ketika kelompok dan bekerjasama yang ada dalam struktur sosial bersifat embaded dan menjadi aturan bersama aeluruh masyarakat dan muncul menjadi tindakan sehari-hari dalam suatu masyarakat.
c. Kapital Sosial dalam Masyarakat
Secara etimologi kata masyarakat dalam bahasa indonesia berasal dalam bahasa arab; syarikah, musyarakah, yang artinya saling besekutu, kelompok berhimpun dan bersama. Kata syarikah tersimpul unsur pengertian yang berhubungan dengan pembentukan suatu kelompok, golongan atau perkumpulan. (Sidi Gazalba, 1976). Masyarakat merupakan suatu perkumpulan manusia yang berkesadaran dalam mempertahankan eksistensinya di dalam lingkungan. Dalam  rangka mempertahankan eksistensi  manusia dengan kemampuannya mengelola dan mengembangkan alam. Manusia sebagai mahluk sosial, karena ia memerlukan orang lain dalam berhubungan ataupun menjalankan aktivitasnya.  Manusia sebagai mahluk sosial tersebut maka memerlukan sebuah organisasi kemasyarakatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup bersama. Oleh karena itu, masyarakat bukan hanya sekumpulan individu saling bersatu dan berkelompok tetapi mendiami tempat atau wilayah tertentu dengan sistem nilai dan pandangan hidup, dan kebudayaan yang dimilikinya. (Sudibyo Markus, 2009)
Gagasan tentang masyarakat sipil dalam sejarahnya muncul dalam abad ke-17 ketika pemikirseperti Thomas Hobbes dan John Locke masyarakat  sipil sebagai suatu abstraksi atas kondisi masyarakat yang dikonsepsikan dengan negara alam, yakni kondisi hipotesis dimana kehidupan manusia tidak diatur, dan manusia saling mengejar kepentingannya. Dalam keadaan seperti itu, dikhawatirkan akan terjadinnya warre (war of all against all) yang akibatnya membahayakan hak-hak fundamental individu. Selanjutnya, untuk mengatasi para individu tersebut, menyerahkan kebebasan alamiah mereka dan sepakat untuk mmasuki masyarakat yang terikat peraturan. (Adi Widjajanto dkk, 2007). Konsep masyarakat sipil yang diungkapkan oleh Hobbes dan Locke pada abad ke -17 ini megarah pada pengertian masyarakat yang beradab. Masyarakat sipil merupkan bagian dari peradaban yang berada diluar kendali pemerintah dan pasar dan termarginalisasi keduanya. Oleh karena itu pentingnay pergerakan sosial masyarakat sipil yang mampu melindunginya dari pemerintah dan pasar. (Rizal Primahendra, 2003)
Konsep masyarakat sipil merupakan jejaring kerja (working network) yang tidak hanya terdiri civil society organizations, namun melibatkan partai politik, lembaga-lembaga agama, prnata adatdan aktor-aktor individu seperti para informal tokoh-tokoh agama. Jejaring ini bergerak secara setimultan dan berupaya mengimplementasikan melalui proses demokratisasi partisasipasu rakyat dalam pembuatan kebijakan, prinsip good governance dalam pencapaian political public goods, pemerataan distribusi kesejahteraan, prinsip non kekerasan dalam mengatasi perasalahan sosial. Gerak jejaring kerja tersebut tidak mengurangi peran kewarganegaraan, namun lebih diarahkan dalam penguatan kapasitas masyarakat sipil tersebut mengembangkan mekanisme penguatan warga dalam berhadapan dengan pasar dan negara. (Adi Widjajanto dkk, 2007).
Dalam kehidupan dimasyarakat yang bersifat sehari-hari keperangkatan sosial lebih dikenal degan arisan, simpan pinjam, serikat tolong menolong, kelompok jama’ah ta’alim. Kepranataan dapat dilihat dalam upacara adat, kegiatan masyarakat seperti perkawinan, kelahiran, kematian dan yang lain.  Semuanya diperkuat nilai-nilai sosial dan kearifan lokal yang sidah melembaga dengan baik seperti nilai kebersamaan, kepranataan dan nilai-nilai sosial ertentu mampu membuat jaringan strategis sebagai wahana pembangunan masyarakat. (Moekus, 2002). Keperangkatan, kepranataan dan nilai-nilai sosial tersebut didalam kapital sosial merujuk pada bagian organisasi sosial seperti kepercayaan norma dan jaringan yang dapat meningkatkan efisensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan terkoordinasi dalam masyarakat.  Kapital sosial merujuk pada institusi hubungan sikap dan nilai yang membimbing interaksi konstribusi pada perkembangan ekonomi dan sosial. (Robert M. Z. Lawang, 2004).
Kapital sosial dioperasionalkan dalam bentuk keperangkatan, kepranataan dan nilai-nilai sosial yang tumbuh dalam masyarakat. Kapital sosial dalam keperangkatan yakni kelompok keagamaan yang berfungsi dalam pemeliharaan dan peningkatan keagamaan akativitas keagaamaan berdampak sosial. Kelompok berkumpul meningkatkan keagamaan dan mengumpulkan infak yang selanjutnya disalurkan pada orang yang tidak mampu, seperti orang miskin, orang jompo dan pemberian beasiswa pada anak miskin. Kelompok arisan dan koperasi simpan pinjam yang bersifat agak tertutup dan terbatas. Kelompok ini berkumpul dalam setiap bulan untuk melakukan arisan dan meminjamkan uang pada anggotanya dan dikembalikan dalam tempo tertentu. Jumlah besaran nominal maksimal peminjaman bersifat terbatas dan dikarenakan kondisi uang yang ada juga terbatas.
Aktivitas kapital sosial merupakan pemenuhan kebutuhan bersama, pendidikan dan penanganan permasalahan sosial. Pemenuhan kebutuhan bersama terjadi dalam masyarakat dengan dengan melakukan kerjasama dalam pemberian bantuan serta koperasi simpan pinjam sebagai bentuk pinjaman yang diharapkan digunakan untuk barang yang bersifat produktif. Penanganan permasalahan sosial yang terjadi dimasyarakat yakni dengan cara berkelompok (gotong royong) dalam mengerjakannya misalkan pada upacara adat, perkawinan dan kematian dalam masyarakat. Kapital sosial tersebut mempererat hubungan atara anggota masyarakat serta menjadikannya hubungan yang harmonis  sehingga lebih mudah dalam menangani permasahan sosial yang ada. Penanganan permasalah sosial yang ada ini menjadikan masyarakat mudah dalam mencapai kesejahteraan dan memperlancar pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah.

Marx, Weber dan Durkheim dalam Kesejahteraan Sosial

 1. a. Pendahuluan
    Secara etimologi kata masyarakat dalam bahasa indonesia berasal dalam bahasa arab; syarikah, musyarakah, yang artinya saling besekutu, kelompok berhimpun dan bersama. Kata syarikah tersimpul unsur pengertian yang berhubungan dengan pembentukan suatu kelompok, golongan atau perkumpulan. (Sidi Gazalba, 1976; 1). Masyarakat merupakan suatu perkumpulan manusia yang berkesadaran dalam mempertahankan eksistensinya di dalam lingkungan. Dalam  rangka mempertahankan eksistensi  manusia dengan kemampuannya mengelola dan mengembangkan alam. Manusia sebagai mahluk sosial, karena ia memerlukan orang lain dalam berhubungan ataupun menjalankan aktivitasnya.  Manusia sebagai mahluk sosial tersebut maka memerlukan sebuah organisasi kemasyarakatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup bersama. Oleh karena itu, masyarakat bukan hanya sekumpulan individu saling bersatu dan berkelompok tetapi mendiami tempat atau wilayah tertentu dengan sistem nilai dan pandangan hidup, dan kebudayaan yang dimilikinya. (Sudibyo Markus, 2009; 11)
    Masyarakat dalam melakukan kerjasama dengan yang lain maka memerlukan sebuah struktur dalam menjalankan kegiatannya, struktur tersebut adalah organisasi kemasyarakatan. Organisasi kemasyarakatan tersebut merupakan suatu kesatuan kolektif individu yang berfungsi mempertahankan eksistensi, bekerjasama  dan menjaga solideritas antar anggotanya. Solideritas tersebut terbentuk dikarenakan adanya rasa dan keinginan yang sama untuk tetap hidup dalam suatu lingkungan.  Organisasi yang berjalan maka memiliki pemipimpin dalam rangka menjalankan kebijakan organisasi tersebut. Pemimpin biasanya dipilih berdasarkan dari salah satu anggota mereka yang menjol, dari segi tindakan maupun bentuk tubuhnya. (Ibn Khaldun, 2001; 74). Kepemimpinan ini akan dapat menentukan bagaimana masyarakat ketika berinteraksi dengan kelompok yang lain. Sikap kepemimpinan ini dapat juga menjadi tolak ukur penilaian masyarakat atas suatu kelompok sosial yang lain.
    Ilmu social dinamakan demikian, karena ilmu tersebut mengambil masyarakat atau kehiduapan bersama sebagai objek yang dipelajari. Ilmu ilmu social belum memiliki kaidah dan dalil yang tetap dimana oleh bagian yang terbesar masyarakat, oleh karena itu ilmu social belum lama berkembang, sadangkan yang menjadi objeknya masyarakat terus berubah. Sifat masyarakat terus berubah-ubah, hingga belum dapat diselidiki dianalisis secara tuntas hubungan antara unsure-unsur dalam kehidupan masyarakat yang lebih mendalam. Lain halnya dengan ilmu pengetahuan alam yang telah lama berkembang, sehingga telah memiliki kaidah dan dalil yang teratur dan diterima oleh masyarakat, dikarenakan objeknya bukan manusia. Ilmu social yang masih muda usianya, baru sampai pada tahap analisis dinamika artinya baru dalam datara tentang analisis dataran masyarakat manusia yang bergerak. (Soejono Soekanto, 1997; 45)
    Ilmu sosial yang mempelajari tentang masyarakat dan bagaimana interaksi tersebut yang kita kenal dengan ilmu sosiologi. Dalam ilmu sosiologi di era awal abad ke 19 sangat bersentuhan dengan ilmu alam seperti dalam pembacaan terhadap masyarakat seperti objektif, empiris, bebas nilai dan yang lain. Pada era ini dikarenakan di eropa sedang mengalami zaman industrialisasi sehingga berdampak bagi yang lain. Oleh karena itu para ilmuan sosial pun berbeda dalam memahami masyarakat seperti Karl Marx, Emile Durkheim dan Max Weber. Mereaka memiliki asumsi tersendiri  terhadap masyarakat misalkan Karl Marx dengan struktulisme konflik, Max Weber dengan tindakan sosial dan Emile Durkheim dengan strukturalism fungsional. Ketiga tokoh tersebut yang menjadi dasar dalam perkembangan ilmu sosial berikutnya pada abad ke 20, dan tokoh tersebut di kenal dengan kajian pada era klasik dalam disiplin ilmu sosiologi. 
    1. b. Pandangan Karl Marx terhadap Masyarakat
    Pandangan kaum marxis  aktivitas ekonomi adalah arsitek merancang aspek lain kehidupan manusia. Marx menyebutkan suatu masyarakat mengorganisir infra struktur/ basis ekonomi, dari semua aspek lain masyarakat. Sedangkan selain aspek ekonomi  sosial budaya, gagasan, keyakinan, falsafah merupakan supra struktur. Dimana menurutnya supra struktur suatu masyarakat diciptakan oleh basisnya, yakni seperangkat aktivitas yang dibangun atas dasar basisnya. (Pip Jones, 2009; 84). Kesadaran yakni falsafah dalam masyarakat (kesadaran supra struktur) ditentukan oleh infra struktur/aktivitas ekonomi (basis material).  Kesadaran yang diungkapkan oleh Marx,  dinamakan kesadaran material.  Pengungkapan kesadaran material berangkat dari filsafat materialism dimana keyataan berada diluar persepsi manusia dan kenyataan objektif penentu dari  ide. (Andi Muawiyah Ramly, 2000; 65). Kesadaran tersebut yang menjadi landasan analisisnya terhadap masyarakat, masyarakat bergerak berdasarkan material dalam menentukan supra struktur seperti falsafah dan ideologi yang menentukan pandangan manusia.
    Pendekatan supra struktur ini menggambarkan bahwa Marx kehidupan non ekonomi secara langsung dipengaruhi oleh aktivitas produksi, bahwasanya perubahan-perubahan dalam konsteks ekonomi yang memberikan kemampuan terhadap manusia untuk memandang dunia sebagai mana adanya. Oleh karena itu, perubahan sosial merupakan satu-satunya kemungkianansebagai akibat perkembangan ekonomi.  Dengan demikian gagasan tergantung pada kondisi ekonomi, perubahan gagasan meliputi pergerseran dari kesadaran semu ke kelas dan keinginan ingin merubah masyarakat dan terjadi karena perubahan ekonomi. Sebagaimana dikatakan Marx bahwa manusia membuat sejarahnya sendiri, tetapi bukan dalam kondisi pilihannya sendiri. (Pip Jones, 2009; 97). Maka usaha-usaha yang dilakukan dengan melakukan perjuangan kelas yang menggerakan perubahan dikelasnya tersebut. Perjuangan tersebut dengan menyatukan seluruh kelas ploletar untuk menggulingkan kelas borjuis.
    Menurut Marx bahwa perkembangan sejarah manusia  dalam masyarakat adalah sejarah berbagai macam sistem produksi  yang berbasis eksploitasi kelas.  Hal tersebut dikarenakan dalam setiap masa sistem produksi dikuasi oleh kelas-kelas soial tertentu.  Pada masa ini yang terjadi adalah dominasi dan eksploitasi terhadap kelas tertentu. Dinama kelas tertentu menjadi dominan dan subordinat terhadap kelas yang lain. Oleh karena, itu struktur sosial dalam analisis Mark tidak tercipta secara acak, tetapi adanya pola yang cukup pasti dalam masyarakat mengenai mengorganisasi r benda-benda yang berkaitan dengan produksi.  Teori ini mengganggap bahwa kegiatan manusia yang paling penting adalah kegiatan ekonomi, produksi unsur materi. Mengenai pendapat Marx bahwa dalam sejarah yang memiliki peran besar dalam menentukan jalannya sejarah adalah unsur produksi maka Marx dikenal dengan Materialism historis.(Pip Jones, 2009; 78)
    Sejarah kesemua masyarakat yang tersedia ada dalam masyarakat adalah sejarah perjuangan kelas. (Karl Marx dan Frederick Engels, 1888; 5). Masyarakat dalam analisis ini terbagi menjadi dua kelas besar yakni kaum borjuis dan kaum ploretar. Kaum borjuis adalah kaum pemodal yang memiliki segalanya yakni sumber-sumber produksi seperti tanah, prabik, investasi modal, saham yang mengontrol secara aktual produksi industri.  Sedangan kaum ploretar adalah mereka tidak memiliki alat produksi dan bekerja dipabrik dengan upah yang rendah serta dibayar dengan nilai lebih rendah dari barang. (Pip Joes, 2009; 83). Pembayaran yang dilakukan oleh kaum kapitalis lebih rendah dengan biaya diproduksi dengan alasan agar mendapatkan surplus, tidak membebani kapitalis dan nilai investasi dapat meningkat. Dari alasan tersebut,  apa yang dilakukan oleh majikan terhadap pekerja merupakan suatu bentuk eksploitasi untuk meningkatkan kesejahteraan kaum pemoda, sehingga pekerja tetap dalam keadaan miskin.  Itu merupakan deskripsi yang dilakukan oleh kaum kapitalis terhadap buruhnya. Makanya Marx menggambarkan dalam sejarah manusia memang yang terjadi perjuangan kelas, yakni benturanya kepentingan antara pemodal dengan pekerja, tetapi hasilnya berupa bentuk penindasan antara yang kaya dengan miskin, dimana kaum kaya akan makin kaya dan miskin makin miskin.
    1. c. Pandangan Emile Durkheim terhadap Masyarakat
    Masyarakat merupakan kumpulan individu yang menjalankan kehidupan sosial manusia dan eksistensi  keteraturan sosial dalam masyarakat. Keteraturan tersebut dinamakan solideritas sosial yang dimantapkan lewat sosialisasi melalui proses manusia secara kolektif belajar standar aturan-aturan prilaku. Aturan standar prilaku tersebut merupakan suatu fakta sosial, hanya dapat dilihat melalui konformitas individu kepadanya.  Fakta sosial berada diluar individu bersifat eksternal dan mengendalikan individu.(Pip Jones, 2009; 45). Fakta social juga suatu kenyataan yang memiliki karakteristik khusus yakni mengandung tata cara bertindak berfikir dan merasakan yang berada diluar individu yang ditamankan dengan kekuatan koersif.  Fakta social merupakan cara bertindak, yang memiliki cirri-ciri gejala empiric, yang terukur eksternal, menyebar dan menekan.  Kekuatan koersif merupakan kekuatan untuk menekan individu. (Zainuddin Maliki, 2002; 43).
    Solideritas dalam masyarakat sesuai dengan tipe sosial masyarakat itu sendiri, hal ini dikarenakan masyarakat mengalami perkembangan dari yang sederhana sampai kompleks. Solideritas sosial terjadi kurang lebih secara otomatis. (Pip Jones, 2009; 46). Masyarakat dalam pandangannya bersifat evolusi mirip dengan organisme hidup bergerak  dari sebuah keadaan yang sederhana kepada yang lebih kompleks yang mirip dengan cara kerja mesin-mesin yang rumit. Sebagaimana kumpulan teori terus berkembang mengenai kemajuan sosialevolusionisme sosial, dan darwinisme sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat ‘mekanis’ dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual – norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.
    Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas ‘organik’. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang ‘mekanis’, misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat yang swa-sembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang ‘organik’, para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan makanan, pakaian, dll) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif – seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.
    Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hokum seringkali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organic, hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks. Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosialDavid Émile Durkheim , dalam wikipedia.com) yang mengatur perilaku. (
    Konsepsi Durkheim tetang struktur sosial dalam masyarakat menjelaskan kehidupan sosial masyarakat dengan metode positivisme. Struktur sosial sama objektifnya dengan alam dikarenakan dalam warga masyarakat sejak mereka lahir, yang hidup atapun yang tidak, semuanya sudah terjadi dengan sendirinya dan tidak memiliki pilihan. Masyarakat terdiri dari realitas fakta sosial yang bersifat eksternal dan menghambat, dikarenakan suatu kebudayaan  yang sudah ada menentukan gagagsan dan prilaku melalui sosialisasi. Hal tersebut, karakteristinya sama dengan gejala alam adalah produk alam. Oleh karena itu sosiologi berlaku objektif, dikarenakan berhubungan dengan realitas yang pasti. Metode pengamatan yang empiris mngumpulkan bukti sebab akibat yang digunakan juga dalam sosiologi untuk memproduksi pengetahuan yang menawarka kemungkinan kepastian. Teori sosial dibangun atas dasar masyarakat diorganisasir  mengenai hukum mengatur prilaku sosial dalam konteks yang teratur ketaraturan tersebut besal dari konsensus eksistensi norma dan nilai yang dimiliki bersama. (Pip Jones, 2009; 49-50).
    Keteraturan dalam masyarakat merupakan suatu hal yang penting dikarenakan masyarakat terdiri dari struktur-struktur yang menjalankan fungsinya masing-masing saling berkaitan anatar yang satu dengan yang lain. Sistem sosial bekerja bagai sistem organik seperti susunan institusi dalam masyarakat, pendidikan, tatanan politik, tatanan keagamaan. Masyarakat merupakan bagian yang terinterasi saling bergantung  dan menjalankan fungsinya memelihara masyarakat dalam keadaan teratur dan stabil. Oleh karena itu peran institusi menjalankan perannya dalam melayani kebutuhan sistem sosial. Dengan institusi menjalankan perannya dengan baik warga masyarakat mengetahui dan menyepakati bagaimana seharusnya berprilaku. (Pip Jones, 2009; 53-54). Teori ini, dikenal dengan strukturalism fungsional oleh sosiolog.
    1. d. Pandangan Max Weber terhadap Masyarakat
    Weber dalam memandang masyarakat  dari bentuk mikro yakni dengan mengamati  individu, yang membedakan dengan kajian antara Marx dan Durkheim yang mengkaji struktur sosial dalam masyarakat. Menurut Weber manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukan itu untuk mencapai apa yang mereka kehendaki. Sedangkan struktur sosial adalah hasil dari tindakan yang dilakukan bersama. (Pip Jones, 2009; 114). Manusia bertindak sebagai agen dalam bertindak mengkunstuksi realias social. Cara konstruksi yang dilakukan kepada cara memahami atau memberikan makna terhadap prilaku mereka sendiri. Oleh Karena itu juga ilmu social dalam hal ini mengamati cara agen melakukan penafsiran, memberi makna terhadap realitas. Makna berupa partisipan agen melakukan konstruk melalui proses partisipasi dalam kehidupan dimana ia hidup. Dalam tradisi konstruktivis mereka ingin keluar motif dan alasan tindakan individual guna memasuki ranah structural. (Zainuddin Maliki, 2002; 87).
    Tindakan sosial yang dikemukakan oleh Weber dengan metode verstehen, dikarenakan sosiolog adalah manusia dimana menginterpretasi lingkungan sosial dimana mereka berada, memperhatikan tujuan masyarakat yang bersangkutan dan berusaha memahami tindakan mereka.  Weber melakukan rekontruksi makna dibalik kejadian-kejadian sejarahyang menghasilkan struktur dan bentukan-bentukan sosial  dan saat bersamaan memandang semua konfigurasi merupakan suatu yang unik.  (Pip Jones, 2009; 115). Verstehen merupakan motode pendekatan yang berusaha untuk mengerti makna yang mendasari dan mengintari peristiwa social histories. (Hotman M. Siahaan, 1995; 65). Pengungkapan makna terjadi memahami sosial historis dari tindakan yang dilakukan dan masing-masing aktor memiliki motif yang berbeda dalam merespon realitas yang terjadi dilingkungan.
    Weber membedakan empat macam tindakan dalam konteks motif dan pelakuknya;  pertama adalah tindakan tradisonal dikarenakan melakukan ini  karena selalu melakukan itu. Kedua tindakan afektif dikarenakan melakukan perbuatan dikarenakan harus melakukan itu. Ketiga tindakan berorientasi pada nilai atau rasionalitas nilai dikarenakan bertindak hanya yang diketahui. Keempat berorientasi tujuan dikarenakan tindakan ini paling efisien dalam mencapai tujuan.  Weber mengungkapkan bahwa dominasi merupkan unsur penting dalam tindakan sosial dikarenakan struktur dominasi sesuai dengan kelas sosialnya dalam masyarakat. (Pip Jones, 2009; 116).
    Weber menggambarkan tipe kekuasaan yang  memperoleh legitimasi oleh yang berkuasa yakni; pertama tradisional mematuhi dikarenakan masyarakat mematuhi. Kedua kharismatik dikarenakan mematuhi karena mentransformasi kepada yang lain. Ketiga legal rasional dikarenakan mematuhi karena berdasarkan hukum yang berlaku. Menurutnya kebenaran sesungguhnya bahwa tidak ada manusia yang sanggup menanggapi seluruh realitas yang ia hadapi. Manusia hanya bisa menjadikan masuk akal suatu aspek realias dengan seleksi kejadian yang tak terbatas. Tetapi yang terpenting dalam interpretasi kebermaknaan. (Pip Jones, 2009; 117). Interaksi  antara individu dengan lain ini, merupakan proses kontruksi  makna dan saling tukar-menukar makna sehingga dapat menghasilakan sebuah sistem sosial dalam masyarakat. Sistem sosial ini menjadi kontruksi individu secara dan disepakati oleh individu yang lain sebagaimana dalam etika protestan yang menetukan perkembangan kapitalism.
    Weber memperlihatkan bahwa tipe Protestanisme Calvinism  tertentu mendukung pengejaran keuntungan ekonomi yang rasional dan bahwa kegiatan-kegiatan duniawi telah memperoleh makna spiritual dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari gagasan-gagasan keagamaan tersebut, melainkan lebih sebagai produk sampingan — logika yang inheren dari doktrin-doktrin tersebut dan advis yang didasarkan pada mereka baik yang baik secara langsung maupun tak langsung mendorong perencanaan dan penyangkalan diri demi pengejaran keuntungan ekonomi.  Menggunakan uang ini untuk kemewehan pribadi atau untuk membeliikon-ikon keagamaan dianggap dosa. Selain itu, amal umumnya dipandanga negatif karena orang yang tidak berhasil dalam ukuran dunia dipandang sebagai gabungan dari kemalasan atau tanda bahwa Tuhan tidak memberkatinya. Maka pemeluknya menginvetasikan uang ini, yang memberikan dukungan besar bagi lahirnya kapitalisme. (Maximilian Weber, dalam wikipedia.com). Kapitalism yang dingkapkan oleh Marx dan Weber memiliki perbedaan dalam kondisi sosial yang berbeda, kapitalisme yang diungkapkan Marx lebih pada eksploitasi dalam mengumpulkan kekayaan sedangkan dari Weber merupakan eksternalisasi ajaran agama dalam memperoleh keselamatan dari Tuhan.
    1. e. Analisis pandangan Marx, Durkheim dan Weber  terhadap Kesejahteraan Sosial
    Kesejahteraan merupakan suatu uji keberadaban (civility). (Babang Shergi Laksmono, 2009; 10). Tata kehidupan dan sejarah merupakan uji keberlangsungan hidup manusia agar mencapai kesejahteraan. Begitu pula dengan pandangan ketiga tokoh tersebut tentang kesejahteraan memiliki karkteristik yang berbeda dikarenakan kondisi sosial historis yang berbeda dalam memandang masyarakat. Misalkan dalam pandangan Marx bahwa kesejahteraan itu dimiliki oleh kelas borjuis dimana memiliki modal produksi yang menggerakan sistem ekonomi. Sedangkan untuk kaum ploletar mereka kurang sejahtera dikarenakan adanya eksploitasi kaum buruh dengan alasan efiensi dan menambah modal investasi. Kesejateraan dapat dilakukan oleh kaum ploletar dengan mengadakan revolusi terhadap kaum pemodal atau merebut aset-aset produksi ekonomi agar bermanfaat bagi buruh.
    Konsep kesejahteraan selanjutnya dalam pandangan Durkheim sesuai dengan paradigma yakni strukturalism fungsional. Dalam paradigma ini berjalannya kesejahteraan  dalam masyarakat dengan terjadinya keteraturan dan berjalannya masing-masing sistem sosial yang ada serta menjalankan fungsi dan tugasnya tanpa adanya hambatan. Hal tersebut, dikarenakan bekerjanya sistem sosial tersebut ketika kondisi sosial masyarakat stabil tidak terganggu dengan sistem yang lain. Kesejahteraan juga tercapai dengan makin kompleksitas kerja dan masyarakat mengalami perkembangan dari solideritas mekanik pada solideritas organik sebagaimana masyarakat kota dengan spesialisasi kerja.
    Hal yang berbeda konsep kesejahteraan yang diungkapkan oleh Weber dimana kesejahteraan diperoleh bukan karena struktur sosial yang deterministik, tetapi kerja keras individu dalam memaknai tindakanya dalam merespon lingkungan. Hal tersebut dapat kita lihat dari penelitian yang ia lakukukan pada agama Protestan Calvinisme yang memaknai agama dalam untuk meningkatakan kesejahteraan pemeluknya. Pemeluknya diajarkan bagaimana mendapakan keselamatan di dunia dan akherat dengan taat beribadah, bekerja keras, hidup sederhana, rajin menabung dan berdo’a. Meraka juga diajarkan untuk membantu sesasma dengan memberikan bantuan modal usaha. Sehingga apa yang mereka lakukan agar mendapatkan keselamatan dari Tuhan dengan melakukan seperti itu. Pengeksternalsisian doktrin agama tersebut yang membawa pada kesejahteraan yakni dengan lahirnya kapitalism yang berbeda dengan Marx.
    1. f. Pembangunan Dunia Saat ini
    Pembangunan adalah plant to change (direncanakan). Pembangunan muncul setelah terjadinya perang dunia dan bangsa-bangsa di dunia menyadari tentang rusaknya dunia maka merencanakan pembangunan untuk memperbaiki tatanan dunia agar memberikan kemanfaatan pada manusia sebagai penduduk dunia. Deelopment yang dilakukan oleh teknokrat dengan menggunakan prinsif efektifitas (orientasi pembanguan dengan menerapkan pada hasil)  dan efisiensi (oreintasi pembangunan pencapaian hasil secepat mungkin dan menggunakan anggran dana yang minimal). Akibat yang terjadi pada pembangunan yang berparadigma tersebut partisipasi masyarakat berkurang dengan orientasi growth dengan menggunakan kuantitatif yakni dengan menggunakan angka sebagai data sehingga data kualitatif terabaikan yakni yang ditekankan groush pole (pusat-pusat pertumbuhan), seperti yang dibangun  mengutamakan konglongmerat, daerah-daerah pertumbuhan misalkan pembangunan ekonomi dengan mengandalkan supermarket dan mall, potensi pertambangan dan kelalutan.
    Pembangunan dengan paradigma maka yang diharapkan adalah;
    Trickling down (menetes) memberikan tetesan kemakmuran kebawah dengan harapan dengan membangun pusat pertumbuhan sehingga dapat merubah sekitar dan menjadi makmur. Pembangunan ini menekankan pusat pertumbuhan di perbesar dan diperbanyak seperti di jawa, makasar dan medan.
    Back wash (mencuci daerah pinggiran) dengan menarik sumber daya manusia pada daerah pusat-pusat pertumbuhan, seperti pembanguanan yang dilakukan di jakarta yakni menghilangkan daerah pinggiran sekitar jakarta seperti bekasi, bogor dan tanggerang.
    Pembangunan ini memiliki dampak yakni menimbulkan kemiskinan masyarakat sedangkan yang diuntungkan adalah orang beruang dan pemilik modal seperti konglongmerat.
    Pembangunan dengan menggunakan standar ekonmi koboi bukanya ekonomi ruang angkasa. Pembangunan dengan ekonomi koboi ini dengan menekankan pembangunan pada pusat-pusat pertumbuhan dengan sistem kapitalism. Pembangunan tersebut , yang terpatri  kesadaran umat manusia mengalami  krisis global yakni persolan kemiskinan, kegagalan dalam lingkungan hidup dan masalah kekerasan sosial. (David C. Korten, 2002; 19)
    Kemiskinan terbagi menjadi;
    Kemiskinan individual dikarenakan individu yang miskin karena ketidak berfungsiannya individu dalam sosial seperti kebodohan, kemalasan.
    Kemiskinan alamiah dikarekan lingkungan alam sekitar yang miskin sehinga menyebabkan miskin
    Kemiskinan struktural dikarenakan kebijakan yang dilakukan oleh pemrintah yang tidak adil seperti dengan pembangunan dengan orientasi pada pusat-pusat pertumbuhan.
    Kemiskinan kultural dikarenakan alam yang miskin ditambah dengan kebijakan struktural sehingga orang yang miskin meyesuaikan dirinya untuk miskin dalam menjalankan kehidupan. Dari itu semua menyebabkan kemiskinan budaya dikarenakan masyarakat yang tidak kreatif dan kebijakan penguasa yang memelihara kemiskinan.
    Pembangunan dengan paradigama tersebut juga disadari oleh PBB dan mengevaluasinya sehingga mendapatkan hasil sebagai berikut;
    Jobless growth (pertumbuhan pengangguran) dimana jumlah pengangguran meningkat, makin tingginya jurang anatara yang kaya dengan miskin, hal tersebut dikarenakan tidak memiliki pekerjaan. Pekerjaan bukannyanya sebagai sarana untuk bekerja tetapi wahana dalam mengembangkan kreatifitas, harkat manusia serta status manusia di hadapan yang lain.
    Ruthless growth (kekejaman pemabangunan) hal ini dikarenakan kelompok tertentu yang diuntungkan dalam pembanguanan seperti banyaknya kemiskinan, tingginya jurang antara kaya dan miskin, pemanasan global.
    Root less (tercerabutnya manusia dari akar kebudayaan), pembangunan ini seperti terjadi pada back wash dengan memaksimalkan pusat-pusat pertumbuhan sehingga tersinggkirnya orang lokal dikaranekan kalah bersaing dengan pendatang dengan sumber daya manusia yang lebih baik, hal ini dapat kita lihat tersingkirnya orang betawi dan kebudayaan lokal yang makin hilang. Misalkan pembanguan di jakarta dan free port di Irian jaya
    Voice less (tidak mendengarkan aspirasi rakyat dan tidak demokratis), komunitas yang tidak terdengar orang miskin, kaum perempuan tetapi untuk pembuat kebijakan dan orang-orang kaya. Misalkan penerapan BLT untuk orang miskin dengan penyamarataan bantuan dikarenakan dengan menggunakan paradigama data kuantitatif dengan melihat angka bukan melihat kemiskinan yang terjadi pada masyarakat sehingga tepatkah bantuan tersebut. Pemerintah melakukan generasilasi kemiskinan yang ada pada masyarakat dan bukannya mengenali kemiskinan tersebut, sehingga penuntasannya berbeda.
    Future less (pertumbuhan tiada masa depan), pembanguan tersebut menghabiskan sumber daya dan merusak dan menghilangkan sumber daya alam sehingga generasi berikutnya tidak dapat menikmati tetapi hanya menkmati rusaknya alam. Hal tersebut dikarenakan pembangunan yang mengarah pada satu demensi yakni pertumbuhan dalam pembangunan.
    Pembagunan dengan satu demensi bersifat tidak hakiki dikarenakan;
    Satu  dimensi dimana penekanan dalam pembangunan hanya pertumbuhan dan pertumbuhannya hanya ekonomi sebagai landasan yang penting.
    Birocrated (birokrastis) dalam melaksanakan pembangunan mebentuk birokrasi-birokrasi tersendiri dan bersifat mandiri.
    Spesialisasi dan controled pembangunan ini berisifat terpusat dan control dari pemerintah pusat tidak sesuai dengan lokalitas masyarkat. Pembangunan ini juga tidak mengakar sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat tetepi kebutuhan pemodal.
    Pembanguan tersebut menimbulkan krisis sebagai berikut;
    Kemiskinan yang meningkat bahkan semakin tingginya jurang pemisahnya.
    Kekerasan dikarenakan terjadinya penghisapan sumber daya manusia ke pusat-pusat pembangunan dan hilangnya sumber daya manusia pada daerah pinggiran maka terjadinya urbanisasi yang besar. Urbanisasi tersebut meningkatnya jumlah kemiskinan  di kota dan timbulnya kekerasan kehidapan sehingga tingginya kriminalitas dalam perkotaan serta kemiskinan struktural karena kebijakan pembangunan yang tidak adil.
    Kerusakan alam, pembangunan yang terjadi dengan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan dan pengembangannya tidak memperhatikan alam sekitar dengan mengekploitasi alam untuk membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang diutamakan dan pertumbuhan ekomoni sehingga menafikan sosial dan budaya masyarakat setempat.
    Kesejateraan dapat ukur dengan menggunakan;
    GNP (pendapatan) yang diperoleh dari negara atau wilayah
    Keadilan dan pemerataan dalam pembangunan dari masing-masing daerah
    Sosial kapital (modal sosial) dengan memberikan kepercayaan pada orang sehingga dapat maju dan berkembang bersama sehingga menimulkan konglomeratisasi
    Tingkat pedidikan yang ada dalam masyarakat seperti Sosial, ekonomi dan status.
    Live expentacy (harapan hidup), makin tinggi harapan hidup manusia dan rendahnya tingkat kematian masyarakat makan kemakmuran tercapai.
    Gizi dan makanan masyarakat dengan memakan makanan yang bergizi dan sehat menjadikan masyarakat sejahtera akan mudah tercapai.
    Dengan melihat pembangunan tersebut maka yang dilakukan mengganti paradigma pembangunan yang lebih manusiawi yakni paradigma pembangunan kemunusiaan (development people) dan pembengunan berdasarkan nilai (development veleu). Pembangunan tersebut bukan hanya satu dimensi kesejahteraan ekonomi, tetapi mengutamakan dimensi kemanusiaan, serta sosial budaya, masyarakat serta lingkungan alam. Tetapi pembangunan yang terpenting bukan dari pemerintah tetapi dari masyarakat yang memerlukan pembangunan dan sesuai dengan kebutuhannya. Masyarakat terlibat aktif dan merumuskan pembangunan apakah yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kesejarteraannya.
    Daftar Bacaan

    Andi Muawiyah Ramly, 2000, Peta Pemikiran Karl Marx, Yogyakarta: LKiS
    Bambang Shergi Laksmono, 2009, Agenda Kesejahteraan di Persimpangan Jalan, Jakarta: Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia
    David C. Korten, 2002,  Menuju Abad ke – 21; Tindakan Sukarela dan Agenda Global, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
    David Émile Durkheim , dalam wikipedia.com
    Hotman M. Siahaan, 1995, Pengantar Kearah Sejarah dan Teori Sosiologi, Jakarta Erlangga
    Ibn Khaldun, 2001, Muqadimmah, Jakarta; Pustaka Firdaus
    Karl Marx dan Frederick Engels, 1888, Manifesto Komunis, dalam wikipedia.com
    Maximilian Weber, dalam wikipedia.com
    Pip Jones, 2009, Pengantar Teori-Teori Sosial; dari Teori Fungsionalism hingga Post-modernism, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
    Sidi Gazalba, 1976, Masyarakat Islam; Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, Bandung: Bulan Bintang
    Soejono Soekanto, 1997, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada
    Sudibyo Markus dkk, 2009, Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya; Sembangan Pemikiran, Jakarta; Civil Islamic Insitute
    Zainuddin Maliki, 2002, Narasi Agung; Tiga Teori Sosial Hegemonik, Surabaya: Lembaga Kajian Agama dan Masyarakat

    MDH (4)

    NEGASI DARI NEGASI

    Hukum kedua dari dialektika adalah 'hukum negasi dari negasi', dan sekali lagi, ini kedengaran lebih rumit daripada yang sebenarnya. 'Negasi' dalam hal ini secara sederhana berarti gugurnya sesuatu, kematian suatu benda karena ia bertransformasi (berubah) menjadi benda yang lain. Sebagai contoh, perkembangan masyarakat kelas dalam sejarah kemanusiaan menunjukkan negasi (gugurnya) masyarakat sebelumnya yang tanpa-kelas. Dan di masa yang akan datang, dengan adanya perkembangan komunisme, kita akan mendapati suatu masyarakat tanpa-kelas yang lain, yang ini akan berarti negasi terhadap semua masyarakat kelas yang ada sekarang.

    Jadi, hukum negasi dari negasi secara sederhana menyatakan bahwa seiring munculnya suatu sistem (menjadi ada/eksis), maka ia akan memaksa sistem lainnya untuk sirna (mati). Tetapi, ini bukan berarti bahwa sistem yang kedua ini bersifat permanen atau tak bisa berubah. Sistem yang kedua itu sendiri, menjadi ter-negasi-kan akibat perkembangan-perkembangan lebih lanjut dan proses-proses perubahandalam masyarakat. Karena masyarakat kelas telah menjadi negasi dari masyarakat tanpa-kelas, maka masyarakat komunis akan menjadi negasi dari masyarakat kelas – negasi dari negasi.

    Konsep lainnya dari dialektika adalah hukum 'interpenetration of opposites' (saling-menerobos dari hal-hal yang bertentangan). Hukum ini secara cukup sederhana menyatakan bahwa proses-proses perubahan terjadi karena adanya kontradiksi-kontradiksi – karena konflik-konflik yang terjadi di antara elemen-elemen yang berbeda, yang melekat dalam semua proses alam maupun sosial.

    Barangkali contoh paling tepat dari 'interpenetration of opposites' dalam ilmu pengetahuan alam adalah 'teori quantum'. Teori ini didasarkan atas konsep bahwa energi memiliki karakter ganda – yaitu untuk beberapa tujuan, menurut beberapa eksperimen, energi eksis dalam bentuk gelombang, misalnya gelombang elektro magnetik. Tetapi untuk tujuan-tujuan lain, energi mewujudkan diri sebagai partikel. Dengan kata lain, sama sekali diterima di kalangan ilmuwan bahwa materidan energi sebetulnya bisa eksis dalam dua bentuk yang berbeda pada satu waktu yang sama – di satu sisi, sebagai sejenis gelombang yang tak kelihatan, dan di sisi lain, sebagai sebuah partikel dengan 'quantum' (jumlah) energi tertentu yang ada di dalamnya.

    Karena itu, basis dari teori quantum dalam ilmu fisika modern adalah kontradiksi. Namun ada banyak lagi kontradiksi yang dikenal dalam ilmu pengetahuan. Energi elektromagnetik, misalnya, menjadi bergerak akibat dorongan positif dan negatif atas satu sama lain. Magnetisme tergantung pada eksistensi kutub utara dan kutub selatan. Hal-hal ini tidak bisa eksis secara terpisah (sendiri-sendiri). Mereka eksis dan beroperasi justru akibat kekuatan-kekuatan yang bertentangan, yang ada dalam sistem yang satu dan sama.

    Hal yang serupa, setiap masyarakat saat ini terdiri atas elemen-elemen berbeda yang bertentangan, yang bergabung bersama dalam satu sistem, yang membuat mustahil bagi masyarakat apapun, di negeri manapun untuk tetap stabil dan tak berubah. Metode dialektis – bertentangan dengan metode logika formal – melatih kita untuk mengidentifikasi (mengenali) kontradiksi-kontradiksi ini, dan dengan demikian berarti mempelajari secara mendalam perubahan yang sedang terjadi.

    Kaum Marxis tidak merasa malu untuk mengatakan bahwa terdapat elemen-elemen yang bertentangan dalam setiap proses sosial. Sebaliknya, justru dengan mengenali dan memahami kepentingan-kepentingan yang bertentangan, yang terdapat dalam proses yang sama itu, maka kita akan mampu untuk mengarahkan perubahan yang diinginkan, dan konsekuensinya juga berusaha untuk mengidentifikasi maksud dan tujuan yang perlu dan mungkin dalam situasi seperti itu untuk dirumuskan dari sudut pandang kelas-buruh.

    Pada saat yang sama, Marxisme tidaklah mengabaikan logika formal sama sekali. Akan tetapi, adalah penting untuk melihat – dari sudut pandang pemahaman terhadap perkembangan-perkembangan sosial – bahwa logika formal haruslah ditempatkan pada posisi kedua.

    Kita semua menggunakan logika formal untuk keperluan sehari-hari. Logika formal memberikan perhitungan-perhitungan yang berguna bagi kita untuk komunikasi dan melaksanakan aktivitas sehari-hari. Kita tidak akan bisa menjalani kehidupan normal tanpa berbasa-basi menggunakan logika formal, tanpa menggunakan perhitungan bahwa satu sama dengan satu. Akan tetapi, di sisi lain, kita harus melihat keterbatasan-keterbatasan logika formal – keterbatasan-keterbatasan yang menjadi jelas dalam ilmu pengetahuan jika kita mempelajari proses-proses secara mendalam dan mendetail, dan juga ketika kita mempelajari proses-proses sosial dan politik dengan lebih teliti.

    Dialektika sangat jarang diterima oleh para ilmuwan. Beberapa ilmuwan dialektis, tetapi mayoritas, bahkan sampai saat ini, selalu mencampur-adukkan pendekatan materialis dengan segala macam ide-ide formal dan idealistik. Kalau seperti itu yang terjadi di bidang ilmu pengetahuan alam, maka di bidang ilmu pengetahuan sosial adalah jauh lebih parah. Penyebabnya cukup jelas. Jika Anda mencoba meneliti masyarakat dan proses-proses sosial dari sudut pandang ilmiah, maka Anda tidak bisa menghindari untuk sampai pada kontradiksi-kontradiksi dalam masyarakat kapitalis, dan kebutuhan untuk transformasi sosial masyarakat.

    Namun perguruan-perguruan tinggi, yang seharusnya menjadi pusatstudi dan penelitian, dibawah sistem kapitalis ini jauh dari independent terhadap kelas yang berkuasa dan negara. Itulah sebabnya mengapa ilmu pengetahuan alam masih memiliki suatu metode ilmiah yang cenderung kepada materialisme dialektis; tetapi ketikasampai pada ilmu pengetahuan sosial, maka Anda akan mendapati di sekolah tinggi dan politeknik, serta universitas-universitas, formalisme dan idealisme yang paling parah. Hal ini bukannya tidak berhubungan dengan kepentingan-kepentingan tertentu dari para profesor dan akademisi yang digaji tinggi. Adalah jelas dan tak bisa dihindari bahwa posisi istimewa mereka di mata masyarakat akan memiliki beberapa cerminan dan pengaruh pada apa yang harus mereka ajarkan. Pandangan dan prasangka-prasangka subyektif mereka sendiri akan disertakan dalam 'pengetahuan' yang mereka sampaikan kepada mahasiswa mereka, dan begitu seterusnya sampai ke tingkat sekolah-sekolah.

    Sejarawan borjuis, khususnya, adalah di antara ilmuwan-ilmuwan sosial yang paling berpandangan sempit. Berapa banyak kita telah melihat contoh-contoh sejarawan borjuis yang membayangkan bahwa sejarah berakhir kemarin! Di sini, di Inggris, mereka semua nampaknya mengakui masa-masa mengerikan sewaktu imperialisme Inggris abad ke-17, 18, sampai abad ke-19; bahwa Inggris terlibat dalam lalu lintas perdagangan budak; bahwa Inggris juga bertanggung jawab terhadap penaklukan rakyat di tanah-tanah jajahan yang paling berdarah; bahwa Inggris juga harus bertanggung jawab terhadap eksploitasi paling buruk terhadap buruh Inggris, termasuk wanita dan anak-anak di tambang-tambang batu bara, di pabrik-pabrik pemintalan kapas, dst.

    Mereka akan menerima kenyataan adanya kekejaman dan ketidakadilan ini, tetapi hanya sampai kemarin. Namun jika kita bicara tentang masa sekarang, tentu saja, mereka akan menganggap bahwa imperialisme Inggris tiba-tiba jadi demokratis dan progressif.

    dan hal tersebut sepenuhnya cuma satu sisi saja, satu cara pandang yang sepenuhnya berat sebelah dalam melihat sejarah, yang secara diametris berlawanan dengan metode Marxisme. Marx dan Engels terbiasa untuk memandang proses-proses sosial dari sudut pandang dialektis yang sama sebagaimana mereka memandang alam - yaitu memandangnya dari sudut pandang proses-proses itu sebenarnya terjadi.

    dalam berbagai diskusi dan debat kita sehari-hari di dalam gerakan buruh, kita akan seringkali menjumpai orang-orang yanf formalis. Bahkan banyak orang kiri akan memandang berbagai hal dalam cara yang kaku dan formal, tanpa pemahaman akan arah yand di dalamnya hal-hal tersebut tadi bergerak.

    Sayap kanan di dalam gerakan buruh, dan juga beberapa orang di sayap kiri, percaya bahwa teori Marxis adalah dogma, yakni, mereka percaya bahwa "teori" itu selayaknya beban seberat 600 pound (1 pound = 2,2 kg) di atas pundak seorang aktivis, dan semakin cepat si aktivis itu membuang beban tersebut, maka ia akan bisa makin aktiv dan efektif jadinya.

    namun itu adalah konsepsi yang sepenuhnya keliru mengenai keseluruhan sifat teori Marxis. pada kenyataan yang sesungguhnya, Marxisme adalah lawan dari dogma. Marxisme setepat-tepatnya adalah metode untuk memahami sepenuhnya proses-proses perubahan yang terjadi di sekitar kita.

    Tidak ada satupu hal yang ajeg, dan tiada pula sesuatupun yang tetap tak berubah. adalah kaum formalis yang melihat masyarakat sebagai foto yang tak bergerak, mereka dikuasai oleh situasi-situasi yang mereka hadapi sebab mereka tidak mampu melihat bagaimana dan mengapa berbagai hal akan berubah. pendekatan macam beginilah yang dapat dengan mudah menggiring orang pada penerimaan yang dogmatis dari adanya berbagai hal sebagaimanan hal itu ada ataupun telah ada sebagai benda yang ajeg, tanpa pemahaman tentang ketidakmungkinannya perubahan untuk dielakkan.

    MDH (3)

    KUANTITAS MENJADI KUALITAS
    Marilah kita mulai dengan hukum transformasi dari kuantitas menjadi kualitas. Hukum ini menyatakan bahwa proses-proses perubahan – gerak di alam semesta – tidaklah perlahan (gradual), dan juga tidak setara. Periode-periode perubahan yang relatif gradual atau perubahan kecil selalu diselingi dengan periode-periode perubahan yang sangat cepat – perubahan semacam ini tidak bisa diukur dengan kuantitas, melainkan hanya bisa diukur dengan kualitas.
    Sebagai contoh, kembali kita ambil dari ilmu alam, coba kita bayangkan saat kita memanaskan air. Anda hanya bisa betul-betul mengukur ("melakukan kuantifikasi") dalam hal derajat temperatur/suhu, yaitu perubahan ketika Anda menambahkan panas terhadap air itu. Katakanlah, dari 10 derajat Celcius (ini adalah temperatur normal air keran) menjadi sekitar 98 derajat Celcius, maka perubahan itu akan tetap kuantitatif, yaitu air akan tetap berupa air, walaupun menjadi lebih panas. Tetapi kemudian akan sampai suatu tahap dimana perubahan itu menjadi kualitatif, dan air pun berubah menjadi uap. Anda tidak bisa lagi menjelaskan perubahan itu hanya secara kuantitatif ketika air itu dipanaskan dari 98 derajat menjadi 102 derajat Celcius. Kita harus mengatakan bahwa suatu perubahan kualitatif (air menjadi uap) telah terjadi akibat akumulasi perubahan kuantitatif (menambahkan panas terus-menerus).
    Dan inilah yang dimaksud oleh Marx dan Engels ketika mereka menyebutkan transformasi dari kuantitas menjadi kualitas. Hal yang sama dapat dilihat pada perkembangan species. Jika kita melihat ke sekeliling, kita akan mendapati tingkat varitas dari homo sapiens. Varitas itu dapat diukur secara kuantitatif, misalnya tinggi badan, berat badan, warna kulit, panjang hidung, dll. Namun jika perubahan-perubahan evolusioner bergerak maju sampai suatu tahap, dibawah pengaruh perubahan-perubahan lingkungan, maka perubahan-perubahan kuantitatif akan berakumulasi menjadi suatu perubahan kualitatif. Dengan kata lain, Anda tidak akan lagi bisa menandai perubahan pada suatu species hewan atau tumbuhan itu hanya dengan detail-detail (rincian) kuantitatif. Species tersebut akan jadi berbeda secara kualitatif. Sebagai contoh, kita, sebagai suatu species, secara kualitatif berbeda dengan simpanse atau gorila, dan mereka ini pun secara kualitatif berbeda dengan species mamalia lainnya. Dan perbedaan-perbedaan kualitatif itu, lompatan-lompatan evolusioner itu, terjadi akibat perubahan-perubahan kuantitatif di masa lalu.
    Ide Marxisme ialah bahwa akan selalu terdapat periode-periode perubahan gradual yang diselingi dengan periode-periode perubahan tiba-tiba. Dalam kehamilan, misalnya, ada suatu periode perkembangan yang gradual, dan kemudian suatu periode perkembangan yang sangat mendadak di penghujung kehamilan itu. Sangat sering kaum Marxis menggunakan analogi (perbandingan) kehamilan untuk menggambarkan perkembangan perang dan revolusi. Hal tersebut menunjukkan lompatan-lompatan kualitatif dalam perkembangan sosial; tetapi perubahan itu muncul sebagai akibat akumulasi kontradiksi-kontradiksi kuantitatif dalam masyarakat.

    MDH (2)

    DIALEKTIKA
    Dialektika secara sederhana adalah logika gerak, atau logika pemahaman umum dari para aktivis dalam gerakan. Kita semua tahu bahwa benda-benda tidaklah diam; dan benda-benda itu berubah. Akan tetapi, ada suatu bentuk logika lain yang bertentangan dengan dialektika, yang kita sebut 'logika formal', yang sekali lagi juga melekat dalam masyarakat kapitalis. Barangkali perlu untuk mulai menjelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan metode ini.
    Logika formal didasarkan pada apa yang dikenal sebagai 'hukum identitas', yang menyatakan bahwa 'A' sama dengan 'A' – yaitu bahwa benda-benda adalah seperti itu apa adanya, dan bahwa benda itu berposisi pada hubungan yang tertentu (pasti) satu sama lain. Ada hukum-hukum turunan lain yang didasarkan pada hukum identitas; yaitu misalnya, jika 'A' sama dengan 'A', maka 'A' tidak mungkin sama dengan 'B' atau 'C'.
    Secara sekilas, metode pemikiran ini nampak seperti pemahaman umum; dan pada kenyataannya, logika formal telah menjadi alat yang sangat penting, sarana yang sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan revolusi industri, yang membentuk masyarakat sekarang ini. Perkembangan matematika dan aritmatika dasar, misalnya, adalah didasarkan pada logika formal. Anda tidak bisa mengajarkan tabel perkalian atau penjumlahan kepada seorang anak tanpa menggunakan logika formal. Satu ditambah satu sama dengan dua, bukan tiga. Hal yang sama, metode logika formal juga merupakan basis bagi perkembangan ilmu mekanika, kimia, biologi, dll.
    Sebagai contoh, pada abad ke-18 ahli biologi Skandinavia, Linnaeus, mengembangkan sebuah sistem klasifikasi untuk semua tumbuhan dan hewan yang dikenal. Linnaeus membagi semua benda hidup ke dalam kelas-kelas, ordO-ordo, dan keluarga; misalnya dalam ordo primata, keluarga hominid, genus homo, dan mewakili species homo sapiens.
    Sistem klasifikasi merupakan sebuah langkah maju besar dalam biologi. Untuk pertama kalinya, sistem ini memungkinkan dilakukannya studi mengenai tumbuhan dan hewan yang betul-betul sistematis, untuk membandingkan dan membedakan species hewan dan tumbuhan. Tetapi sistem ini didasarkan pada logika formal. Sistem ini didasarkan pada pernyataan bahwa homo sapiens sama dengan homo sapiens; bahwa musca domestica (lalat) sama dengan musca domestica; bahwa cacing tanah sama dengan cacing tanah; dst. Dengan kata lain, sistem klasifikasi ini adalah sistem yang kaku dan pasti. Menurut sistem ini, tidak mungkin suatu species sama dengan species lain. Atau, jika bisa sama, berarti sistem klasifikasi ini akan gugur.
    Hal yang sama diterapkan dalam bidang kimia, dimana teori atom Dalton merupakan langkah maju yang sangat besar. Teori Dalton didasarkan pada ide bahwa materi tersusun atas atom-atom, dan bahwa masing-masing tipe atom sama sekali khusus dan khas untuk tipe itu sendiri – bahwa bentuk dan berat suatu atom adalah khusus untuk unsur tertentu itu, dan tidak sama dengan yang lain.
    Setelah Dalton, juga ada sebuah sistem klasifikasi unsur-unsur yang hampir sama kaku-nya dengan sistem Dalton, yang kembali didasarkan pada logika formal yang kaku, yang mengatakan bahwa sebuah atom hidrogen adalah sebuah atom hidrogen; sebuah atom karbon adalah sebuah atom karbon; dsb. Dan jika sebuah atom bisa menjadi atom lainnya, maka keseluruhan sistem klasifikasi ini, yang telah membentuk basis bagi ilmu kimia modern, akan gugur.
    Kini penting bagi kita untuk melihat bahwa terdapat keterbatasan-keterbatasan dalam metode logika formal. Logika formal adalah metode sehari-hari yang sangat bermanfaat, dan memungkinkan kita untuk mempunyai perhitungan-perhitungan dalam mengidentifikasi benda-benda. Misalnya, sistem klasifikasi Linnaean masih berguna bagi ahli-ahli biologi; tetapi, terutama sejak munculnya karya Charles Darwin, kita juga jadi bisa melihat kelemahan-kelemahan dalam sistem klasifikasi itu. Sebagai contoh, Darwin menunjukkan bahwa dalam sistem Linnaean, tipe-tipe tumbuhan diberi nama-nama tersendiri sebagai species khusus, namun sebenarnya tipe-tipe tumbuhan itu sangat mirip satu sama lain.
    Jadi, bahkan di masa Darwin, sudah mungkin untuk melihat sistem klasifikasi Linnaean, dan mengatakan, 'Oh, ternyata ada yang salah'. Dan tentu saja, karya Darwin sendiri memberikan basis yang sistematis untuk teori evolusi, yang untuk pertama kalinya mengatakan adalah mungkin bagi satu species untuk berubah (bertransformasi) menjadi species lainnya. Dan ini menunjukkan adanya lobang besar dalam sistem Linnaean. Sebelum Darwin, orang menganggap bahwa jumlah species di planet ini tepat sama dengan jumlah species yang diciptakan oleh Tuhan dalam masa enam hari proses penciptaan – kecuali, tentu saja, species-species yang musnah akibat Banjir Besar – dan bahwa species-species itu tetap tidak berubah selama berjuta-juta tahun. Namun Darwin menghasilkan ide perubahan species, sehingga tidak bisa dihindari lagi, metode klasifikasi juga harus diubah.
    Apa yang berlaku di bidang biologi juga berlaku di bidang kimia. Di akhir abad ke-19, para pakar kimia menjadi sadar bahwa adalah mungkin bagi satu unsur atom untuk berubah menjadi unsur lainnya. Dengan kata lain, atom tidaklah mutlak bersifat khusus dan tertentu saja pada unsurnya sendiri. Kini kita mengetahui bahwa banyak atom, banyak unsur kimia yang tidak stabil. Sebagai contoh, uranium dan atom-atom radioaktif lainnya akan pecah dalam proses perjalanan waktu, dan menghasilkan atom-atom yang sama sekali berbeda, dan dengan kandungan serta berat kimia yang berbeda pula.
    Jadi, kita bisa melihat bahwa metode logika formal mulai gugur dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Akan tetapi, metode dialektika-lah yang menyebabkan bisa ditariknya kesimpulan-kesimpulan dari penemuan-penemuan faktual ini, dan menunjukkan bahwa tidak ada kategori yang mutlak atau pasti, baik di alam ataupun di masyarakat. Sementara seorang yang mengatakan logika formal mengatakan 'A' sama dengan 'A', maka seorang yang dialektis akan mengatakan bahwa 'A' belum tentu sama dengan 'A'. Atau ambillah contoh praktis yang digunakan Trotsky dalam tulisan-tulisannya tentang hal ini: satu ons gula pasir tidak akan tepat sama dengan satu ons gula pasir lainnya. Adalah hal yang baik jika Anda menggunakan patokan takaran seperti itu untuk membeli gula pasir di toko, tetapi jika Anda lihat secara teliti, akan kelihatan bahwa takaran itu tidak tepat sama.
    Jadi, kita perlu memiliki suatu bentuk pemahaman, suatu bentuk logika, yang menjelaskan kenyataan bahwa benda-benda, kehidupan, dan masyarakat, berada dalam keadaan pergerakan dan perubahan yang konstan. Dan bentuk logika itu, tentu saja adalah: dialektika.
    Akan tetapi, di sisi lain, adalah salah jika kita berpikir bahwa, dialektika menyatakan bahwa proses di alam semesta adalah setara (genap) dan perlahan (gradual). Hukum-hukum dialektika – dan perlu dicatat: konsep-konsep ini kedengaran lebih rumit daripada kenyataan sesungguhnya – hukum-hukum dialektika menjelaskan cara dimana proses-proses perubahan dalam realitas terjadi.